Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH Nilai Ahli Audit Forensik Internal KPK Miftah Tidak Kredibel dan Kompeten
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH (pertama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Firman SH, di luar ruang Prof Dr Kusumah Atmaja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (02/10/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan 3 (tiga) terdakwa petinggi PT Angkutan Sungai Darat dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) yang didakwa merugikan negara Rp1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019 hingga 2022, di ruang Prof Dr Kusumah Atmaja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (02/10/2025).
Dalam dakwaannya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, beberapa waktu lalu.
Para terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono. “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025,” ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan, perbuatan ini dilakukan Ira Puspa Dewi dan kawan-kawan (dkk) bersama Adjie selaku Beneficial Owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto (Jo) Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jaksa mengatakan, perkara ini bermula dari skema kerja sama usaha (KSU) antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN pada 2019. Skema KSU itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.
Para terdakwa melakukan 2 (dua) keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU dengan PT JN. Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan KSU serta melakukan perjanjian KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN sebelum adanya persetujuan Dewan Komisaris.
“Juga tidak mempertimbangkan resiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun Vice President (VP), Manajemen Resiko dan Quality Assurance (QA),” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tapi ternyata substansi izin berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu. Para terdakwa juga disebut tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.
Jaksa menyebut, para terdakwa melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 (lima puluh tiga) unit kapal PT JN oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Para terdakwa juga disebut telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 (sembilan) kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.
“Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 (dua) unit kapal yang belum siap beroperasi yaitu Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 (dua belas) kapal milik PT JN dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai pemilik baru PT JN. Jaksa menambahkan, para terdakwa mengondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang serta memilih menggunakan Discount of Lack Marketability (DLOM) yang lebih rendah 20% kepada opsi DLOM 30% yang diusulkan KJPP SRR.
Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie selaku Beneficial Owner PT JN sebesar Rp1,25 triliun. Jaksa menerangkan, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT JN sebesar Rp892 miliar; pembayaran 11 (sebelas) kapal afiliasi PT JN sebesar Rp380 miliar; serta dari nilai bersih yang dibayar PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp1,272 triliun.
“Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT JN Group sebesar Rp1.253.431.651.169,” ujar jaksa
Agenda sidang hari ini, jaksa menghadirkan Ahli Audit Forensik internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Miftah untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono, Dr Soesilo Aribowo SH MH mengatakan, sebenarnya ia selaku Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, prihatin mengenai kondisi keahlian dari internal Audit Forensik KPK.
“Pertama, keterangan Ahli hanya berdasarkan pada Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diketahui pada awal dan itu sudah mengalami klarifikasi dan sudah dibantah semua. Menyebut dengan 8 (delapan) hingga 10 (sepuluh) PMH itu sudah selesai dan sudah dibantah semua dan itu menjadi acuan PMH bagi internal forensik ini,” ujar Dr Soesilo Aribowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kedua, sambungnya, internal forensik ini hanya membaca data dari Ahli yang kemarin dihadirkan oleh KPK yakni Ahli Perkapalan Wasis PhD terkait dengan perkapalan. “Ahli Audit Forensik ini langsung mengambil alih apa yang menjadi penilaian Ahli Perkapalan Wasis PhD dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu. Padahal, banyak sebenarnya klarifikasi yang sudah dilakukan, sehingga kalau keterangan Ahli Perkapalan Wasis PhD di-copy paiste (copas) diambil dan dihitung sebagai kerugian negara, kami sebagai Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, prihatin dengan keterangan Ahli Audit Forensik internal KPK, Miftah,” terang Dr Soesilo Aribowo SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
“Selain itu juga tadi, Ahli Miftah mengedepankan soal putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 31 tahun 2012. Sama sekali tidak pernah menyebut, bahwa putusan MK Nomor 31 tahun 2012 ada internal Audit Forensik yang boleh menghitung. Apalagi, di dalam Surat Edaran MA (SEMA) juga tidak ada, sehingga secara kompetensi, saya berpendapat Ahli Audit Forensik internal KPK Miftah, tidak kompeten,” terangnya.
Dijelaskannya, tadi juga disebut dan ditanyakan mengenai harus dideklarasi atau dinyatakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. “Jangankan dinyatakan oleh BPK RI, menghitungnya sendiri, menurut saya, Ahli Miftah tidak kompeten. Memang judulnya bukan perhitungan tapi Ahli Miftah hanya menganalisis. Tapi analisis itu tidak bisa digunakan untuk mendakwa seseorang sebagai orang yang telah memenuhi unsur kerugian keuangan negara,” jelasnya.
“Jadi hal-hal yang semacam ini dan ini kan belum selesai pertanyaan itu karena sidang masih diskors untuk istirahat sholat dan makan siang (ishoma). Setelah sidang dilanjutkan kembali usai ishoma, nanti teman-teman Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Fery (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, akan melanjutkan untuk bertanya soal itu kepada Ahli Miftah. Apakah 8 hingga 10 PMH sudah diklarifikasi oleh Ahli Miftah, sehingga mindset (pola pikir) seperti itu. Nanti satu persatu akan ditanya,” katanya.
Menurutnya, karena perhitungan Ahli Audit internal Forensik KPK Miftah tidak kompeten karena Ahli Miftah tidak punya sertifikasi kompetensi atau lisence (izin) untuk menghitung kerugian keuangan negara, sehingga tidak sah dan keterangan Ahli Miftah itu diambil dari data-data atau dokumen-dokumen yang dihitung oleh Ahli Perkapalan Wasis PhD dari ITS yang Ahli Perkapalan Wasis PhD dari ITS pun tidak punya sertifikasi. “Ilmu mungkin boleh ada tapi kan kalau tidak punya sertifikasi repot juga negara kalau seperti ini. Lalu hal-hal konsultan-konsultan yang mempunyai sertifikasi, buat apa? Jangan-jangan kemarin perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang otores tidak ada, sehingga di dihitung sendiri,” katanya.
Terkait hakim akan menghitung sendiri soal kerugian keuangan negara, sambungnya, itu aturan yang lama. “Saya sependapat tentang itu. Tapi sekarang putusan majelis hakim belum ada. Sekarang kita lagi mengacu kepada temuan-temuan dari kerugian negara yang berasal dari KPK,” paparnya.
Ia menilai keterangan Ahli Audit Forensik internal KPK Miftah tidak perlu dipertimbangkan. “Ahli Audit Forensik internal KPK Miftah, yang dihadirkan oleh jaksa KPK di muka persidangan, tidak kredibel,” tandasnya. (Murgap)