Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dkk, Dr Soesilo Aribowo SH MH : 2 Surat Nota Dinas Gunakan Tanda Tangan dan Cap Basah Maupun TTE Barcode Itu Sah
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, terdakwa mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Muhammad Yusuf Hadi dan terdakwa mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono, Dr Soesilo Aribowo SH MH (keempat dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Iksan SH (ketiga dari kanan) dan Firman SH (kelima dari kanan) dan lainnya, di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (24/07/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan 3 (tiga) terdakwa petinggi PT Angkutan Sungai Darat dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) yang didakwa merugikan negara Rp1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019 hingga 2022, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (24/07/2025).
Dalam dakwaannya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (10/07/2025).
Para terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP
Indonesia Ferry (Persero)
Ira Puspa Dewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono. “Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.253.431.651.169 berdasarkan laporan penghitungan kerugian keuangan negara LHA-AF-08-DNA-05-2025 tanggal 28 Mei 2025,” ujar jaksa KPK Wahyu Dwi Oktavianto saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan, perbuatan ini dilakukan Ira Puspa Dewi dan kawan-kawan (dkk) bersama Adjie selaku Beneficial Owner PT JN. Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto (Jo) Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jaksa mengatakan, perkara ini bermula dari skema kerja sama usaha (KSU) antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN pada 2019. Skema KSU itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.
Para terdakwa melakukan 2 (dua) keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU dengan PT JN. Jaksa mengatakan, para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan KSU serta melakukan perjanjian KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan PT JN sebelum adanya persetujuan Dewan Komisaris.
“Juga tidak mempertimbangkan resiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun Vice President (VP), Manajemen Resiko, dan Quality Assurance (QA),” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tapi ternyata substansi izin berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu. Para terdakwa juga disebut tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.
Jaksa menyebut, para terdakwa melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 (lima puluh tiga) unit kapal PT JN oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). Para terdakwa juga disebut telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 (sembilan) kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.
“Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 (dua) unit kapal yang belum siap beroperasi yaitu Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 (dua belas) kapal milik PT JN dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021 kepada PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai pemilik baru PT JN. Jaksa menambahkan, para terdakwa mengondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan Rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang serta memilih menggunakan Discount of Lack Marketability (DLOM) yang lebih rendah 20% kepada opsi DLOM 30% yang diusulkan KJPP SRR.
Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya Adjie selaku Beneficial Owner PT JN sebesar Rp1,25 triliun. Jaksa menerangkan, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT JN sebesar Rp892 miliar; pembayaran 11 (sebelas) kapal afiliasi PT JN sebesar Rp380 miliar; serta dari nilai bersih yang dibayar PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp1,272 triliun.
“Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT Jembatan Nusantara Group sebesar Rp1.253.431.651.169,” ujar jaksa.
Pada sidang kali ini, jaksa menghadirkan 2 (dua) saksi yakni Wins Antariksa selaku mantan Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan Imelda selaku Sekretaris Perusahaan (Sekper) PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Dalam persidangan ini kedua saksi menerangkan adanya 2 (dua) surat Nota Dinas yang dikeluarkan oleh Direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) kepada bawahan, surat Nota Dinas pertama yang dikeluarkan pada Agustus ditulis dengan angka IX serta ditanda tangani oleh Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi dan diberi cap basah PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan satu surat Nota Dinas lainnya di bulan Agustus, ditulis dengan angka 8 (delapan) serta ditanda tangani elektronik (TTE) berupa barcode.
Di dalam persidangan ini juga terungkap adanya Pakta Integritas ditandatangani oleh 6 (enam) Direktur PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspa Dewi, terdakwa mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Muhammad Yusuf Hadi dan terdakwa mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Harry Muhammad Adhi Caksono, Dr Soesilo Aribowo SH MH mengatakan, kedua saksi ketika ditanya seperti orang linglung.
“Contoh misalnya, dengan segala maaf saya kepada saksi Wins Antariksa selaku mantan Direktur SDM PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dengan jawaban seperti itu kualifikasinya bukan seperti seorang direktur. Ketika ditanya ini saksi menjawab lupa dan tidak tahu. Menurut saya, keterangan saksi Wins Antariksa sangat memprihatinkan sekali,” ujar Dr Soesilo Aribowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kemudian, sambungnya, terkait adanya dua surat Nota Dinas yang pakai TTE itu dari Direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) ke bawah. “Sementara, surat Nota Dinas keluar belum. Tadi juga dipaparkan juga surat Nota Dinas yang keluar pada Agustus yang juga diajukan pakai tanda tangan basah kepada Menteri BUMN atau kepada Komisaris. Surat Nota Dinas yang untuk internal sudah. Jadi dalam proses atau dalam perjalanan,” terang Dr Soesilo Aribowo SH MH dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo (KHSA) yang beralamat di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Ia menerangkan, kedua surat Nota Dinas tersebut yang mengeluarkan adalah PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). “Itu sah-sah saja, itu yang pertama. Kedua, terkait paraf yang ditulis secara manual, itu tidak bisa kita menjustifikasi, bahwa surat Nota Dinas itu palsu, tidak bisa. Itu mungkin salah ketik. Bukan suatu kesengajaan. Kalau suatu kesengajaan itu harus dibuktikan dengan Laboratorium Kriminal (Lab Krim), benar atau tidak paraf tersebut,” ungkapnya.
“Tidak bisa kita menjustifikasi, bahwa dua surat Nota Dinas tersebut palsu,” tegasnya.
Ketiga, imbuhnya, tanda tangan saksi Wins Antariksa juga tidak mengakui mengenai tanda tangan dalam bentuk otentifikasi. “Tapi harus diingat, ini pidana. Tidak harus pembuktian itu secara formal, kemudian seperti di perdata. Sepanjang itu para pihak mengakui, ya sudah. Mereka tanda tangan pada saat itu. Soal sendiri mereka tidak mengakui, hanya dia. Toh saksi Wins Antariksa sudah disumpah,” katanya
“Terkait angka IX di surat Nota Dinas, itu kesalahan ketik atau kesalahan tulis (typo), bisa juga. Tidak bisa menjustifikasi untuk menjadi palsu atau tidak menjadi tidak sah suratnya itu karena tanda tangannya basah,” ungkapnya.
Ia menerangkan, surat Nota Dinas dari PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang dikirim ke Menteri BUMN RI yang bertanda tangan basah dan capnya pun stempel basah. Ketika wartawan mempertanyakan apakah dakwaan jaksa diduga adanya upaya kriminalisasi terhadap kliennya atau tidak, Dr Soesilo Aribowo SH MH menjawab dirinya tidak bisa mengatakan, dakwaan jaksa itu bentuk kriminalisasi atau tidak.
“Tapi marilah kita menilai bersama-sama yang dipersalahkan oleh jaksa ini kesalahan apa? Itu yang pertama. Kedua, bentuknya apakah administrasi atau pidana atau kesalahan yang memang ada sanksi pidananya? Jangan dikatakan, bahwa ketika terjadi kesalahan Anggaran Dasar (AD), keputusan dari direksi walaupun itu merugikan keuangan negara, itu belum tentu masuk ke wilayah Tipikor. Ini mesti dipahami bersama-sama,” terangnya.
Menurutnya, kasihan para terdakwa sudah ditahan berbulan-bulan dengan dugaan kesalahan kebijakan yang sampai sekarang pihaknya tidak melihat ada satu kesalahan. “Kerugian negara belum dibahas. Ini soal Perbuatan Melawan Hukum (PMH) apa? Kalau soal kebijakan tidak bisa dong disalahkan. Soal KSU itu ada perjanjiannya,” paparnya.
Ia menilai PMH belum ada dalam perkara kliennya ini. “Sangat disayangkan keterangan saksi mantan Direktur SDM PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Wins Antariksa lupa dan tidak ingat. Saya tidak tahu keterangan saksi itu benar atau tidak,” tandasnya. (Murgap)