Erwan Suryadi SH
Jakarta, Madina Line.Com – Tok! Akhirnya, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhi hukuman bersalah kepada 3 (tiga) terdakwa dugaan Tipikor pengadaan 1,1 juta set Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dengan nilai dugaan kerugian negara sebesar Rp319,6 miliar yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenkes RI Budi Sylvana, Direktur Utama (Dirut) PT Energi Kita Indonesia (EKI) dan PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik, dan Satrio Wibowo di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (05/06/2025).
Mereka diganjar penjara 3 (tiga) sampai 11 (sebelas) tahun. “(Untuk terdakwa Budi) menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Sofia Marlianti.
Majelis Hakim juga memberikan pidana uang pengganti Rp100 juta kepada terdakwa Budi Sylvana. Uang itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap (inchraat) atau hukuman penjaranya ditambah 2 (dua) bulan.
Sementara itu, terdakwa Ahmad Taufik divonis 11 (sebelas) tahun penjara. Ia juga diberikan pidana denda Rp1 miliar subsidair 4 (empat) bulan penjara.
Terdakwa Ahmad Taufik dikenakan pidana pengganti sebesar Rp224,18 miliar. Uang itu wajib dibayarkan dalam waktu sebulan atau harta bendanya akan dirampas jaksa untuk dilelang.
Jika asetnya kurang, hukuman penjara terdakwa Ahmad Taufik akan ditambah 4 (empat) tahun. Opsi penambahan masa penjara itu diambil setelah tidak ada barang lagi yang bisa diambil.
Sementara itu, terdakwa Satrio Wibowo divonis dengan hukuman paling lama dalam kasus ini. Dia dijatuhi hukuman penjara selama sebelas tahun dan enam bulan penjara karena dinilai bersalah.
“(Juga) denda Rp1 miliar subsidair 4 (empat) bulan kurungan,” ujar Sofia.
Terdakwa Satrio Wibowo juga dikenakan pidana pengganti sebesar Rp59,9 miliar. Uang itu wajib dibayar dalam waktu sebulan atau harta bendanya dirampas jaksa untuk dilelang.
Jika tidak mencukupi, pidana penjara terdakwa Satrio Wibowo akan ditambah 3 (tiga) tahun. Hitungan penjara untuk tiga orang itu dimulai dari masa penahanan di tahap penyidikan.
Majelis Hakim menilai hukuman untuk tiga terdakwa itu sudah sesuai. Pertimbangan memberatkan yakni mereka tidak membantu Pemerintah RI dalam memberantas korupsi di Indonesia.
“Perbuatan para terdakwa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Kemenkes RI,” ucap Sofia.
Sementara itu, pertimbangan meringankan yakni mereka sopan dalam persidangan. Lalu, ketiganya memiliki tanggungan keluarga.
Kuasa Hukum terdakwa PPK Kemenkes RI Budi Sylvana, Erwan Suryadi SH mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang sudah mengambil kebijakan sendiri untuk masuk di Pasal 3 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 kepada terdakwa Budi Sylvana. “Sementara, jaksa dalam tuntutannya, terdakwa Budi Sylvana dikenakan Pasal 2 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Jadi menurut kami, pasal tersebut sudah tepat,” ujar Erwan Suryadi SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Cuma kami masih mencoba berpikir terkait pertimbangan-pertimbangan hakim yang secara teknis, menurut kami, agak masih belum pas. Sedangkan, kondisi pada saat Corona Virus Disease-19 (Covid-19) tahun 2020 karena di antaranya adalah hasil audit dianggap, bahwa terdakwa Budi Sylvana selaku PPK Kemenkes RI tidak melaksanakan kewenangannya,” jelasnya.
Berarti, sambungnya, meminta dokumen kelengkapan harga tidak ada dokumen permintaan audit di awal sudah bagus. “Ketika Majelis Hakim memaparkan adanya Surat Keputusan (SK) Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 03 turunan dari Instruksi Presiden (Inpres) tentang keadaan Covid-19,” ucap Erwan Suryadi SH dari kantor law firm Lex Luminis ini.
“Di sana kan sudah dinyatakan, bahwa dokumen akan dihadapi kemudian, dan terdakwa Budi Sylvana sudah berusaha meminta kelengkapan dokumen tersebut tapi terdakwa Budi Sylvana dihentikan ketika masa tugasnya belum berakhir,” ungkapnya.
Menurutnya, kalau terdakwa dianggap tidak melaksanakan 6 (enam) poin itu, sepertinya kurang pas. “Jadi kita coba gunakan waktu satu minggu ke depan untuk ambil sikap pikir-pikir,” terangnya.
Ia mengharapkan putusan hakim itu lebih baik. “Itu salah satu point juga untuk kita memikirkan putusan hakim ini,” ungkapnya.
Dikatakannya, kliennya (terdakwa Budi Sylvana) sudah melaksanakan kewenangannya. “Sedang dalam proses untuk menyelesaikan pekerjaannya tapi terdakwa Budi Sylvana dihentikan di tengah jalan,” tegasnya.
“Harapan saya, terdakwa Budi Sylvana bisa lepas dari tuntutan jaksa. Tapi dengan situasi seperti itu sulit karena terdakwa Budi Sylvana dianggap bersama-sama dengan terdakwa lainnya, sulit untuk klien kita lepas sendiri dari itu. Cuma kita berharap dengan situasi pada saat Covid-19 itu emergency (darurat) dan apa yang telah disampaikan oleh terdakwa Budi Sylvana itu harapannya tidak seberat ini,” tuturnya.
Harapan awal, imbuhnya, tentu lebih baik. “Kalau terdakwa Budi Sylvana tidak bisa bebas, juga tidak dengan penjara selama 3 tahun,” tandasnya. (Murgap)