Kuasa Hukum Terdakwa Pemilik EO GR Pro Gatot Arif Rahmadi (GAR), Misfuryadi Basrie SH Jelaskan Kliennya Hanya Dijadikan Korban dan Alat untuk Kumpulkan Uang Buat Mereka

Misfuryadi Basrie SH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara terdakwa pemilik Event Organizer (EO) Gerai Production (GR Pro) Gatot Arif Rahmadi (GAR) yang diduga melakukan penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota (Pemprov DKI) Jakarta yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bersama 2 (dua) terdakwa lainnya berinisial Iwan Henry Wardhana (IHW) dan terdakwa Mohamad Fairza Maulana (MHM) senilai Rp36,3 miliar, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (21/08/2025).

Dalam dakwaan jaksa, terdakwa IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta periode 2020 hingga 2024, terdakwa MFM selaku Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang (Kabid) Pemanfaatan, dan terdakwa GAR, diduga bersepakat untuk menggunakan tim EO miliknya dalam kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Disbud Provinsi DKI Jakarta. Terdakwa MFM dan terdakwa GAR diduga bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) guna pencairan dana kegiatan Pergelaran Seni dan Budaya.

Bahwa perbuatan terdakwa IHW, MFM, dan GAR bertentangan antara lain Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia (RI) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres RI Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kemudian, melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola. Pasal yang didakwakan untuk para terdakwa adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Jaksa meyakini terdakwa IHW menikmati uang korupsi dalam kasus ini sebesar Rp16,2 miliar. Sidang dakwaan IHW digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Selasa (17/06/2025).

Dua terdakwa lain yang diadili dalam kasus ini adalah MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan sejak 27 Juni 2023 hingga 5 Agustus 2024 dan Kabid Pemanfaatan sejak 5 Agustus 2024 hingga 31 Desember 2024 sekaligus sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Disbud Kebudayaan DKI Jakarta. Kemudian, terdakwa GAR selaku pemilik EO GR Pro sekaligus pelaksana kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT),

Pergelaran Seni Budaya Berbasis Komunitas (PSBB Komunitas) dan keikutsertaan mobil hias pada event Jakarnaval. Jaksa mengatakan, terdakwa IHW dan kawan kawan (dkk) diduga merekayasa bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran pada kegiatan PSBB Komunitas, PKT dan Jakarnaval.

Dalam dakwaannya, jaksa merincikan aliran uang yang dinikmati para terdakwa dan pihak lain dalam kasus ini adalah pertama, memperkaya terdakwa IHW sebesar Rp16.200.000.000, kedua, memperkaya terdakwa MFM sebesar Rp1.441.500.000.

Ketiga, memperkaya terdakwa GAR sebesar Rp13.520.345.212,6. Keempat, memperkaya saksi Imam Hadi Purnomo sebesar Rp150.000.000.

Kelima, memperkaya Cucu Rita Sary sebesar Rp150.000.000. Keenam, memperkaya Moch Nurdin sebesar Rp300.000.000, ketujuh, memperkaya Tonny Bako sebesar Rp50.000.000.

Kedelapan, memperkaya Feni Medina sebesar Rp100.000.000, kesembilan, memperkaya Ni Nengah Suartiasih sebesar Rp100.000.000 dan kesepuluh, digunakan untuk pemberian uang tahun baru, Tunjangan Hari Raya (THR), acara munggahan, kegiatan refreshing, uang saku dan pembelian bunga staf/pegawai di Bidang Pemanfaatan sebesar Rp4.307.199.844 sesuai dengan arahan terdakwa IHW dan MFM. Jaksa mengatakan, dugaan persengkongkolan ini bermula dari penyimpangan yang dilakukan pada kegiatan milad Bang Japar.

“Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PSBB Komunitas Tahun Anggaran (TA) 2022 sampai dengan 2024, terdakwa GAR bekerjasama dengan terdakwa MFM untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran yang sebenarnya, sehingga atas kelebihan pembayaran yang diperoleh dapat memenuhi kesepakatan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa IHW,” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan, terdakwa GAR selaku pemilik GR Pro terlebih dahulu menentukan data sanggar yang akan digunakan dan dimintakan persetujuan ke terdakwa MFM. Kemudian, membuat proposal seolah-olah dari pelaku seni atau sanggar, disposisi dan nota dinas dari Disbud Pemprov DKI Jakarta, surat permohonan dari Disbud Pemprov DKI Jakarta kepada sanggar, surat jawaban kesediaan dari sanggar, surat tugas dari Disbud Pemprov DKI Jakarta kepada pelaku seni atau sanggar, daftar hadir dan daftar honorarium serta bukti foto-foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan.

“Menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar fiktif atau sanggar yang dipinjam identitasnya dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran yang sebenarnya (mark-up),” ujar jaksa.

Selain bukti pembayaran yang dibuat fiktif dan di mark-up, jaksa mengatakan, terdakwa IHW dkk juga menyusun foto dokumentasi yang tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan melalui proses editing foto. Lalu, membuat bukti pembayaran sewa alat peraga kesenian (ondel-ondel) yang tidak sesuai dengan kenyataan.

“Menyusun bukti pembayaran berupa kwitansi dan invoice pemesanan nasi kotak, snack dan air mineral kepada Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta yang merupakan perusahaan catering milik terdakwa GAR, dengan cara seolah-olah pihak Disbud Pemprov DKI Jakarta dan melalui aplikasi e-order telah membuat pesanan belanja makan dan minuman kepada perusahaan katering Dulu Kala Catering dan Gerai Catering Jakarta,” kata jaksa.

“Namun pelaksanaannya, saksi GAR memesan nasi kotak, snack dan air mineral kepada vendor katering lain yaitu Arya Catering dengan nilai pemesanan sesuai perhitungan sebenarnya di lokasi acara yang lebih rendah dibandingkan nilai pemesanan melalui aplikasi e-order,” ungkap jaksa.

Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menyusun bukti pembayaran sewa peralatan acara yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan biaya riil yang dikeluarkan melalui perusahaan peralatan yang dipinjam identitasnya oleh terdakwa GAR. Kemudian, diserahkan datanya ke Disbud Pemprov DKI Jakarta untuk diproses seolah-olah telah mengikuti proses pengadaan langsung dan ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan sesuai arahan terdakwa MFM.

Jaksa mengatakan, penyimpangan juga dilakukan para terdakwa pada kegiatan PKT secara swakelola. Jaksa menuturkan, bukti pertanggung jawaban kegiatan itu juga diduga direkayasa dan dibuat fiktif

“Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PKT secara swakelola TA 2022 sampai dengan 2024, terdakwa MFM memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk merekayasa bukti-bukti pertanggung jawaban pengelolaan anggaran, dengan cara menambahkan komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar (fiktif) dan atau menaikkan pembayaran honorarium pelaku seni yang secara riil melaksanakan pentas melalui mark-up biaya pembayaran honorarium,” tutur jaksa.

Jaksa mengatakan, bukti pendukung lainnya seperti daftar hadir, biodata, dan dokumentasi foto kegiatan agar seolah-olah pelaku seni tampil dalam kegiatan PKT disiapkan oleh staf Bidang Pemanfaatan, sedangkan stempel kwitansi tanda terima, menggunakan stempel sanggar palsu. Terdakwa MFM juga disebut memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk membuat bukti pertanggung jawaban PKT Disbud DKI Jakarta secara swakelola atas komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar.

“Dengan menggunakan dokumen pelaku seni atau sanggar yang sebelumnya pernah digunakan untuk pertanggung jawaban kegiatan PKT yang lain atau dengan cara meminjam identitas pelaku seni,” papar jaksa.

Jaksa mengatakan, bukti pertanggung jawaban berupa pembayaran honorarium kepada pelaku seni fiktif yang telah di-mark-up juga digunakan untuk mencairkan anggaran kegiatan PKT secara swakelola Disbud Provinsi DKI Jakarta TA 2022 hingga 2024. Jaksa mengatakan, selisih pembayaran yang dikembalikan oleh pelaku seni dari pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PKT secara swakelola TA 2022 hingga 2024 digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa IHW, MFM dan Ni Nengah Suartiasih serta pejabat Disbud Pemprov DKI Jakarta lainnya.

“Bahwa selisih pembayaran tidak sah yang dikembalikan oleh pelaku seni baik kepada terdakwa GAR maupun kepada staf Disbud Pemprov DKI Jakarta sebagai akibat dari pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PSBB Komunitas, PKT, dan Jakarnaval TA 2022 hingga 2024 pada Disbud Pemprov DKI Jakarta dan Suku Dinas (Sudin) Kebudayaan digunakan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa IHW, MFM dan untuk terdakwa GAR sendiri serta pihak lain,” tutur jaksa.

Agenda sidang kali ini, jaksa menghadirkan 10 saksi Ni Nengah Suartiasih selaku Direktur Keuangan Disbud Pemprov DKI Jakarta, Violita, Pos Faldo, Audita, Ahmad dan Fasal selaku Tenaga Ahli (TA) Disbud Pemprov DKI Jakarta dan lainnya untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Di penghujung acara sidang ini, majelis hakim mempertanyakan kepada jaksa soal copy laporan hasil audit kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI apakah sudah bisa diberikan kepada tim Kuasa Hukum para terdakwa dan majelis hakim.

Dengan beritikad baik, jaksa menjawab copy laporan hasil audit kerugian negara dari BPKP RI akan diserahkan 3 (tiga) hari sebelum pihak jaksa menghadirkan Ahli dari BPKP RI kepada hakim dan tim Kuasa Hukum para terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa pemilik EO GR Pro Gatot Arif Rahmadi (GAR), Misfuryadi Basrie SH mengatakan, jaksa kalau memang tidak bisa memberkam hasil audit BPKP RI tentang kerugian negara, hakim akan memberikan the real (bukti nyata) yang dipegang nanti.

“Sudah ada niat baik jaksa memberikan hasil audit kerugian negara dari BPKP RI kepada tim Kuasa Hukum para terdakwa. Semakin ke sini kan semakin cepat waktunya. Sesudah itu, malah saksi-saksi harus yang berkualitas yang dihadirkan oleh jaksa. Jadi kalau saksi yang tidak mengetahui soal aliran dana dan segala macam kan susah nanti. Karena di sini yang terutama yang namanya korupsi keuangan negara itu kan harus ada aliran dananya kemana dan siapa yang salah dan ada alat buktinya,,” ujar Misfuryadi Basrie SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Dikatakannya, keterangan saksi Ni Nengah Suartiasih menyatakan, bahwa benar dia memberikan uang Rp500 juta itu langsung ke terdakwa Kadisbud Pemprov DKI Jakarta IHW, terdakwa Kabid Pemanfaatan MFM Rp350 juta dan saksi Ni Nengah Suartiasih diberikan uang Rp100 juta untuk tambahan uang pensiun. “Artinya saksi Ni Nengah Suartiasih dengan detailnya menyatakan, bahwa pertemuan penyerahan semua, bahwa uang lembarannya di kolam renang Cikini, Jakpus, di tas dan diambil langsung oleh terdakwa IHW dan disaksikan oleh terdakwa MFM itu artinya saya sebagai Kuasa Hukum terdakwa GAR, saya juga bilang, bahwa terdakwa GAR hanya sebagai alat dan korban,” jelas Misfuryadi Basrie SH dari kantor law firm Misfuryadi yang beralamat di Jatirahayu, Kompleks Televisi Republik Indonesia (TVRI), Jakarta ini.

“Terdakwa GAR mau cari duit dengan benar, akhirnya dibilang mau gak ini mau gak ini. Akhirnya, terdakwa GAR mau, tapi terdakwa GAR harus begini dan begitu. Akhirnya, terdakwa GAR begini begitu yang menyiapkan stempel semua itu kan ada di ruangan AA Rukanda,” paparnya.

Dikatakannya, itu sudah menjadi rahasia umum, bahwa mereka memang menciptakan suasana seperti itu. “Bahwa ada kegiatan kesenian yang berbasis komunitas, sehingga yang seharusnya dana yang terpakai misalnya untuk kegiatan itu Rp200 juta misalnya kan, tidak memark-up. Tapi mengganti komponen. Misalnya menambah grup band. Walaupun grup band itu tidak hadir hanya musiknya itu saja. Yang seperti itu sengaja dibuat masuk dan akhirnya uangnya itu dikembalikan lagi ke orang Disbud Pemprov DKI Jakarta oleh terdakwa GAR. Akhirnya, uang itu yang dibagi-bagi oleh mereka. Terdakwa GAR hanya sebagai alat dan korban,” ungkapnya.

“Terdakwa GAR tidak punya rumah dan tidak punya mobil. Anaknya pun masih kecil,” terangnya.

Ia menilai kesepuluh saksi bicara apa adanya dan seperti itu lah kejadiannya. “Terdakwa GAR bukan orang yang menciptakan perputaran uang di Disbud DKI Jakarta, bukan dia. Terdakwa GAR hanya sebagai alat. Disuruh naikan ya naikan. Disuruh terima uang terima dan dikembalikan lagi. Ditampung dan diberikan kepada saksi Ni Nengah Suartiasih dan dikumpulkan uangnya, lalu dibalikan lagi ke terdakwa Kadisbud Pemprov DKI Jakarta IHW dan Kabid Pemanfaatan serta lain-lain terima semua uangnya. Banyak pihak terima uangnya,” katanya.

Dalam sidang ini, saksi juga menyinggung nama Ibu Cucu. “Ibu Cucu itu menjabat sebagai Kabid Pemanfaatan Disbud Pemprov DKI Jakarta sebelum terdakwa MFM menjabat sebagai Kabid Pemanfaatan Disbud Pemprov DKI Jakarta yang baru dan yang mendapat amanat,” ucapnya.

“Terdakwa MFM sudah menyatakan, bahwa apa yang sudah ia terima itu sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sebagai alat bukti. Terdakwa GAR juga sudah menyatakan, kejadiannya memang seperti itu, bahwa yang menciptakan perputaran uang yang lebih-lebih itu orang Disbud Pemprov DKI Jakarta sendiri bukan terdakwa GAR,” tuturnya.

Ia mempertanyakan kalau SPJ itu dibuat oleh terdakwa GAR, 200 atau 500 SPJ, bisa cair tidak tanpa ada acc (persetujuan) dari Pemegang Anggaran (PA) dan Kuasa Pemegang Anggaran (KPA) Kadisbud Pemprov DKI Jakarta atau orang di bawah, jawabnya tidak bisa. “Terdakwa GAR sebagai korban dan alat untuk cari kumpulan uang buat mereka,” tandasnya. (Murgap)

Tags: