Kuasa Hukum Terdakwa Dirut PT IIM Ekiawan Heri Primaryanto, Bryan Roberto Mahulae SH MH Tegaskan Tidak Mungkin PT IIM yang Sudah Jadi Mitra Investasi PT Taspen (Persero) Sejak 2008 Rugikan Negara
Bryan Roberto Mahulae SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk ke-5 (lima) kalinya perkara Tipikor dugaan investasi fiktif di PT Tabungan Simpanan Pensiun (Taspen) dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus Kosasih dan Dirut PT Insight Investment Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto yang didakwa oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merugikan negara hingga Rp 1 triliun, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (21/07/2025).
Sidang dakwaan terdakwa Dirut PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus Kosasih digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (27/05/2025). Selain terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, jaksa KPK juga membacakan surat dakwaan untuk terdakwa lainnya yakni eks Dirut PT IIM Ekiawan Heri Primaryanto.
“Bahwa perbuatan melawan hukum (PMH) terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih bersama-sama terdakwa Ekiawan Heri Primaryanto telah mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Taspen sebesar Rp1 triliun atau setidak-tidaknya jumlah tersebut berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI),” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan, terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih melakukan investasi pada reksa dana I-Next G2 dari portofolio PT Taspen tanpa didukung hasil analisis investasi. Perbuatan ini dilakukan terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih bersama Ekiawan.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu melakukan investasi pada reksa dana I-Next G2 untuk mengeluarkan Sukuk Ijarah TPS Food 2 tahun 2016, selanjutnya disebut Sukuk SIA-ISA 02, yang default dari portofolio PT Taspen (Persero) tanpa didukung rekomendasi hasil analisis investasi,” kata jaksa.
Jaksa mengatakan, terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih juga menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen (Persero) untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi reksa dana I-Next G2 tersebut. Jaksa mengatakan, pengelolaan investasi itu dilakukan secara tidak profesional.
“Merevisi dan menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen (Persero) dengan mengatur mekanisme konversi aset investasi untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi reksa dana I-Next G2 bersama-sama dengan terdakwa Ekiawan Heri Primaryanto yang melakukan pengelolaan investasi reksa dana I-Next G2 secara tidak profesional,” terang jaksa.
Jaksa mengatakan, perbuatan ini turut memperkaya terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih senilai Rp28.455.791.623. Kemudian, USD127.037, SGD 283 ribu, 10 ribu Euro, 1.470 Baht Thailand, 20 Pound Sterling, 128 ribu Yen, HKD 500 dan 1.262.000 Won Korea.
Jika ditotal, terdakwa
Antonius Nicholas Stephanus Kosasih diduga memperkaya diri sendiri sekitar Rp34 miliar. Terdakwa Antonius Nicholas Stephanus
Kosasih menggunakan uang itu untuk membeli sejumlah mobil.
Salah satunya yakni Honda CRV senilai Rp503,7 juta atas nama anak terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, Callista Madona Kosasih dan Ashley Kirsten Kosasih. Selain itu, terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih juga membeli sejumlah apartemen bernilai miliaran rupiah.
Total ada 11 (sebelas) apartemen. “Rinciannya, pembelian 4 (empat) unit apartemen di Project The Smith Rp10,7 miliar, 2 (dus) unit apartemen Spring Wood seharga Rp5 miliar, pembelian 4 unit Sky House Alam Sutra Rp5,07 miliar, 1 (satu) unit Apartemen Belezza Permata Hijau Tower Versailles Lantai 21 FS 2103 seharga Rp2 miliar,” ungkap jaksa.
Berikutnya, sambung jaksa, pembelian 3 (tiga) bidang tanah di Jelupang, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten atas nama Theresia Mela Yunita dengan luas masing-masing 178 meter persegi (m2), luas 122 m2, dan luas 174 m2. “Total harga ketiga bidang tanah itu sebesar Rp4 miliar,” terang jaksa.
Selain itu, jaksa mengatakan, terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih juga menyimpan uang itu di rumah dinasnya di Menteng, Jakpus. Terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih menyimpannya dalam safe deposit box (SDB) dan apartemen yang ditemukan penyidik KPK saat penggeledahan.
Jaksa mengatakan, perbuatan ini juga memperkaya terdakwa Ekiawan sebesar USD242.390 dan Patar Sitanggang sebesar Rp200 juta. Selain itu, sejumlah korporasi ikut diperkaya dalam kasus ini.
“Memperkaya korporasi yaitu memperkaya PT IIM sebesar Rp44.207.902.471. Memperkaya PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp2.465.488.054. Memperkaya PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp108 juta. Memperkaya PT Sinar Mas Sekuritas sebesar Rp40 juta. Memperkaya PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF) sebesar Rp150 miliar,” urai jaksa.
Terdakwa Antonius Nicholas Stephanus
Kosasih dan Ekiawan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum P.idana (KUHP). Agenda sidang pada hari ini, jaksa KPK menghadirkan 3 saksi yakni Hendra, Gunawan dan Hermansyah yang berasal dari PT Taspen (Persero) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum dari kedua terdakwa
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto, Bryan Roberto Mahulae SH MH mengatakan, tiga saksi yang dihadirkan hari ini oleh jaksa KPK berasal dari PT Taspen (Persero). “Kalau berdasarkan keterangan ketiga saksi tadi di muka persidangan, memang kita banyak melihat ketidakkonsistenan. Banyak hal-hal yang diterangkan oleh ketiga saksi itu hanya dituliskan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) berdasarkan notulensi meeting (rapat),” ujar Bryan Roberto Mahulae SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Jadi ketika kita konfrontir dan kita tanya di muka persidangan, ketiga saksi keterangannya banyak tidak tahunya. Padahal, ketika di BAP, seakan-akan paling tahu. Ternyata, itu adalah menyalin dari notulensi rapat direksi itu sendiri,” terang Bryan Roberto Mahulae SH MH dari kantor law firm Gani Djemat and Partners yang beralamat di Equity Tower, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Dijelaskannya, khusus untuk keterangan saksi Gunawan tadi juga disampaikan, bahwa di dalam rapat direksi itu, sebenarnya dari dalam PT Taspen (Persero) sendiri, saksi Gunawan menyampaikan, bahwa seharusnya di tempatkan di reksa dana pendapatan tetap. “Cuma tadi sudah dikonfrontir itu adalah pendapatnya saksi Gunawan yang dia sendiri tidak tahu terkait investasi. Saksi Gunawan juga tidak mengerti, bahwa di reksa dana pendapatan tetap juga itu komposisinya sama dengan reksa dana campuran. Hanya kalau campuran, bedanya saham sewaktu-waktu bisa masuk. Jadi kalau kita rasa keterangan-keterangan tiga saksi tadi yang dihadirkan oleh jaksa, kita bisa melihat keterangannya ketidakkonsistenan,” ungkapnya.
“Ketiga saksi ini bukan di bagian saham di PT Taspen (Persero). Saksi ada yang dari Direktur Operasional, satu saksi ada yang di Manajemen Resiko dan satu saksi lagi di Sekretaris Perusahaan (Sekper) PT Taspen (Persero). Mereka memang tidak tahu tapi saksi Gunawan sendiri di bagian Manajemen Resiko mengatakan, bahwa harusnya dimasukan ke reksa dana pendapatan tetap. Padahal, saksi Gunawan tidak mengetahui komposisi reksa dana tetap sama campuran itu bisa sama,” terangnya.
Ia menambahkan, sebelum keterangan ketiga saksi ini, pihaknya juga melakukan pemeriksaan 6 (enam) saksi pada sidang sebelumnya, pekan lalu. “Sidang minggu lalu, karena berbagai macam potongan waktu dari majelis hakim juga. Akhirnya, kita memutuskan untuk dipindahkan pada hari ini khusus pertanyaan dari Kuasa Hukum terdakwa. Nah, dari beberapa pertanyaan Kuasa Hukum terdakwa itu sendiri, bisa terlihat jelas, bahwa PT IIM itu sendiri dipilih bukan karena ada embel-embel lain tapi karena kriteria yang ditetapkan oleh PT Taspen (Persero) itu sendiri, PT IIM sudah masuk. Termasuk 20 besar. Rangking Manajemen Investasi yang performanya baik di Indonesia dan Asset Under Management (AUM) yang tinggi hingga mencapai Rp15 triliun, AUM yang dikelola oleh PT IIM sebagai Manajemen Investasi, itu yang terbukti,” jelasnya.
“Nah, sekarang, permasalahannya adalah apakah jaksa bisa membuktikan adanya PMH yang diduga dilakukan oleh terdakwa Ekiawan selaku Dirut PT IIM yang bergerak di bidang Manajemen Investasi yang salah satu bentuk usahanya adalah mengelola investasi tadi,” paparnya.
Dikatakannya, kerja sama PT IIM dengan PT Taspen (Persero), seperti yang disampaikan oleh saksi, itu sudah menjadi mitra investasi. “Artinya, dari tahun 2005 hingga disampaikan oleh saksi Patar Sitanggang, pada sidang pekan lalu, sejak tahun 2008 sejak saksi Patar Sitanggang masuk di PT Taspen (Persero), PT IIM sudah bekerjasama dan telah menjadi mitra investasi. Tidak mungkin dong,secara logika begini, satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) punya mitra, tapi mitra itu tidak menguntungkan perusahaan BUMN itu, tidak mungkin. Hampir belasan tahun hingga hari ini mau masuk hingga 20 (dua puluh) tahun kerjasamanya. Sekarang masih berjalan kerjasamanya. Tidak cuma reksa dana I-Next G2 yang dikelola PT IIM yang PT Taspen (Persero) masuk di situ sebagai pemegang penyertaan. Ada I Harge dan lain-lain. Faktanya, masih berjalan hingga sekarang dan beberapa juga sudah ada yang direview,” urainya.
“Artinya apa? Ini bukan hanya memberikan keuntungan buat PT IIM yang mungkin di dalamnya terdapat namanya Manajer Investasi fee atau fee pengelolaan. Itu diatur di dalam ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dan kontrak invetasi kolektif sendiri lah sebagai reksa dana. Hanya saja ini juga memberikan keuntungan buat PT Taspen (Persero) sendiri yang dananya dikelola untuk investasi saham, deposito dan lain-lain. Jadi sebenarnya, kita masih mencari nih ke mana jaksa mengarahkan, bahwa adanya PMH yang diduga dilakukan oleh terdakwa Ekiawan di dalam kasus ini,” paparnya.
Terkait dakwaan jaksa tentang kerugian negara, sambungnya, jaksa menyampaikan kerugian negara mencapai Rp1 triliun pada perkara ini. “Tapi yang harus diketahui, bahwa PT Taspen (Persero) sendiri terkait Ijarah yang dia miliki di tahun 2018 yang sudah masuk ke Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) itu sudah dibeli oleh PT Sinar Emas selaku broker. Terkait dengan dugaan kerugian negara yang didakwakan oleh jaksa, perlu diketahui pada tahun 2019 kita tidak akan pernah tahu pada tahun 2020 itu ada pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Posisinya harusnya ditarik dulu ke sana. Oke proyeksi tiga atau empat tahun akan kembali setelah PT Taspen (Persero) subscribe Rp1 triliun. Tapi kan ada Covid-19, itu yang pertama. Kedua, paling fundamental adalah hingga kini, PT Taspen (Persero) masih sebagai unit penyertaan yang nilai AUM atau Nilai Aktiva Bersih (NAB) saat ini per Juni 2025, itu Rp860 miliar. Artinya, Rp860 miliar, yang di dalamnya di reksa dana sebagai unit penyertaan, hitungannya per unit, itu masih dikelola oleh PT IIM dan dipegang oleh bank kustodian (bank garansi). Artinya, tidak mungkin ketika PT Taspen (Persero) melakukan investasi Rp1 triliun sekonyong-konyong PT IIM kelola dana Rp1 triliun, bukan. Tapi ada bank kustodian di dalamnya. Bank garansi itu yang akan mengawasi,” tegasnya.
Dijelaskannya, kalau nanti PT IIM misalnya, ada hal-hal yang tidak baik untuk dilakukan, bank kustodian lah yang akan melaporkan ke OJK. “Faktanya, itu tidak pernah dilakukan oleh bank kustodian. Jadi murni, bahwa apa yang tadi terungkap di muka persidangan, uang Rp1 triliun itu sempat turun karena menyerap I-Next G2 di PT Taspen (Persero), itu yang pertama. Kedua, terjadi pandemi Covid-19. Ketiga, sekarang sudah naik mencapai Rp860 miliar. Jadi dengan ada perkara ini, mohon maaf harus saya sampaikan, PT IIM terganggu usahanya. Kan ini mau mengembalikan nih tertunda selama dua tahun karena Covid-19. Ini mau dikembalikan oleh PT IIM sudah naik mencapai Rp1 triliun lagi, kupon dan lain-lain atau keuntungan dan lain-lain” ucapnya.
“Dengan keterangan saksi yang sempat tertunda pada sidang sebelumnya, saya sempat highlight juga fakta yang baik buat PT IIM sendiri, baik dari keterangan saksi Patar Sitanggang, pada tahun 2008 masuk ke PT Taspen (Persero(, PT IIM sudah bermitra dengan PT Taspen (Persero), secara logika BUMN tidak mungkin bermitra dengan perusahaan yang merugikan BUMN itu sendiri,” tuturnya.
Agenda sidang selanjutnya, saksi masih dihadirkan oleh jaksa. “Kita akan menimbang untuk menghadirkan saksi meringankan (Ad-Charge),” tandasnya. (Murgap)