Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT BMM Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH Pertanyakan Kenapa Kliennya Masih Ditahan, Dakwaan Jaksa Pasal 55 KUHP Disebutkan Tom Lembong Bersama-sama Terdakwa Lain
Agus Sudjatmoko SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor 9 perusahaan gula swasta yang didakwa merugikan keuangan negara Rp578.105.411.622,47 (Rp578 miliar) bersama-sama mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) 2015 hingga 2016, Thomas Trikasih Lembong dan mantan Mendag RI 2016 hingga 2019, Enggartiasto Lukita dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Berkah Manis Makmur (BMM), Hans Falita Utama, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (12/09/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyebut para terdakwa melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan mengajukan dan mendapatkan Persetujuan Impor (PI) Gula Kristal Mentah (GKM) dari Tom Lembong. “Total kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (19/06/2025).
Adapun 8 nama pengusaha gula lainnya yang juga menjadi terdakwa adalah Dirut PT Angels Products, Tony Wijaya NG, Direktur PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan, Dirut PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat, Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca, Presiden Direktur (Presdir) PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat, Kuasa Direksi PT Duta Sugar International, Hendrogiarto A Tiwow, dan Direktur PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo. Jaksa menyebut mereka mengajukan PI kepada Tom Lembong dan Enggar ketika Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan Induk Koperasi Polisi Republik Indonesia (Inkopol) menjaga stok dan stabilisasi harga gula.
“Tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI,” ujar jaksa
PMH lainnya adalah mereka mengajukan PI GKM meskipun perusahaannya tidak berhak mengolah produk tersebut menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Sebab, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan produsen gula rafinasi.
Selain itu, jaksa juga mempersoalkan waktu importasi yang dilakukan para pengusaha gula. “Dilakukan pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi dan pemasukan atau realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling,” tutur jaksa.
Karena perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Agenda sidang hari ini, jaksa menghadirkan 2 (dua) saksi yakni Wahyu Kuncoro selaku mantan Deputi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) RI dan Alvin selaku Owner PT Putra Banteng Sejahtera (PBS) yang beralamat di Sulwesi Selatan (Sulsel) selaku Distributor 2 (D2) gula untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM) Hans Falita Utama, Agus Sudjatmoko SH MH mengatakan, hari ini jaksa menghadirkan 2 (dua) saksi fakta yaitu Wahyu Kuncoro dan Alvin. “Saksi Wahyu Kuncoro sebenarnya saksi yang dulu pernah diperiksa. Cuma di tengah persidangan pas break (istirahat), saksi Wahyu Kuncoro izin pergi. Waktu itu masih jaksa yang berkesempatan bertanya. Kuasa Hukum dari terdakwa belum diberi kesempatan untuk bertanya. Jadi Wahyu Kuncoro hari ini dihadirkan lagi sebagai saksi dan majelis hakim memberikan kesempatan kepada tim Kuasa Hukum terdakwa untuk bertanya,” ujar Agus Sudjatmoko SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Saksi Wahyu Kuncoro adalah mantan Deputi di Kementerian BUMN RI. Tapi saksi Wahyu Kuncoro ini tidak membawahi bidang perdagangan tapi membawahi agro dan farmasi. Jadi membawahi bertanggung jawab terhadap BUMN yang bergerak di bidang pabrik gula seperti Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesa (RNI), itu tanggungjawab saksi Wahyu Kuncoro,” terang Agus Sudjatmoko SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Dikatakannya, PT PPI (Persero) bukan tanggung jawab Deputi Agro dan Farmasi tapi di bawah Deputi yang lain. “Jadi saksi Wahyu Kuncoro tidak ada kaitannya sebenarnya dengan PT PPI,” ungkapnya.
“Saksi Wahyu Kuncoro menerangkan, bahwasanya untuk PT PPI (Persero) itu sama perlakuannya dengan BUMN yang lain. Di dalam dakwaan jaksa, ada kerugian negara karena ada kemahalan harga. Menurut jaksa, PT PPI (Persero) membeli gula dari PT BMM GKP seharga Rp9.000 per Kilogram (Kg). Menurut jaksa seharusnya bukan Rp9.000 tapi Rp8.900, sehingga ada kemahalan harga sebesar Rl100 per Kg. Nah, dasar jaksa mengatakan, harusnya harganya Rp8.900 adalah penugasan PT PPI yang tahun 2015 dari Kementerian BUMN. Cuma jelas di situ, bahwasanya penugasan Menteri BUMN kepada PT BMM tahun 2015, dalam rangka untuk stabilisasi harga menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun 2015. Jadi khusus untuk tahun 2015. Sementara, penugasan untuk tahun 2016, dari Mendag RI. Jadi tidak ada kaitannya,” terangnya.
Jadi, sambungnya, untuk penugasan dari Mendag RI tahun 2016 tidak merujuk kepada Harga Pembelian Petani (HPP) gula Rp8.900. “Jadi HPP gula ke PT BMM Rp9.000 itu tidak bisa dibandingkan dengan harga yang tahun sebelumnya karena penugasan yang berbeda, itu yang pertama,” katanya.
“Kedua, banyak BUMN termasuk PT PPI (Persero) tiap tahun harus menyampaikan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP). Menurut jaksa, RKAP PT PPI (Persero) itu sudah menetapkan untuk tahun 2016, harga gula akan dibeli di harga Rp8.900. Nah, itu jaksa bilang begitu di RKAP-nya PT PPI (Persero) menyebutkan seperti itu,” ucapnya.
Nah, imbuhnya, saksi Wahyu Kuncoro menerangkan, bahwasanya RKAP itu harus disampaikan ke Menteri BUMN RI untuk dimintai pengesahan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum tahun berjalan. “Kalau RKAP tahun 2016, maka di akhir Oktober 2015, RKAP harus sudah disampaikan. Paling lambat 31 Oktober 2015 RKAP harus sudah disampaikan ke Menteri BUMN untuk dimintai pengesahan,” tuturnya.
“RKAP tahun 2016 harus disampaikan di Oktober 2015. Artinya, data-data yang menjadi dasar RKAP itu data-data di tahun 2015. Nah, sementara tahun 2015, masih merujuk kepada penugasan gula dari Menteri BUMN dengan harga Rp8.900 per Kg” jelasnya.
Ketika tahun berjalan di tahun 2016, imbuhnya, itu sudah beda penugasannya dari menteri yang berbeda dan tidak ada kaitannya dengan penugasan dari BUMN. “Dakwaan jaksa tentang selisih harga itu tidak bisa dibandingkan dengan harga Rp8.900 karena harga itu kesepakatan antar pihak. Itu yang keterangan dari saksi Wahyu Kuncoro. Kurang lebih seperti itu,” ungkapnya.
Ketiga, sambungnya, keterangan saksi Wahyu Kuncoro terkait dengan harga, bahwasanya HPP itu harga ketika membeli gula di petani. “Sementara, PT PPI (Persero) tidak beli gula ke petani tapi beli gula ke perusahaan atau ke produsen. Kan memang di Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 35 diatur HPP gula Rp8.900. HPP itu apa? Itu ada definisinya. Harga yang menjadi acuan untuk membeli gula dari petani. Itu HPP. Tapi HPP itu ketika membeli gula ke petani. Itu tidak bisa dipakai acuan ketika ada PT PPI (Persero) membeli gula dari produsen gula. Itu hal yang terpisah,” ujarnya.
“Saksi Alvin menerangkan, bukan distributor gula dengan BUMN. Tapi D2 gula yang membeli gula dari Distributor 1 (D1) gula. D1 gula membeli gula dari 3 (tiga) produsen gula yakni dari PT Angels Product, PDSU dan lainnya. Saksi Alvin tidak pernah membeli gula dari PT BMM. Jadi tidak ada kaitannya keterangan saksi Alvin dengan PT BMM. Cuma tadi saya bertanya kepada saksi Alvin pernah juga membeli gula dari PTPN XIV. Saksi Alvin membeli gula dari PTPN XIV melalui lelang. Jadi pihak yang ikut lelang semha distributor gula. Artinya, pabrik gula BUMN pun ketika jual, menjual gulanya pun ke distributor gula juga. Saya juga tanyakan kepada saksi Alvin dan menerangkan permah juga melakukan distribusi ketika mendapatkan penugasan dari Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Perum Bulog pun ketika mendapat penugasan untun melakukan Operasi Pasar (OP) itu juga harus melalui mekanisme distributor. Distribusinya semua melalui distributor. Maunya jaksa, penugasan itu disebutkan ada OP. OP dan Pasar Murah. Maka, dalam pikirannya jaksa, yang namanya OP, maka distributor gula harus melakukannya sendiri. Saya tanya kepada saksi Alvin, adakah lembaga yang bisa melakukan OP sendiri? Mana bisa Indonesia sekian pulau. Kemudian, harus ke sekian pasar, dari Aceh sampai ke Papua. Berapa pasar? Mana ada yang mampu melakukan OP sendiri. Perum Bulog pun tidak akan mampu,” pungkasnya.
Menurutnya, mau semua lembaga semisal Inkopol, Puskopol, BUMN seperti Perum Bulog maupun PT PPI (Persero) baik penugasan dari BUMN maupun dari Kemendag RI untuk melakukan OP itu semua tidak bisa melakukannya sendiri. “Itu mestinya melalui dalam jaringan distribusi. Tidak ada yang mampu melakukan OP. Jangankan melakukan OP dari Aceh hingga ke Papua, suruh melakukan OP di wilayah Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) saja tidak mungkin mampu,” urainya
“Harusnya penugasan OP. Kok ini malah jualnya ke distributor? Ya memang dari zaman Belanda seperti itu hingga sekarang lewat distributor. Tidak ada OP sendiri. Tidak mungkin ada jaringannya. Selevel Kodim, Danrem, melakukan OP gula saja tidak mungkin bisa. Polisi juga tidak bisa melakukan OP gula sendiri. Makanya, Inkopol, Puskopol, minta bantuan ke distributor gula untuk melakukan OP gula,” tegasnya.
Menurutnya, walaupun mereka punya jaringan sampai ke pelosok daerah di Indonesia untuk melakukan OP gula, tidak akan bisa. “Karena Sumber Daya Manusia (SDM) tidak mungkin bisa. Jadi tetap melibatkan elemen-elemen masyarakat seperti distributor. Tidak mungkin senidir mau butuh berapa SDM untuk sampai ke pasar. Jangankan se-Indonesia, se-Jabodetabek atau se-Jawa Tengah (Jateng) tidak mungkin bisa. Pikiran jaksa tidak realistis melakukan OP gula oleh BUMN tanpa melibatkan distributor gula. Intinya itu,” terangnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa (16/09/2025), jaksa mash menghadirkan saksi. “Dari keterangan saksi-saksi mengatakan, distribusi sudah benar, penugasan juga sudah benar, tidak ada kesalahan. Apalagi, mantan Mendag RI Thomas Triksih Lembong yang memberi penugasan. Thomas Trikasih Lembong sudah mendapatkan Abolisi dari Presiden RI. Abolisi itu apa? Abolisi adalah dibebaskan dan dinyatakan tidak bersalah. Abolisi itu dinyatakan tidak bersalah. Kalau yang memberikan penugasan itu dinyatakan tidak bersalah, orang awam mengatakan, saya ketemu teman, kok sidang impor gula masih jalan? Soal penangguhan penahanan kepada semua terdakwa itu kewenangan hakim. Kita cuma mengajukan permohonan putusannya ada pada hakim mau mengabulkan atau tidak,” tegasnya.
“Sebenarnya, penahanan itu tergantung putusan hakim. Putusan hakim kita harapkan klien kami (terdakwa Hans Falita Utama) harus bebas. Tom Lembong saja sudah bebas,” katanya.
Dahlil hukumnya, sambungnya, dakwaan jaksa terhadap kliennya, dakwaan pasal Primair dan Subsidair. “Dakwaan Primair itu Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 18 Jo Pasal 55 KUHP. Subsidair juga ada Pasal 55 itu didakwa Hans Falita Utama dan lain-lainnya bersama-sama dengan mantan Mendag RI Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI (Persero) Charles Sitorus. Jadi bersama-sama, satu kesatuan. Walaupun Abolisinya pribadi (hanya Tom Lembong yang menerima) cuma kok rangkaian peristiwa hukum yang ada didakwaan jaksa dan jaksa sendiri yang bilang Tom Lembong bersama-sama. Jadi satu rangkaian peristiwa hukum. Tidak bisa dipisahkan. Misalnya, Tom Lembong bebas tapi terdakwa lainnya tidak bebas karena ini sebuah rangkaian peristiwa hukum yang sama. Dakwaan jaksa di Pasal 55 itu dikatakan mantan Mendag RI Tom Lembong bersama-sama dengan terdakwa lain. Itu rangkaian peristiwa hukum. Walaupun hanya Mendag RI Tom Lembong sendiri yang mendapatkan Abolisi dari Presiden RI, tapi dakwaan jaksa sesuai Pasal 55 KUHP bersama-sama terdakwa lain. Kalau pelaku utamanya bebas, maka terdakwa lain juga bebas,” tandasnya. (Murgap)