Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT Petro Energy Newin Nugroho, Adi Faridman SH dan Apriano Saleh SH Tegaskan Keuntungan Pinjaman Hampir Rp1 T Tidak Dinikmati dan Tidak Ada Transfer ke Rekening Kliennya

Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Petro Energy Newin Nugroho, Juliani SH MH foto bersama Yang Arief Hakim Nasution SH, Rianauld Simanjuntak SH,
Anggita May Cahyatri SH, Dhimar Ignatius Sigiro SH, Adi Faridman SH, Apriano Saleh SH, Nauval Sayyid Akbar dan Ramdani Adicipta dari kantor law firm Julia Pratama & Partners yang beralamat di Jaktim, sebelum acara sidang, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (06/10/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan 3 (tiga) terdakwa yakni Direktur Utama (Dirut) PT Petro Energy Newin Nugroho, Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta dan Presiden Direktur (Presdir) PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama (Komut) PT Petro Energy Jimmy Masrin, di ruang Wirjono Projodiikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (06/10/2025).
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuding adanya penyalahgunaan fasilitas kredit oleh PT Petro Energy melalui penggunaan dokumen yang disebut fiktif, serta
mengaitkannya dengan dugaan kerugian negara sebesar 22 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp600 miliar. Agenda sidang hari ini, jaksa KPK menghadirkan 4 (empat) saksi yakni Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI, Arif Setiawan sebagai Direktur Pelaksana, Sunu sebagai Legal (Hukum) dan Edi Winarto untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Petro Energy Newin Nugroho, Adi Faridman SH mengatakan, saksi Sunu sebagai bagian Legal seharusnya sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)-nya mengecek perjanjian dan invoice. “Hampir semua yang berhubungan dengan hukum yang akan diangkat menjadi Memorandum Analisa Pembiayaan (MAP) atau perjanjian harusnya saksi Sunu yang mengecek. Tapi ternyata tadi saksi Sunu bilang itu bukan Tupoksi atau wewenangnya. Makanya, kita agak kaget dan bingung tadi,” ujar Adi Faridman SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, untuk keterangan saksi Arif Setiawan sebagai Direktur Pelaksana, dia juga sama, malah banyak tidak tahunya. “Saksi Arif Setiawan tidak mereview (mengkaji ulang), dia hanya membaca sekilas perjanjian. Makanya, tadi rekan Kuasa Hukum terdakwa Newin Nugroho, Apriano Saleh SH di ruang sidang sempat berdebat agak keras. Kenapa saksi Arif Setyawan tidak tahu? Saksi Arif Setiawan punya kewajiban untuk membaca. Semua berkas perjanjian harusnya dibaca,” ungkap Adi Faridman SH dari kantor law firm kantor Julia Pratama & Partners yang beralamat di Jakarta Timur (Jaktim) ini.
Ia mengatakan, hakim bertanya dengan pertanyaan yang sama, benar tidak, kalau memang lupa, hal itu bisa juga terjadi. “Kalau tidak ada, berarti tidak pernah terjadi,” katanya.
Ia menilai keterangan saksi agak ambigu, apakah meringankan atau memberatkan buat terdakwa Newin Nugroho. “Karena proses sidang masih berjalan. Kalau menurut saya, hal ini bisa tidak terjadi malah. Karena jawaban saksi Arif Setiawan banyak tidak tahu,” terangnya.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Petro Energy Newin Nugroho, Apriano Saleh SH menambahkan, saksi Arif Setyawan juga tidak mendengarkan pendapat dari Kepala Divisi (Kadiv) LPEI yang hadir sebagai saksi pada sidang pekan lalu yang menyatakan, proposal perjanjian yang diajukan ada masalah atau ada indikasi ada freud-nya. “Nah, tapi karena Direktur Pelaksana cuma hanya minta secara lisan, Direktur Pelaksana LPEI Arif Setiawan menyatakan, harus dibikin notulensi atau catatan,” ujar Apriano Saleh SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Sekarang pertanyaannya, siapa sih anak buah yang mau atau berani mengeluarkan pendapatnya? Tidak mungkin itu. Artinya, pendapat saksi Arif Setiawan dilempar saja ke Komite Pembiayaan,” ungkapnya.
Dijelaskannya, Komite Pembiayaan itu terdiri dari empat orang dan ada 2 (dua) orang di antaranya yang ditetapkan sebagai Tsk atau Tersangka oleh KPK yakni saksi Arif Setiawan dan saksi Dwi Wahyudi. “Kemudian, satu lagi Direktur yaitu Nagita Slawiye. Suka tidak suka pasti perjanjiannya di-acc (disetujui) karena ada dua orang itu (saksi Dwi Wahyudi dan saksi Arif Setiawan),” terangnya.
“Jadi kedua saksi tadi juga sudah diperiksa oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan juga sebagai tersangka di KPK,” paparnya.
Namun, sambungnya, sekarang posisi kedua saksi tersebut masih Pembebasan Bersyarat (PB). “Terakhir klien kami (terdakwa Newin Nugroho) mengatakan, saksi Arif Setiawan juga menawarkan pembiayaan hampir Rp2 triliun. Tapi saksi Arif Setiawan mengatakan, lupa. Lupa itu bukan berarti tidak pernah. Di fakta persidangan itu keluar. Tapi saksi Arif Setiawan mengatakan lupa. Artinya, ditanggapi oleh klien kami (terdakwa Newin Nugroho), saksi Arif Setiawan pernah menawarkan pembiayaan ke terdakwa Direktur PT Petro Energy Jimmy Masrin,” ucapnya.
“Terkait keterangan saksi terakhir Edi Winarto, ketika disampaikan untuk penambahan pembiayaan Rp2 triliun itu klien kami (terdakwa Newin Nugroho) langsung melaporkan ke pemilik PT Petro Energy, Jimmy Masrin,” tuturnya.
Untuk keterangan saksi Edi Winarto, imbuhnya, terkait proses peralihan utang atau cassey. “Harusnya kan PT Pada Idi punya direksi dan pemegang sahamnya salah satunya berdasarkan fakta persidangan sebelumnya dan salah satunya dijadikan saksi dalam perkara ini yakni Bintoro pemilik saham 25% dan ibu Dina. Dalam proses peralihan cassey itu, dua orang direksi tidak pernah ada tandatangan. Nah, tadi saya juga sudah melihat tandatangan di Akta yang diperlihatkan oleh jaksa, tandatangan dari Dirut PT Pada Idi yang baru yakni Jubilant Arda Harmidy. Pertanyaannya, apakah semua direksi menandatangani? Saksi Edi Winarto jawab tidak. Makanya, tidak ada tandatangan dua direksi ini. Intinya itu,” ujarnya.
Menurutnya, saksi yang dihadirkan di muka persidangan sebenarnya lebih berpengalaman. “Di saat tidak tahu itu karena sudah berpengalaman saja untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan selanjutnya, itu yang pertama. Kedua, harapan kami untuk terdakwa Newin Nugroho, artinya fakta persidangan terungkap siapa pelakunya. Keuntungan pinjaman yang hampir Rp1 triliun itu tidak dinikmati atau tidak ada transfer ke rekening terdakwa Newin Nugroho. Nah, terkait proposal pengajuan pinjaman yang diajukan oleh terdakwa Newin Nugroho selaku Presdir PT Petro Energy itu terkait proposal peminjaman modal untuk pengembangan usaha. Artinya, untuk pembelian solar dan lain sebagainya, bukan untuk mendapat pinjaman dari LPEI untuk membayar utang PT Petro Energy,” tegasnya.
“Mudah-mudahan fakta persidangan semakin terbuka. Artinya, saksi itu jujurlah biar bisa kita ketahui bersama, siapa pelaku utamanya dan siapa yang menikmati karena negara diposisikan uang negara lagi habis, begitu. Biar tahu lah,” tandasnya. (Murgap)
