Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH : Apa yang Salah Terhadap Penilaian KJPP MBPRU Harga Rp2 T Akuisisi Saham PT JN Rp1,2 T
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH (tengah) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Firman SH (pertama dari kiri) dan lainnya, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (14/08/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan 3 (tiga) terdakwa petinggi PT Angkutan Sungai Darat dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) yang didakwa merugikan negara Rp1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019 hingga 2022, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (14/08/2025).
Dalam dakwaannya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, beberapa waktu lalu.
Para terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono. “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025,” ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan, perbuatan ini dilakukan Ira Puspa Dewi dan kawan-kawan (dkk) bersama Adjie selaku Beneficial Owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto (Jo) Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jaksa mengatakan, perkara ini bermula dari skema kerja sama usaha (KSU) antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN pada 2019. Skema KSU itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.
Para terdakwa melakukan 2 (dua) keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU dengan PT JN. Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan KSU serta melakukan perjanjian KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN sebelum adanya persetujuan Dewan Komisaris.
“Juga tidak mempertimbangkan resiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun Vice President (VP), Manajemen Resiko dan Quality Assurance (QA),” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tapi ternyata substansi izin berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu. Para terdakwa juga disebut tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.
Jaksa menyebut, para terdakwa melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 (lima puluh tiga) unit kapal PT JN oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Para terdakwa juga disebut telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 (sembilan) kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.
“Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 (dua) unit kapal yang belum siap beroperasi yaitu Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 (dua belas) kapal milik PT JN dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai pemilik baru PT JN. Jaksa menambahkan, para terdakwa mengondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang serta memilih menggunakan Discount of Lack Marketability (DLOM) yang lebih rendah 20% kepada opsi DLOM 30% yang diusulkan KJPP SRR.
Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie selaku Beneficial Owner PT JN sebesar Rp1,25 triliun. Jaksa menerangkan, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT JN sebesar Rp892 miliar; pembayaran 11 (sebelas) kapal afiliasi PT JN sebesar Rp380 miliar; serta dari nilai bersih yang dibayar PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp1,272 triliun.
“Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT JN Group sebesar Rp1.253.431.651.169,” ujar jaksa.
Pada sidang kali ini, jaksa menghadirkan 3 (tiga) saksi dari KJPP MBPRU yakni Hasyim, Koko dan Hendra Supianto untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, terdakwa mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Muhammad Yusuf Hadi dan terdakwa mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono, Dr Soesilo Aribowo SH MH mengatakan, keterangan ketiga saksi dari KJPP MBPRU boleh dikatakan penting kesaksiannya.
“Tapi mereka ini ada keterikatan dengan count of conduct (kode etik) dari masing-masing. Secara prinsip penilaian itu kan dilakukan oleh KJPP MBPRU sendiri. Ini kan mengarah sepertinya sesuai dakwaan jaksa, bahwa pembelian kapal PT JN ini terlalu mahal. Yang menjadi pemula mahal adalah dari hasil penilaian KJPP MBPRU, mahal,” ujar Dr Soesilo Aribowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Lalu pertanyaannya begini, kalau dari penilaian KJPP MBPRU ini terlalu mahal, para terdakwa ini salahnya apa ya? Para terdakwa tidak punya mensrea (niat jahat) sama sekali. Mereka tidak tahu karena itu kan dihasilkan dari kalkulasi dari penilaian beberapa konsultan. Tapi yang penting adalah ketika KJPP MBPRU itu menilai dengan harga Rp2 triliun lebih, yang terjadi akuisisi saham PT JN itu cuma Rp1,2 triliun. Artinya, akuisisi saham PT JN itu jauh lebih murah. Jadi apa yang salah terhadap penilaian KJPP MBPRU kalau melihat perkembangan tadi, kalau itu dikatakan salah, ketiga direksi terdakwa ini apa yang salah?” tanya Dr Soesilo Aribowo SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Menurutnya, ketiga terdakwa ini mempertimbangkan itu semua dan ini adalah salah satu alat yang digunakan untuk pertimbangan. “Jadi tidak mengikat sama sekali, itu yang pertama. Kedua, jangan salahkan angka KJPP MBPRU itu salah dan ketiga terdakwa juga ikut salah. Itu tidak benar konsep itu. KJPP MBPRU itu kan dari banyak konsultan. Dia hanya penilaian dari nilai aset bukan menilai harga saham. Nah yang dilakukan oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) adalah akuisisi saham PT JN,” ungkapnya.
“Salah satu bagian memang ada nilai aset tentu kan begitu. Tapi tidak mutlak. Katakanlah misalnya, terlalu mahal. Tapi kita punya argumentasi sendiri. Menurut kita, sudah sangat murah karena KJPP MBPRU ini menilai Rp2 triliun lebih, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) beli kapal harga Rp1,2 triliun bukan hanya aset,” paparnya.
Kesimpulannya, sambungnya, Rp1,2 triliun adalah harga yang termurah dan komitmen seperti kapal sudah tua dan sebagainya, kliennya tidak mengenal aturan seperti itu. “Sepanjang kapal itu layak melaut ya sudah. Tidak ada larangan seperti itu,” katanya.
Dijelaskannya, mengenai docking kapal itu adalah bagian dari negosiasi. “Katakanlah, ada salah satu kapal yang tua tapi ada salah satu kapal yang muda. Itu kan bagian dari negosiasi secara keseluruhan. Tidak bisa dong kita membeli saham yang jelek tidak usah dibeli. Itu bukan negosiasi namanya. Harus semuanya karena yang dibeli adalah PT-nya, saham bukan aset,” jelasnya.
“Pihak yang menunjuk KJPP MBPRU untuk penilaian adalah PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Tapi kan KJPP MBPRU itu punya kode etik, harus independen, obyektif dan transparan dalam memberikan penilaian,” ucapnya.
Ia mengatakan, KJPP MBPRU menilai aset saja Rp2 triliun lebih. “Tapi akuisisi saham PT JN termasuk aset yang dihitung itu cuma Rp1,2 triliun. Kalau perhitungan Rp1,2 triliun masih dianggap kemahalan, kemahalan dari apa?” tanyanya lagi.
“KJPP MBPRU menilai termasuk good will lintasan dia hitung dengan pendapatan. Kalau hanya nilai aset saja, rasanya jadi tidak benar ini. Kan harus dinilai trayeknya,” tegasnya.
Menurutnya, kalau lintasannya yang surplus, penghasilannya juga tinggi. “KJPP MBPRU punya lisence (izin). Lisencenya harus dinilai. Apalagi, sekarang sudah moratorium (pemberhentian sementara) tidak bisa lagi mengeluarkan ketika itu izin baru. Moratorium izin,” terangnya.
“Terkait International Maritime Organization (IMO), mulai keluar data tahun 2005. Mengenai penilaian-penilaian aset dan lainnya itu tahun 2005. Sementara, kewajiban berpedoman kepada IMO itu kan tidak ada. Hanya Maritime and Port Authority (MAPI) mengeluarkan buku pedoman untuk penilaian aset tahun 2024. Jadi sudah dihitung 2021 itu belum ada,” tuturnya.
Dalam persidangan ini, Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa memperlihatkan judul berita KM Jembatan Musi II kandas yang terjadi beberapa waktu silam. “Sebenarnya, KM Jembatan Musi II itu tidak tenggelam itu kan kandas. Istilah kandas dan tenggelam itu berbeda. Kandas itu KM menabrak karang baru bisa dikatakan kandas atau kapal itu berlayar di wilayah laut yang ada batu karang. Kemudian, kapal kandas itu dievakuasi dan diperbaiki dan bisa jalan lagi kapalnya. Bukan karena kapalnya hilang lalu dikatakan kapal rongsokan, tidak bisa dong. Kandas kapal itu terjadi pada tahun 2021,” tandasnya. (Murgap)