Kuasa Hukum Terdakwa Komut PT Petro Energy Jimmy Masrin, Dr Soesilo Aribowo SH MH Tidak Sependapat dengan Keterangan Ahli Dari Udayana Soal Irisan Pidana Lebih Didahulukan Daripada Perdata

Dr Soesilo Aribowo SH MH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan 3 (tiga) terdakwa yakni Direktur Utama (Dirut) PT Petro Energy Newin Nugroho, Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta dan Presiden Direktur (Presdir) PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama (Komut) PT Petro Energy Jimmy Masrin, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (17/10/2025).

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuding adanya penyalahgunaan fasilitas kredit oleh PT Petro Energy melalui penggunaan dokumen yang disebut fiktif, serta
mengaitkannya dengan dugaan kerugian negara sebesar 22 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp600 miliar. Agenda sidang hari ini, jaksa KPK menghadirkan 2 (dua) Ahli yakni Ahli Bisnis dan Korporasi dari Universitas Udayana, Dr Made Gde Subha Karma Resen SH MKn dan Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Presdir PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komut PT Petro Energy Jimmy Masrin, Dr Soesilo Aribowo SH MH dalam sidang ini bertanya kepada Ahli terkait Judgment Rule (Aturan Keadilan) yang tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor 1 Tahun 2025.

“Secara keseluruhan keterangan Ahli baik untuk terdakwa Jimmy Masrin dan Ahli menyampaikan, bahwa ada prinsip-prinsip perdata kemudian yang masuk ke pidana tetapi pidana yang harus dibuktikan terlebih dahulu. Kemudian, Ahli mengatakan, LPEI itu adalah BUMN karenanya harus ikut UU BUMN Nomor 1 tahun 2025,” ujar Dr Soesilo Aribowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Di dalam UU BUMN Nomor 1 Tahun 2025 mengatakan, kerugian keuntungan BUMN itu adalah kerugian dan keuntungannya sendiri bukan kerugian negara. “Jadi ada satu hal sebenarnya yang agak berbeda pendapat terkait dengan pertanyaan Yang Mulia Majelis Hakim, kalau ada irisan antara pidana dan perdata, mana yang diselesaikan terlebih dahulu? Itu sebenarnya Ahli memilih pidana dan saya tidak sependapat,” terang Dr Soesilo Aribowo SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

Menurutnya, harus perdata dulu karena pidana itu sifatnya ultimum remedium atau the last resault (langkah terakhir). “Kalau sudah tidak ada jalan, baru pidana. Kalau semua dipidanakan, maka akan hancur ini negara,” tegasnya.

Dijelaskannya, dampaknya kalau semua langsung dipidanakan, maka investasi tidak akan ada yang mau masuk ke Indonesia. “Hal itu juga ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tapi saya lupa pasalnya, bahwa ini harus diutamakan di perdata duluan,” katanya.

Ia menilai pertama, keterangan Ahli prematur dan kedua, karena tidak ada kerugian negara. (Murgap)

Tags: