Dwi Laksono Setyowibowo SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI (Persero) Charles Sitorus yang didakwa turut serta dalam kasus dugaan importasi gula di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) pada tahun 2015 hingga 2016 di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (03/06/2025).
Agenda sidang hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 3 Ahli yakni Ahli Pangan Muhammad Rizki Ramadhani, Ahli Kebijakan Fiskal Nur Sidiq Setiawan dan Ahli Perhitungan Kerugian Negara Siswo Sujanto untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa Charles Sitorus. Dalam dakwaan JPU mengungkapkan, Perbuatan Melawan Hukum (PMH) tersebut memperkaya beberapa pihak, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar.
“Perbuatan Charles telah memperkaya pihak lain senilai Rp295,15 miliar, yang merupakan bagian dari total kerugian negara,” kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (06/03/2025).
Perbuatan Charles Sitorus diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jaksa juga menceritakan, bahwa Charles Sitorus diduga tidak melaksanakan penugasan pembentukan stok gula nasional dan pembentukan harga gula nasional sesuai dengan Harga Patokan Petani (HPP) dan tidak melakukan kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen gula sebagaimana dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PPI tahun 2016.
Jaksa menyebut, Charles Sitorus telah melakukan kesepakatan, pengaturan harga jual Gula Kristal Putih (GKP) dari produsen gula rafinasi kepada PT PPI, termasuk pengaturan harga jual gula dan produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor di atas HPP bersama-sama dengan 8 (delapan) perusahaan. Kedelapan perusahaan tersebut yakni dengan Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products Tony Wijaya, Direktur PT Makassar Tene Then Surianto Eka Prasetyo, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya Hansen Setiawan, serta Dirut PT Medan Sugar Industry Indra Suryadiningrat.
Selanjutnya, juga bersama-sama dengan Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, Presiden Direktur (Presdir) PT Andalan Furnindo Wisnu Hendraningrat, Direktur PT Duta Sugar International Hendrogiarto Tiwow, serta Dirut PT Berkah Manis Makmur Hans Falita Hutama. “Padahal, delapan perusahaan tersebut merupakan produsen dalam negeri dengan izin industri pengelolaan Gula Kristal Mentah (GKM) impor menjadi Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk kepentingan industri makanan atas persetujuan mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) Thomas Trikasih Lembong atau Thom Lembong,” terang jaksa.
Jaksa mengatakan, dalam rangka penugasan pembentukan stok gula nasional dan pembentukan harga gula nasional, Charles Sitorus melakukan kerja sama pengadaan GKP dengan Tony, Then Surianto, Hansen, Indra, Eka Sapanca, Wisnu, Hendrogiarto, serta Hans Falita Hutama. Para pejabat perusahaan swasta tersebut dinilai oleh jaksa, tidak berhak mengelola GKM impor menjadi GKP karena hanya memiliki izin industri pengelolaan gula mentah menjadi GKR untuk kepentingan industri makanan.
Dalam dakwaan jaksa, terdakwa Charles Sitorus juga diduga tidak melakukan pengadaan dan distribusi GKP dalam rangka pembentukan stok gula nasional dan pembentukan harga gula nasional tahun 2016 melalui Operasi Pasar (OP) dan atau pasar murah. Dikatakan jaksa, Charles Sitorus melakukan distribusi GKP melalui distributor yang telah diatur berdasarkan kesepakatan antara Charles, Tony, Then Surianto, Hansen, Indra, Eka, Wisnu, Hendrogiarto, Hans, dan Dirut PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo.
Adapun Charles Sitorus disebutkan telah mengetahui persetujuan impor yang diterbitkan Thom Lembong kepada PT Angels Products, PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, dan PT Kebun Tebu Mas, tanpa didasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antar kementerian. “Charles Sitorus juga mengetahui persetujuan impor yang diterbitkan Thom Lembong kepada PT Makassar Tene, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Duta Sugar International, PT Berkah Manis Makmur, dan PT Kebun Tebu Mas, tanpa rekomendasi Menteri Perindustrian (Menperin) RI,” kata jaksa.
Dengan demikian, jaksa memaparkan, bahwa perbuatan Charles Sitorus tersebut telah memperkaya Tony sebesar Rp29,16 miliar, Then Surianto Rp27,26 miliar, Hansen Rp30,99 miliar, Indra Rp30 miliar, Eka Rp18,26 miliar, Wisnu Rp22,46 miliar, Hendrogiarto Rp41,23 miliar, Hans Rp47,84 miliar, serta Ali Rp47,87 miliar. Kuasa Hukum terdakwa mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI (Persero) Charles Sitorus, Dwi Laksono Setyowibowo SH MH mengatakan, keterangan Ahli yang dihadirkan oleh JPU meringankan pembelaan kliennya, sehingga diharapkan keterangan ketiga Ahli bisa digunakan sebagai Nota Pledoi (Pembelaan).
“Keterangan Ahli Pangan M Rizki Ramadhani menjelaskan, bahwa tidak ada GKP di dunia internasional. Bahwa yang ada itu adalah gula rafinasi dan gula mentah. Nah, apakah boleh gula mentah itu diolah menjadi GKP? Jawabnya boleh dan produksi gula nasional memang tidak bisa mencukupi dari kebutuhan gula nasional dan produsen gula yang berbasis tebu itu hanya bisa melakukan panen atau di musim giling,” ujar Dwi Laksono Setyowibowo SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Panen gula di musim giling itu seharusnya sesuai keterangan saksi sebelumnya itu tidak bisa, sehingga bagaimana terkait penugasan di bulan Januari? Karena musim giling ini kan dari Juni hingga Oktober. Di luar bulan itu memang seharusnya sesuai dengan keterangan saksi sebelumnya, itu tidak bisa dari produsen gulanya, sehingga bagaimana terkait dengan penugasan di bulan Januari? Karena musim giling ini di bulan Juni sampai bulan Oktober. Di luar itu memang tidak bisa, walaupun ada produsen gula berbasis tebu seperti PTPN, RNI, tapi mereka tidak bisa mengolah di luar musim giling, sehingga diperlukan lah. Kenapa Pemerintah RI itu memerlukan impor gula? Karena Surat Penugasan 12 Januari 2016, tidak mungkin bisa bekerjasama dengan produsen gula yang berbasis tebu,” terang Dwi Laksono Setyowibowo SH MH dari kantor law firm JW and Partners yang beralamat di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Ia mempertanyakan, produsen gula nasional bahkan produksi gula nasional, kenapa tidak bisa. “Karena tidak mungkin karena tidak ada persediaan, sehingga memang Pemerintah RI dalam hal ini antar kementerian melalui Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) itu menugaskan PT PPI untuk melakukan impor gula mentah yang bisa diolah menjadi GKP terkait stabilisasi harga. Itu intinya dari keterangan Ahli Pangan M Rizki Ramadhani, ” katanya.
Sementara, sambungnya, keterangan Ahli Perhitungan Kerugian Negara Siswo Sujanto menjelaskan, bahwa memang tidak ada kerugian negara sepanjang apa yang ditugaskan sesuai dengan apa yang diperintahkan atau ditugaskan, sehingga ketika PT PPI ditugaskan untuk melakukan impor gula, maka memang tidak ada kerugian negara di situ. “Kecuali memang di luar dari apa yang ditugaskan. Misalkan, yang diperintahkan GKP tapi yang diimpor itu adalah GKM, itu salah. Tapi kalau yang ditugaskan itu GKM dan disediakan itu GKP, maka itu tidak ada menabrak proses aturan dan itu tidak ada yang namanya kerugian negara, sesuai spesifikasi. Sesuai apa yang diberikan,” terangnya.
“Mengenai kebijakan kenapa harus impor gula? Memang itu sebuah kebijakan Pemerintah RI dan tadi point pentingnya adalah dalam hal diskresi pengelolaan keuangan negara ini boleh dilakukan sepanjang ada namanya force majeur (keadaan darurat) dan bagaimana dengan impor gula? Impor gula termasuk keadaan darurat. Kenapa? Karena ini terkait dengan kepentingan perekonomian industri gula. Kalau tidak melakukan impor gula, maka harga gula semakin tinggi, sehingga akan menjadi gejolak dan menggangu perekonomian nasional, sehingga mengenai penugasan impor gula termasuk force majeur yang sebenarnya bisa dilakukan diskresi atau kebijakan dari Pemerintah RI,” terangnya.
Menurutnya, hal itu ranah kebijakan dari pembuat kebijakan. “Dalam hal ini, bukan berdasarkan Kemendag RI saja tapi itu adalah lintas kementerian. Kesepakatan lintas kementerian yang ada di dalam Rakortas yang disepakati di dalam Rakortas yaitu Kemendag RI, Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI dan segala macam, sehingga disepakati harus dilakukan impor gula mentah dan itu ditugaskan kepada PT PPI dan bisa bekerjasama dengan produsen swasta karena memang PT PPI tidak spesialisasi untuk sebagai produsen gula,” tuturnya.
“PT PPI hanya pedagang dan pedagang banyak macam dan sangat luas, sehingga karena PT PPI tidak spesialisasi, maka harus bekerjasama dengan pihak swasta atau pihak lain, dalam menjalankan penugasan,” ucapnya.
Keterangan Ahli Kebijakan Fiskal Nur Sidiq Setiawan menjelaskan, terkait Bea Masuk (BM). “BM itu apa yang dibayarkan adalah sesuai dengan apa yang masuk. Ketika yang masuk adalah gula mentah, makanya yang dibayarkan adalah gula mentah. Tidak bisa dibayar dengan bentuk lain. Sebenarnya seperti itu,” jelasnya.
Dikatakannya, mengenai fasilitas itu adalah ranah kebijakan, bahwa penggunaan fasilitas oleh swasta untuk penugasan itu tentunya sudah dimohonkan tentunya menurut Ahli dan akhirnya disetujui. “Tentunya, Bea Cukai (BC) juga akan berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Apakah akan dikeluarkan fasilitas atau tidak? Kalau memang tidak bisa, menurut kami, tidak bisa diberikan fasilitas untuk pembebasan BM tadi,” ungkapnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Jum’at (13/06/2025), JPU masih akan menghadirkan 2 Ahli. “Kami masih berdiskusi dengan klien kami, apakah akan membawa Saksi Ad-Charge (Saksi Meringankan) atau Ahli,” tandasnya. (Murgap)