Ketua Paguyuban SIF Davidson Samosir SH MH (kedua dari kiri) didampingi Kuasa Hukum Paguyuban SIF Hans Sitompul SH (tengah) foto bersama di luar ruang Kusumah Atmadja 4, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (10/06/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Ketua Paguyuban Solidaritas Investor Fahrenheit (SIF) Davidson Samosir SH MH didampingi Kuasa Hukum Paguyuban SIF Hans Sitompul SH Nonton Bareng (Nobar) acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor kasus jaksa korupsi uang sitaan robot trading Fahrenheit investasi bodong robot trading dengan terdakwa Azam Akhmad Akhsya, selaku Jaksa Eksekutor di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) yang didakwa bersekongkol dengan 2 (dua) pengacara yakni terdakwa Oktavianus Setiawan dan terdakwa Bonifasius Gunung, korban investasi bodong robot trading Fahrenheit untuk memanipulasi pengembalian barang bukti (BB) dana sitaan yang seharusnya dikembalikan kepada korban di ruang Kusumah Atmadja 4 , Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (10/06/2025).
Terdakwa Azam diduga menerima Rp11,7 miliar dari total Rp63,8 miliar yang mesti dikembalikan kepada para korban. Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu dibacakan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (08/05/2025).
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, ketika Azam ditunjuk sebagai salah satu JPU di Kejari Jakbar dalam perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit dengan tersangka Hendry Susanto pada 21 Juli 2022, ia juga bertanggung jawab dalam eksekusi pengembalian BB mencapai Rp63,8 miliar kepada para korban. Dari total BB yang harus dikembalikan itu, Azam menerima sekitar Rp11,7 miliar.
Kasus itu bermula ketika Azam diperintahkan Kepala Kejari Jakbar untuk melaksanakan Putusan Kasasi Nomor: 5042 K/Pid.Sus/2023 pada 26 Oktober 2023. Bahwa Hendry Susanto telah divonis 10 tahun penjara dan denda Rp3 miliar subsider 6 bulan penjara pada 22 Desember 2022.
Putusan itu dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta serta putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) pada 23 Oktober 2023. Putusan kasasi itu menolak permohonan seluruhnya dari Hendry Susanto.
Dengan demikian, Hendry tetap divonis 10 tahun penjara. Adapun Octavianus Setiawan merupakan pengacara dari 761 korban investasi robot trading Fahrenheit yang tergabung dalam kelompok SIF dengan nilai kerugian sekitar Rp261 miliar.
Sementara, Bonifasius Gunung diberi kuasa untuk menjadi pengacara bagi 68 korban dengan nilai kerugian sekitar Rp38,3 miliar. Terhadap dua pengacara korban investasi bodong robot trading Fahrenheit, yakni Octavianus Setiawan dan Bonifasius Gunung, Azam mendesak keduanya untuk memanipulasi jumlah pengembalian BB.
Dengan Bonifasius, Azam meminta agar pengembalian BB Rp39,3 miliar dinaikkan Rp10 miliar menjadi Rp49,3 miliar. Dari Rp10 miliar itu, Azam meminta bagian Rp3 miliar dari uang pengembalian BB tersebut.
Azam dan Octavianus Setiawan juga bersepakat untuk memanipulasi pengembalian uang BB bagi kelompok Bali senilai Rp17,8 miliar. Padahal, korban kelompok Bali merupakan akal-akalan dari kedua terdakwa itu agar masing-masing mendapatkan bagian Rp8,5 miliar.
Tak hanya itu, Azam juga diduga meminta fee (pembayaran) 15% atau Rp250 juta dari total dana pengembalian kepada Brian Erik First Anggitya selaku pengacara dari sekitar 60 korban investasi robot trading Fahrenheit. Namun, Brian Erik First Anggitya hanya menyanggupi untuk memberikan Rp200 juta kepada Azam.
Kemudian, sekitar Desember 2023, Azam memberitahukan kepada Bonifasius Gunung, Octavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya melalui media sosial (medsos) WhatsApp (WA), bahwa perkara Hendry Susanto telah diputus pada tingkat kasasi. Selanjutnya, Azam meminta Bonifasius Gunung, Octavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya untuk datang ke Kejari Jakbar karena putusan tersebut akan segera dieksekusi.
Azam meminta Bonifasius Gunung, Octavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya untuk menyerahkan Nomor Rekening (Norek) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang akan digunakan dalam melakukan transfer uang pengembalian BB tersebut. Berdasarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan diketahui, bahwa BB berupa uang yang dikembalikan kepada korban dengan diwakili Kuasa Hukum Bonifasius Gunung sebesar Rp8,5 miliar.
Untuk para korban yang diwakili oleh Octavianus Setiawan senilai Rp53,7 miliar termasuk di dalamnya ada Rp17,8 miliar untuk korban kelompok Bali, dan para korban yang diwakili Brian Erik First Anggitya senilai Rp1,7 miliar. Total ada Rp63,8 miliar yang seharusnya dikembalikan kepada para korban.
Setelah uang itu ditransfer ke rekening Bonifasius Gunung, Octavianus Setiawan dan Brian Erik First Anggitya, Azam meminta bagiannya. Sebanyak Rp3 miliar dari Bonifasius Gunung, Rp8,9 miliar dari Octavianus Setiawan, serta Rp200 juta dari Brian Erik First Anggitya.
Uang tersebut antara lain disimpan di rekening istri dan deposito serta membeli tanah dan lain-lain. Terhadap perbuatan ketiganya tersebut, terdakwa Azam didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf e, Pasal 12B Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 Juncto (Jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, Bonifasius Gunung didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 dan Octavianus Setiawan dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b, serta Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Agenda sidang hari ini, pemeriksaan ketiga terdakwa untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan rim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa.
Ketua Paguyuban SIF Davidson Samosir SH MH mengatakan, namanya disebutkan oleh terdakwa Octavianus Setiawan di muka persidangan. “Saya sebagai Ketua Paguyuban SIF, dapat saya terangkan, bahwa sebelumnya saat perkara Fahrenheit ini bergulir, Ketua Paguyuban SIF adalah Hendra Wilianto. Namun, Hendra Wilianto selaku Ketua Paguyuban SIF terdahulu, dia melindungi terdakwa Octavianus Setiawan dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Octavianus Setiawan terkait dengan Andi Rianto dugaan penggelapan uang Rp17,8 miliar. Jadi kami menyangka, bahwa Hendra Wilianto dan Bernard itu Bendahara dari Paguyuban SIF yang terdahulu diduga menerima suatu upeti atau keuntungan supaya melindungi dirinya, sehingga karena keadaan itu telah terjadi berdasarkan Rapat Umum Anggota perubahan kepengurusan SIF, dan Ketua Paguyuban SIF yang baru adalah saya,” ujar Davidson Samosir SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
“Berdasarkan hal itu, kami juga kembali lagi mengajukan laporan tindak pidana penggelapan dan pencucian uang di Polisi Daerah (Polda) Metro Jaya (PMJ). Kami laporkan itu bukan hanya terdakwa Octavianus Setiawan, TB Ade Rosidin dan Chand Hendry Santoso tapi termasuk juga Ketua Paguyuban SIF yang lama yaitu Hendra Wilianto dan Bernard sebagai Bendahara Paguyuban SIF yang sudah diganti,” ungkapnya.
Dijelaskannya, Ketua Paguyuban SIF Hendra Wilianto sudah resmi dipecat. “Surat pemecatannya ada berdasarkan Rapat Umum Anggota Paguyuban SIF,” katanya.
“Dengan menghadiri acara sidang pemeriksaan ketiga terdakwa ini, mengetahui fakta yang sesungguhnya dari Jaksa Eksekutor Azam sebagai terdakwa karena ini akan membantu juga untuk laporan tindak pidana di PMJ yang sudah dilaporkan kepada terdakwa Octavianus Setiawan juga,” paparnya.
Menurutnya, dari keterangan terdakwa Jaksa Eksekutor Azam mendapat informasi yang baru. “Contohnya, bagaimana pemecahan uang Rp8,5 miliar yang disampaikan melalui rekening Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Andi Rianto kepada terdakwa Azam melalui terdakwa Octavianus Setiawan. Sedangkan, keterangan yang disampaikan oleh terdakwa Octavianus Setiawan, itu semua adalah tidak benar. Jadi memang perlu diketahui, terdakwa Octavianus Setiawan itu seperti yang disampaikan oleh majelis hakim kepada terdakwa Octavianus Setiawan, “Kamu kan pintar. Gelar kamu banyak ada Sarjana Hukum (SH), CMN CRP CPM dan sebagainya. Masa kamu percaya Andi Rianto adalah advokat tanpa memverifikasi dan sebagainya?” Terdakwa Octavianus Setiawan menjawab, “Oh saya percaya,”. Itu suatu kebohongan dan itu dibantah juga oleh terdakwa Azam, sehingga uang Rp17,8 miliar apa pun yang dikatakan oleh terdakwa Octavianus Setiawan itu diduga dimakan sendiri sama dia,” ucapnya.
Disebutkannya, Paguyuban Bali itu adalah karangan dari terdakwa Octavianus Setiawan. “Supaya terdakwa Octavianus Setiawan bisa memakan lebih banyak,” tuturnya.
“Anggota Paguyuban SIF sejauh ini masih menunggu hasil dari sidang ini karena ini kan hak dari para korban yang dipangkas oleh terdakwa Octavianus Setiawan yang dari Kantor Hukum Stefanus dan Rekan,” katanya.
Diakuinya, sejauh ini terdakwa Octavianus Setiawan pun di ruang sidang tidak bisa menyebutkan nama siapa Ketua Paguyuban Bali. “Ketua, Sekretaris, Pengawasnya maupun Bendaharanya Paguyuban Bali tidak tahu namanya. Jadi itu rangkaian yang diberikan oleh terdakwa Octavianus Setiawan di muka persidangan, tidak bisa divalidasi,” ujarnya.
Kuasa Hukum Paguyuban SIF Hans Sitompul SH menambahkan, pihaknya sudah ajukan laporan ke PMJ sekitar bulan Februari 2025. “Pada intinya, pada bulan Februari 2025, kita melaporkan 5 (lima) nama yang kelimanya itu masih terkait dengan Paguyuban SIF, dua di antaranya terdakwa Octavianus Setiawan, TB Ade Rosidin selaku Kuasa Hukum Paguyuban SIF terdahulu, tiga di antaranya pengurus Paguyuban SIF terdahulu, Hendra Wilianto sebagai Ketua Paguyuban SIF, Bernard sebagai Bendahara Paguyuban SIF, dan Chand Hendry Santoso sebagai Dewan Pengawas,” ujar Hans Sitompul SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
“Pasal yang dilaporkan ada dua. Intinya, di pasal itu ada dugaan penggelapan sebesar Rp17,8 miliar dana yang seharusnya masuk ke Paguyuban SIF yang dibagikan kepada korban, itu yang pertama. Kedua, kita juga melaporkan Pasal 3, 4 dan 5 dari UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” ungkap Hans Sitompul SH dari DTR Law Firm yang beralamat di Alam Sutra, Tangerang Selatan (Tangsel) ini.
Dijelaskannya, progres laporannya ke PMJ sampai sekarang sudah ada 5 saksi yang diperiksa. “Cuma kendalanya itu karena sekarang ini terlapor Octavianus Setiawan ditahan di Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI). Jadi dari pihak kepolisian memerlukan prosedur khusus lah untuk bisa minta izin. Apalagi, perkaranya masih berjalan. Tapi so far (sejauh ini) sih tidak ada kendala semua berjalan sesuai harapan,” ungkapnya.
“Keterangan terdakwa menjadi petunjuk. Setiap sidang itu kan keterangan saksi bisa menjadi saksi di laporan kita di PMJ,” terangnya.
Dikatakannya, bisa dicek di Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manusia (KemenkumHAM) RI, Paguyuban Bali tidak ada. “Waktu kita laporan di PMJ awal bulan Oktober 2024, PMJ sudah naik ke penyidikan dan itu sudah ditelusuri oleh PMJ. Paguyuban Bali tidak terdaftar di KemenkumHAM RI. Sekarang logika hukum saja, kalau terdakwa Octavianus Setiawan menjelaskan, ada 137 korban yang ia wakili dari Paguyuban Bali, mana daftar korbannya? Siapa-siapa saja namanya dan mana KTP-nya? Kerugiannya berapa? Itu semua datanya tidak pernah ada. Jadi kalau kami berpendapat seperti itu,” urainya.
“Kalau dengan saat ini, kami belum pernah menerima dokumen apa pun yang bisa membuktikan adanya suatu paguyuban yang namanya Paguyuban Bali. Untuk fiktif atau tidaknya paguyuban tersebut, kami tidak bisa menyatakan. Tapi hingga sekarang ini, kami tidak pernah melihat dokumen Paguyuban Bali,” tandasnya. (Murgap)