Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT BMM Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH Nilai Keterangan Ahli Auditor BPKP RI Khusnul Khotimah : “Seharusnya yang Bukan Diimpor Itu GKM Tapi GKP,” Menyesatkan
Agus Sudjatmoko SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor 9 perusahaan gula swasta yang didakwa merugikan keuangan negara Rp578.105.411.622,47 (Rp578 miliar) bersama-sama mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) 2015 hingga 2016, Thomas Trikasih Lembong dan mantan Mendag RI 2016 hingga 2019, Enggartiasto Lukita dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Berkah Manis Makmur (BMM), Hans Falita Utama, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (26/09/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyebut para terdakwa melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan mengajukan dan mendapatkan Persetujuan Impor (PI) Gula Kristal Mentah (GKM) dari Tom Lembong. “Total kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (19/06/2025).
Adapun 8 (delapan) nama pengusaha gula lainnya yang juga menjadi terdakwa adalah Dirut PT Angels Products, Tony Wijaya NG, Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan, Dirut PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat, Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca, Presiden Direktur (Presdir) PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat, Kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow, dan Direktur PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo. Jaksa menyebut mereka mengajukan PI kepada Tom Lembong dan Enggar ketika Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan Induk Koperasi Polisi Republik Indonesia (Inkopol) menjaga stok dan stabilisasi harga gula.
“Tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI,” ujar jaksa
PMH lainnya adalah mereka mengajukan PI GKM meskipun perusahaannya tidak berhak mengolah produk tersebut menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Sebab, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan produsen gula rafinasi.
Selain itu, jaksa juga mempersoalkan waktu importasi yang dilakukan para pengusaha gula. “Dilakukan pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi dan pemasukan atau realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling,” tutur jaksa.
Karena perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Agenda sidang hari ini, jaksa menghadirkan 2 (dua) Ahli Akuntansi dan Auditing dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) Khusnul Khotimah dan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Riau Erdianto untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM) Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH mengatakan, JPU menghadirkan dua Ahli yakni Erdianto selaku Ahli Hukum Pidana dan Khusnul Khotimah selaku Ahli Audit Kerugian Keuangan Negara dari BPKP RI. “Ahli Hukum Pidana Erdianto dari Universitas Riau menerangkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 dan Pasal 55 KUHP dan Pasal 65 dan 66 KUHP. Pasal 2 dan Pasal 3 itu terkait dengan PMH. Pasal 3 terkait Penyalahgunaan Kewenangan. Menurut Ahli Erdianto, Penyalahgunaan Kewenangan itu merupakan dari PMH selain PMH-PMH yang lain,” ujar Agus Sudjatmoko SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, sehingga kalau sesuatu itu bukan PMH, maka sudah pasti bukan Penyalahgunaan Kewenangan. “Makanya, bentuk dakwaannya itu tidak bisa primair dan subsidair. Karena kalau primair dan subsidair, primairnya Pasal 2 dan Subsidairnya Pasal 3, maka ketika JPU tidak dapat membuktikan primairnya, bahwasanya itu bukan PMH, maka subsidairnya tidak perlu disebutkan lagi. Karena kalau sudah bukan PMH, maka bukan lagi Penyalahgunaan Wewenang,” ungkap Agus Sudjatmoko SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
“Nah, kemudian terkait dengan berbarengan perbuatan dan perbuatan berlanjut, bahwasanya dalam dakwaan JPU ini kan menguraikan beberapa perbuatan pidana terkait kerjasama dengan PT PPI dan Inkopol katena ada perbuatannya perbuatan. Di dalam dakwaan JPU, tidak menyebutkan Pasal 55 dan 56 KUHP. Harusnya disebutkan tapi tidak disebutkan. Makanya, dakwaan seperti itu harusnya batal demi hukum,” ungkapnya.
Kemudian, sambungnya, untuk PMH itu harus memenuhi keutuhan klausal bukan sebab akibat dengan kerugian keuangan negara. “Jadi kerugian negara itu merupakan akibat dari PMH. Kalau misalnya ada PMH, tapi tidak memberikan akibat kerugian keuangan negara berarti tidak ada Tipikor, harus ada klausal,” tegasnya.
Sementara, sambungnya, berdasarkan keterangan Ahli Auditor dari BPKP RI Khusnul Khotimah, kerugian negaranya ada dua yakni kemahalan harga dan kekurangan Bea Masuk (BM). “Nah, kemahalan harga disebabkan karena adanya penyimpangan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PPI. Sementara, di dalam dakwaan JPU, PMH tentang penyimpangan atas RKAP itu tidak ada. Jadi tidak ada PMH terkait dengan RKAP. Padahal, yang menurut auditor, kemahalan harganya itu diakibatkan karena adanya penyimpangan atas RKAP. Sementara, hal itu tidak dianggap sebagai PMH. Jadi tidak ada tindak pidana. Itu point-pointnya,” terangnya.
Ahli Akuntansi dan Auditing dari BPKP RI Khusnul Khotimah ketika memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum terdakwa di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (26/09/2025). (Foto : Murgap Harahap)
“Terus terkait dengan keterangan Ahli Auditor BPKP RI Khusnul Khotimah menerangkan, ada kekurangan pembayaran BM. Ahli bilang, bahwasanya yang diimpor itu GKM. Menurut Ahli Khusnul Khotimah, seharusnya yang diimpor itu GKM. Menurut Ahli Khusnul Khotimah seharusnya yang bukan diimpor itu bukan GKM tapi GKP. Sementara, kesimpulan atau pendapat itu seharusnya GKP itu tidak ada dasar hukumnya,” ucapnya.
Pada sidang sebelumnya, imbuhnya, Ahli Kepabeanan mengatakan, di muka persidangan, tidak ada aturan yang mengatakan harus GKP. “Sementara, di dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) 28 Desember 2015 itu sudah disebutkan kesepakatannya yang diimpor itu adalah GKM. Jadi tidak ada larangan mengimpor GKM dalam rangka stabilisasi harga. Jadi dasar harus mengimpor GKP itu menyesatkan. Tidak ada dasar hukumnya, sehingga karena itu tidak berdasar, maka tidak bisa digunakan kerugian negara,” tuturnya.
Dijelaskannya, keterangan kedua Ahli ini sebenarnya bisa diuji terutama terkait kerugian keuangan negara itu banyak yang tidak berdasar, sehingga tidak bisa dipergunakan. “Sudah diuji dan tidak ada dasar hukumnya, sehingga sebenarnya pendapat Ahli Khusnul Khotimah itu tidak bisa dipergunakan. Bisa dikatakan tidak ada kerugian negara karena PT PPI (Persero) pun untung Rp33 miliar,” terangnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa (30/09/2025), JPU akan menghadirkan dua Ahli dan Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT BMM Hans Falita Utama direncanakan akan menghadirkan seorang Ahli untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. “Kita masih koordinasi terkait Ahli apa yang akan kita hadirkan. Yang jelas keterangan Ahli yang akan kita hadirkan bisa meruntuhkan atau menolak dakwaan jaksa dengan Ahli yang akan kita hadirkan,” ujarnya.
Ia mengharapkan dengan dihadirkannya Ahli untuk menerangkan, bahwasanya dakwaan JPU tidak berdasar. (Murgap)