Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH Terangkan Ada yang Namanya Non Disclosure Agreement (NDA) Dalam Metode Akuisisi Saham PT JN

Dr Soesilo Aribowo SH MH

Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan 3 (tiga) terdakwa petinggi PT Angkutan Sungai Darat dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) yang didakwa merugikan negara Rp1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019 hingga 2022, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (31/07/2025).

Dalam dakwaannya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (10/07/2025).

Para terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono. “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025,” ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan, perbuatan ini dilakukan Ira Puspa Dewi dan kawan-kawan (dkk) bersama Adjie selaku Beneficial Owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto (Jo) Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jaksa mengatakan, perkara ini bermula dari skema kerja sama usaha (KSU) antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN pada 2019. Skema KSU itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.

Para terdakwa melakukan 2 (dua) keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU dengan PT JN. Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan KSU serta melakukan perjanjian KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN sebelum adanya persetujuan Dewan Komisaris.

“Juga tidak mempertimbangkan resiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun Vice President (VP), Manajemen Resiko, dan Quality Assurance (QA),” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan, para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tapi ternyata substansi izin berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu. Para terdakwa juga disebut tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.

Jaksa menyebut, para terdakwa melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 (lima puluh tiga) unit kapal PT JN oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Para terdakwa juga disebut telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 (sembilan) kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.

“Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 (dua) unit kapal yang belum siap beroperasi yaitu Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan, para terdakwa melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 (dua belas) kapal milik PT JN dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai pemilik baru PT JN. Jaksa menambahkan, para terdakwa mengondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang serta memilih menggunakan Discount of Lack Marketability (DLOM) yang lebih rendah 20% kepada opsi DLOM 30% yang diusulkan KJPP SRR.

Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie selaku Beneficial Owner PT JN sebesar Rp1,25 triliun. Jaksa menerangkan, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT JN sebesar Rp892 miliar; pembayaran 11 (sebelas) kapal afiliasi PT JN sebesar Rp380 miliar; serta dari nilai bersih yang dibayar PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp1,272 triliun.

“Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT JN Group sebesar Rp1.253.431.651.169,” ujar jaksa.

Pada sidang kali ini, jaksa menghadirkan 3 (tiga) saksi yakni Evi selaku VP Hukum PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Lilis dan Farid selaku Admin di PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Dalam persidangan ini, ketiga saksi menerangkan tentang akuisisi pembelian saham PT JN pada 2019 hingga 2022 oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).

Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, terdakwa mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Muhammad Yusuf Hadi dan terdakwa mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono, Dr Soesilo Aribowo SH MH mengatakan, mengenai akuisisi dalam metode-metode akuisisi, apalagi perusahaan-perusahaan terbuka, memang tidak ada kewajiban antara penjual saham itu datanya diberikan langsung kepada pembeli.

“Tapi penjual saham itu harus menunjuk pihak ketiga untuk kerahasiaan. Ada yang namanya Non Disclosure Agreement (NDA) yaitu tidak boleh menyebarluaskan data tanpa seizin pihak penjual,” ujar Dr Soesilo Aribowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.

Oleh karena itu, sambungnya, ketika pembeli saham mau melihat dokumen kapal harus izin penjual melalui orang tengah. “Jadi tidak bisa langsung. Pertanyaan kenapa tidak langsung saja penjual ketemu dengan pembeli? Memang kalau akuisisi seperti itu. Kalau dibuka datanya semua, kemudian ada menyebar luas ke mana-mana, maka itu sangat berbahaya bagi penjual,”” terang Dr Soesilo Aribowo SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.

“NDA itu yang membuat kedua belah pihak, si penjual dan si pembeli dan menunjuk pihak ketiga,” katanya.

Dijelaskannya, terkait Keputusan Direksi (KD) 236 dan KD 237 itu sama saja dengan NDA. “Cuma dibagi, hal-hal yang sifatnya pengecualian diganti pasal Perjanjian Keeja Sama (PKS) di bawahnya. Tapi pengaturannya sama saja. Jadi diserahkan kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero),” ucapnya.

Ia menilai keterangan ketiga saksi sangat meringankan bagi kliennya. “Pertanyaan-pertanyaan itu banyak hal-hal yang hanya perlu penjelasan sebenarnya. Tidak perlu diperdebatkan. Itu hanya perlu penjelasan-penjelasan biasa,” tuturnya.

Disebutkannya, NDA itu mulai ada ketika ada akuisisi pembelian saham PT JN pada 2022 oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). “Terkait akuisisi ini juga dikawal oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan Jaksa Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamda TUN) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan  (BPKP) RI,” tandasnya.

Agenda sidang selanjutnya, masih pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh jaksa KPK. (Murgap)

Tags: