Kuasa Hukum Terdakwa Komisaris PT IAE Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH Terangkan Advance Payment Bukan Uang Muka Tapi Advance Payment Digunakan Sebagai Deposit
Layung Purnomo SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (20/10/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.
“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).
Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.
Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.
Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.
Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.
Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.
Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Agenda sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan 3 (tiga) saksi yakni Octavianus Ragawino selaku staf Heri Yusuf dari PT PGN (Persero), Heri Yusuf selaku Kepala Divisi (Kadiv) Pasokan Gas PT PGN (Persero) dan Mari Masi selaku Legal Complience PT PGN (Persero) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, Layung Purnomo SH MH mengatakan, advance payment bukan suatu uang muka.
“Tapi advance payment adalah uang yang dibayarkan guna mengikat nilai pasokan. Artinya, advance payment digunakan sebagai deposit,” ujar Layung Purnomo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kemudian, sambungnya, pada saat PT IAE mentransfer gas ke PT PGN (Persero), nilai transaksi PT IAE yang digunakan sebagai nilai pengurang atas deposit yang sudah diberikan. “Jadi seberapa banyak gas yang dihadirkan dari pasokan PT IAE itu mengurangi nilai advance payment yang diberikan. Jadi advance payment bukan uang muka,” terang Layung Purnomo SH MH dari kantor Law Firm Layung dan Rekan beralamat di Apartemen Oasis, Jalan Senen Raya, Jakpus ini.
Ia mengharapkan saksi bisa menjelaskan lengkap terkait advance payment. “Tadi di muka persidangan, saya juga bertanya kepada saksi soal company guarantee, jaminan fidusia, ternyata semuanya sudah diserahkan ke PT PGN (Persero),” ungkapnya.
“Apa yang diminta oleh PT PGN (Persero) semua sudah diserahkan,” ucapnya.
Menurutnya, pasokan gas itu berkurang karena memang ada kebijakan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM RI) ke PT Petro Kimia dalam Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 6 tahun 2016 tentang Pasokan Gas. “Advance payment itu nilainya US$15 juta kalau dikurskan dalam mata uang rupiah sekitar Rp200 miliaran,” tandasnya. (Murgap)