Kuasa Hukum Terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) Danny Praditya, FX L Michael Shah SH Ungkap Tidak Masuk Akal Kliennya Punya Kepentingan Menawar Advance Payment Dari US$15 Juta Jadi US$8 Juta

Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya, di luar ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (20/10/2025). (Foto : Murgap Harahap)

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Persero periode 2016-2019, Danny Praditya dan terdakwa Komisaris PT Inti Alasindo Energy atau PT IAE periode 2006 hingga 2024 Iswan Ibrahim, yang didakwa menerima aliran uang kasus korupsi jual beli gas PT PGN (Persero) periode 2017 hingga 2021, di ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (20/10/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Iswan Ibrahim bersama dengan Danny Praditya, selaku Direktur Komersial PT PGN (Persero) periode 2016-2019, telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Keduanya melakukan kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN (Persero) dalam rangka menyelesaikan utang PT Isargas Group.

“Dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan oleh pembeli kepada penjual sebelum barang atau jasa diterima). Metode ini bisa dilakukan untuk seluruh nilai transaksi (full payment) atau sebagian (partial payment) dalam kegiatan jual-beli gas,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/09/2025).

Padahal, sambung jaksa, PT PGN (Persero) bukan perusahaan financing atau pembiayaan. Selain itu, terdapat larangan jual-beli gas secara berjenjang.

Keduanya juga dituding mendukung rencana akuisisi PT PGN (Persero) dengan PT Isargas Group. Jaksa menyebut, tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut.

Jaksa menilai, perbuatan tersebut telah memperkaya sejumlah pihak. “Memperkaya Iswan Ibrahim sebesar US$3.581.348,75,” ujarnya.

Selain itu, memperkaya Arso Sadewo selaku Komisaris Utama (Komut) PT IAE sebesar US$11.036.401,25, mantan Direktur Utama (Dirut) PT PGN (Persero) Hendi Prio Santoso sejumlah US$500.000, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Waketum Kadin) Yugi Prayanto sebanyak US$20.000. “Yang merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta dolar Singapore atau dalam jumlah tersebut,” kata jaksa.

Ini sebagaimana laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) nomor 56/LHP/XXI/10/2024 berwarkat 15 Oktober 2024. Apabila dikonversi, US$15 juta dolar setara dengan Rp247.050.000.000 atau Rp247 miliar.

Ini berdasarkan asumsi Rp16.470 per dolar Amerika Serikat (AS). Atas perbuatannya, Iswan Ibrahim didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Agenda sidang kali ini, jaksa KPK menghadirkan 3 (tiga) saksi yakni Octavianus Ragawino selaku staf Heri Yusuf dari PT PGN (Persero), Heri Yusuf selaku Kepala Divisi (Kadiv) Pasokan Gas PT PGN (Persero) dan Mari Masi selaku Legal Complience PT PGN (Persero) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Direktur Komersial PT PGN Persero periode 2016-2019 Danny Praditya, FX L Michael Shah SH mengatakan, advance payment dari US$8 juta menjadi US$15 juta.

“Dari PT PGN (Persero) sempat menawar untuk pembayaran US$8 juta tapi PT Isargas  Group tidak menyetujuinya. Kenapa PT Isargas Group tidak menyetujui? Karena mereka butuh dananya US$15 juta,” ujar FX L Michael Shah SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Menurutnya, hal tersebut memang betul-betul keputusan bisnis. “Soalnya kalau terdakwa Danny Praditya ada kepentingan seperti yang didakwakan oleh jaksa, kenapa terdakwa Danny Praditya yang harus menawar? Logikanya kan aneh. Dari US$15 juta menjadi US$8 juta,” terang FX L Michael Shah SH dari kantor Abi Satya Law Firm yang beralamat di daerah Blok M, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

“Kalau terdakwa Danny Praditya punya kepentingan, masa ditawar?” tanyanya.

Ia mengatakan, advance payment sudah disepakati US$15 juta. “Jadi sudah tidak ada lagi ranah untuk negosiasi. Saksi hanya menceritakan, bahwa dulu ketika PT Isargas Group minta US$15 juta, dari PT PGN (Persero) sempat menawar US$8 juta. Jadi seharusnya di situ logikanya kalau ini memang ada hal dugaan main-main yang dicurigai sebagai keuntungan pribadi atau apa, tidak mungkin menawar,” tegasnya.

Ia menilai keterangan saksi ada beberapa yang harus di cross check. “Contohnya saksi bilang, bahwa terdakwa Danny Praditya meminta saksi untuk melakukan pembayaran walaupun belum ada dokumen yang lengkap, jadi pembayaran terus dilakukan,” ucapnya.

Menurut keterangan dari saksi-saksi lain, sambungnya, terdakwa Danny Praditya tidak pernah berbicara itu. “Saksi tadi juga bilang, saksi tidak mendengar langsung dari terdakwa Danny Praditya tapi dari stafnya bernama Adi. Tapi ketika saya baca Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Adi, kan masing-masing saksi tidak tahu masing-masing BAP kan, itu tidak ada,” terangnya.

“Saksi kedua pun nanti ketika di persidangan akan terjawab, bahwa tidak ada perintah dari klien (terdakwa Danny Praditya) untuk membayar karena ketika itu saksi Heri Yusuf bilang kepada saksi Octavianus, bahwa dia sudah bertanya ke Direktur Keuangan,” terangnya.

Karena soal pembayaran, imbuhnya, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Direktur Keuangan bukan terdakwa Danny Praditya. “Terdakwa Danny Praditya tidak ikut campur,” paparnya.

Ia menilai keterangan saksi Heri Yusuf dan saksi Octavianus kontradiktif. “Jadi nanti tinggal kita pertanyakan lagi ke saksi Heri Yusuf, apa benar bertanya ke Adi dan Nusantara selaku Direktur Keuangan. Karena kalau dari BAP lain, BAP Nusantara mengakui ketika ditanya oleh saksi Heri Yusuf selaku Kadiv Pasokan Gas PT PGN (Persero),” tandasnya. (Murgap)

Tags: