Ahli Kepailitan Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN : Apabila Suatu Perusahaan Swasta Melakukan Pinjaman kepada Lembaga Negara dan Perusahaan Itu Dinyatakan Pailit Maka Hak Negara Tetap Harus Dilindungi

Ahli Kepailitan dari Unair Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN dan Ahli Hukum Pidana dari UMJ Dr Chairul Huda SH MH dihadirkan oleh tim Kuasa Hukum terdakwa Presdir PT Caturkarsa Megatunggal dan Komut PT Petro Energy Jimmy Masrin dan terdakwa Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (07/11/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan 3 (tiga) terdakwa yakni Direktur Utama (Dirut) PT Petro Energy Newin Nugroho, Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta dan Presiden Direktur (Presdir) PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama (Komut) PT Petro Energy Jimmy Masrin, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (07/11/2025).
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuding adanya penyalahgunaan fasilitas kredit oleh PT Petro Energy melalui penggunaan dokumen yang disebut fiktif, serta
mengaitkannya dengan dugaan kerugian negara sebesar 22 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp600 miliar. Agenda sidang hari ini, tim Kuasa Hukum terdakwa Jimmy Masrin dan Susy Mira
Dewi Sugiarta menghadirkan Ahli Kepailitan dari Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN dan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr Chairul Huda SH MH untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa.
Dalam keterangannya, Ahli Kepailitan dari Unair Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN menjelaskan, bahwa dalam proses kepailitan, kurator wajib mencatat seluruh aset debitur, terutama jika aset tersebut berupa properti seperti tanah dan bangunan. “Setiap aset harus dicatat secara rinci agar dapat diketahui jumlah kekayaan debitur dan digunakan untuk pelunasan kewajiban kepada kreditur,” ujar Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN di muka persidangan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian menanyakan pandangan Ahli terkait situasi ketika terdapat unsur pidana dalam perkara kepailitan. Menurut Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN, hal itu harus dilihat dari konteks perbuatannya.
“Apabila suatu perusahaan swasta melakukan pinjaman kepada lembaga negara, dan di kemudian hari perusahaan tersebut dinyatakan pailit, maka selama masih ada pembayaran cicilan yang dilakukan kepada lembaga negara, hak negara tetap harus dilindungi,” jelasnya.
Ia menegaskan, pentingnya pengawasan negara agar tidak terjadi kebocoran anggaran, terutama bila perusahaan yang pailit masih memiliki kewajiban kepada lembaga keuangan milik negara. “Negara harus memastikan setiap aset debitur terdata dan setiap pembayaran dipantau oleh kurator serta pengawas dari pengadilan,” terangnya.
Dalam persidangan ini, JPU juga menyinggung mengenai tanggung jawab hukum individu direksi yang melakukan perbuatan melawan hukum (PMH), namun tidak dilakukan atas nama atau kebijakan resmi perusahaan. Menanggapi hal itu, Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN menyatakan, bahwa dalam prinsip hukum korporasi, pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan secara individual kepada pihak yang melakukan PMH.
“Jika direksi bertindak di luar kewenangan perusahaan dan merugikan pihak lain, maka tanggung jawab hukum melekat secara pribadi,” ungkapnya.
Majelis Hakim turut menanyakan bagaimana penanganan apabila perkara pidana dan perkara kepailitan berjalan bersamaan. Menurut Ahli Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN, perkara kepailitan umumnya diselesaikan terlebih dahulu, karena menyangkut pengelolaan aset dan hak kreditur.
“Namun, bila dalam prosesnya ditemukan unsur pidana, maka proses pidana tetap dapat dilanjutkan sesuai dengan temuan penyidik dan keputusan pengadilan,” jelasnya.
Menutup keterangannya, Prof Dr Hadi Subhan SH MH CN juga memberikan pandangan tentang koperasi atau perusahaan penjamin (corporate guarantee) yang enggan memenuhi kewajiban setelah debitur pailit. “Apabila penjamin tidak mau membayar, maka lembaga negara atau kreditur dapat menempuh jalur hukum untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan atau aset penjamin tersebut,” tandasnya. (Murgap)
