Kuasa Hukum Terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) Danny Praditya, FX L Michael Shah SH Nilai Advance Payment Buat Akuisisi karena Ada Rencana Awalnya Akuisisi Itu Tidak Tepat

FX L Michael Shah SH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (13/11/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.

“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).

Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.

Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.

Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.

Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso (HPS) sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.

Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.

Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Agenda sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan 2 (dua) saksi dari PT PGN (Persero) yakni Helmi selaku Internal Audit PT PGN (Persero) pada tahun 2020 dan Dilo selaku Direktur Infrastruktur PT PGN (Persero) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH merasa senang banget dengan keterangan saksi Dilo.

“Mungkin saksi Dilo merupakan saksi favorit buat saya karena keterangannya sangat jelas dan lugas. Intinya, masih sama dengan keterangan saksi yang dulu-dulu kaena memang jaksa pun bertanya seputar itu, bahwa advance payment yang dikeluarkan ini yang sekarang didakwakan oleh jaksa yaitu dugaan terjadinya kerugian negara itu, itu sebenarnya uang apa? Tadi sudah sangat jelas saya katakan, bahwa itu adalah uang jual beli gas,” ujar FX L Michael Shah SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Dikatakannya, satu lagi hal yang perlu disampaikan oleh saksi Dilo tadi menceritakan, bahwa direksi PT PGN (Persero) saat itu sangat mengerti proses akuisisi itu seperti apa. “Saksi Dilo sangat paham, bahwa harus ada due diligence di bidang legal, ada due diligence di bidang finansial, terus harus ada izin sampai komisaris. Jadi kalau sampai sekarang ada pihak-pihak yang berasumsi bilang, bahwa ini telah terjadi akuisisi kan itu seperti menganggap direksi saat itu tidak mengerti. Padahal, tadi saksi Dilo sangat fasih loh untuk menjelaskan proses akuisisi itu walaupun saksi Dilo bukan pihak legal (hukum). Tapi kapasitasnya selevel beliau yang sudah puluhan tahun bekerja di PT PGN (Persero), masa tidak tahu sih akuisisi perusahaan itu seperti apa? Apalagi, perlu diingat, bahwa PT PGN (Persero) ini plat merah BUMN, dan PT PGN (Persero) ini Terbuka (Tbk). Jadi untuk proses akuisisi itu pasti membutuhkan waktu dan tahapan yang sangat kompleks,” terang FX L Michael Shah SH dari kantor Abi Satya Law Firm yang beralamat di daerah Blok M, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

Menurutnya, kalau sampai sesederhana kesimpulannya oh ini advance payment buat akuisisi karena ada rencana awalnya akuisisi, baginya itu tidak tepat. “Contoh sederhana saya ilustrasikan, dulu saya berencana ingin menjadi dokter, terus sekarang saya menjadi advokat. Pertanyaannya, bolehkah saya menyuntik orang? Boleh tidak saya mengeluarkan resep obat? Karena dulu rencananya saya ingin menjadi dokter. Kan tidak  boleh jawabnya.  Itu contoh sederhana saja. Kalau rencana ya rencana. Itu kan opsi-opsi yang setiap rapat direksi dibahas dan dipertimbangkan,” paparnya.

Ia menilai keterangan saksi Dilo saat ini bagus sekali. “Hanya saksi Helmi saya belum sempat cross check keterangannya. Nanti kita cross check dulu pemahaman saksi Helmi. Saya takutnya pemahaman saksi Helmi itu terkait akuisisi itu salah. Karena tadi saksi Dilo mengatakan, pengertian akuisisi itu luas. Bisa akuisisi pasokan gas. Tapi menurut pemahaman saksi Helmi itu kalau akuisisi perusahaan seharusnya melalui tahapan-tahapan yang tadi sudah dijelaskan oleh saksi Dilo,” katanya.

Ia yakin tadi ketika saksi Helmi ditanya oleh jaksa, di belakang kepala saksi Dilo mungkin berpikir, apa gue jadi orang yang tidak tahu arti akuisisi seperti apa, di saat tahun 2017. “Jadi satu hal itu yang paling penting buat saya, bahwa Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) sudah jelas. Terus tadi juga soal sistem pembayaran, saksi juga mengatakan, bahwa tidak ada peran campur tangan dari Direktur Komersial. Itu hanya sampai pasokan gas supply yaitu Heri Yusuf saat itu,” paparnya.

“Menurut saya, saksi saat ini keterangannya sangat membantu meringankan terdakwa Danny Praditya karena yang dibicarakan oleh saksi secara confirm (terkonfirmasi) apa yang terjadi dalam rapat-rapat direksi itu, sebenarnya penjelasannya sama seperti kemarin saksi Nugroho Suyono. Jadi itu menambah keyakinan kami, bahwa semua yang terjadi di dalam rapat direksi tidak ada yang ditutupi. Semuanya pembahasan kendala semua dibahas dan akhirnya dewan direksi semuanya secara bulat menyetujui untuk tetap melanjutkan PJBG dengan PT Isargas Group dan ini adalah keputusan bisnis. Jadi ini bisnis decision (keputusan bisnis),” ungkapnya.

Ia yakin siapa lagi yang paling mengerti bisnisnya direksi kalau bukan dewan direksi. “Bisnis PT PGN (Persero) kalau bukan dewan direksinya PT PGN (Persero) yang menilai,” katanya.

Ia menerangkan, saksi Helmi adalah Internal Audit PT PGN (Persero) tahun 2020. “Itu ketika terdakwa Danny Praditya dan saksi Dilo sudah tidak berada di PT PGN (Persero),” ucapnya.

Ia mengharapkan dengan keterangan dua saksi ini fakta-fakta persidangan sama terungkap sesuai dengan apa yang selama ini dipikirkan. “Kami yakin, bahwa ini adalah keputusan bisnis yang diputuskan bersama oleh direksi. Tadi yang paling mengkhawatirkan menurut saksi Dilo adalah terkait dengan ancaman konsumennya diambil oleh pihak lain,” tandasnya. (Murgap)

Tags: