Ketua Paguyuban SIF Davidson Samosir SH (pertama dari kanan) didampingi Kuasa Hukum Paguyuban SIF Hans Sitompul SH foto bersama di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (27/05/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk kedua kalinya perkara dugaan Tipikor kasus jaksa korupsi uang sitaan robot trading Fahrenheit investasi bodong robot trading dengan terdakwa Azam Akhmad Akhsya, selaku mantan Jaksa Eksekutor di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kejari Jakbar) yang didakwa bersekongkol dengan 2 (dua) pengacara yakni terdakwa Oktavianus Setiawan dan terdakwa Bonifasius Gunung, korban investasi bodong robot trading Fahrenheit untuk memanipulasi pengembalian barang bukti (BB) dana sitaan yang seharusnya dikembalikan kepada korban di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (27/05/2025).
Terdakwa Azam diduga menerima Rp11,7 miliar dari total Rp63,8 miliar yang mesti dikembalikan kepada para korban. Surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu dibacakan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (08/05/2025).
Dalam dakwaan JPU dijelaskan, ketika terdakwa Azam ditunjuk sebagai salah satu JPU di Kejari Jakbar dalam perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit dengan tersangka Hendry Susanto pada 21 Juli 2022, ia juga bertanggung jawab dalam eksekusi pengembalian BB mencapai Rp63,8 miliar kepada para korban. Dari total BB yang harus dikembalikan itu, Azam menerima sekitar Rp11,7 miliar.
Kasus itu bermula ketika Azam diperintahkan Kepala Kejari Jakbar untuk melaksanakan Putusan Kasasi Nomor: 5042 K/Pid.Sus/2023 pada 26 Oktober 2023. Bahwa Hendry Susanto telah divonis 10 tahun penjara dan denda Rp3 miliar subsider 6 bulan penjara pada 22 Desember 2022.
Putusan itu dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta serta putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) pada 23 Oktober 2023. Putusan kasasi itu menolak permohonan seluruhnya dari Hendry Susanto.
Dengan demikian, Hendry tetap divonis 10 tahun penjara. Adapun terdakwa Octavianus Setiawan merupakan pengacara dari 761 korban investasi robot trading Fahrenheit yang tergabung dalam kelompok Solidaritas Investor Fahrenheit (SIF) dengan nilai kerugian sekitar Rp261 miliar.
Sementara, terdakwa Bonifasius diberi kuasa untuk menjadi pengacara bagi 68 korban dengan nilai kerugian sekitar Rp38,3 miliar. Terhadap dua pengacara korban investasi bodong robot trading Fahrenheit, yakni Octavianus Setiawan dan Bonifasius Gunung,
Azam mendesak keduanya untuk memanipulasi jumlah pengembalian BB. Dengan Bonifasius, Azam meminta agar pengembalian BB Rp39,3 miliar dinaikkan Rp10 miliar menjadi Rp49,3 miliar.
Dari Rp10 miliar itu, Azam meminta bagian Rp3 miliar dari uang pengembalian BB tersebut. Azam dan Octavianus Setiawan juga bersepakat untuk memanipulasi pengembalian uang BB bagi kelompok Bali senilai Rp17,8 miliar.
Padahal, korban kelompok Bali merupakan akal-akalan dari kedua terdakwa itu agar masing-masing mendapatkan bagian Rp8,5 miliar. Tak hanya itu, Azam juga meminta fee (pembayaran) 15% atau Rp250 juta dari total dana pengembalian kepada Brian Erik First Anggitya selaku pengacara dari sekitar 60 korban investasi robot trading Fahrenheit.
Namun, Brian Erik First Anggitya hanya menyanggupi untuk memberikan Rp200 juta kepada Azam. Kemudian, sekitar Desember 2023, Azam memberitahukan kepada Bonifasius Gunung, Octavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya melalui media sosial (medsos) WhatsApp (WA), bahwa perkara Hendry Susanto telah diputus pada tingkat kasasi.
Selanjutnya, Azam meminta Bonifasius Gunung, Octavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya untuk datang ke Kejari Jakbar karena putusan tersebut akan segera dieksekusi. Azam meminta Bonifasius Gunung, Octavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya untuk menyerahkan Nomor Rekening (Norek) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang akan digunakan dalam melakukan transfer uang pengembalian BB tersebut.
Berdasarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan diketahui, bahwa BB berupa uang yang dikembalikan kepada korban dengan diwakili kuasa hukum Bonifasius Gunung sebesar Rp8,5 miliar. Untuk para korban yang diwakili oleh Octavianus Setiawan senilai Rp53,7 miliar termasuk di dalamnya ada Rp17,8 miliar untuk korban kelompok Bali, dan para korban yang diwakili Brian Erik First Anggitya senilai Rp1,7 miliar.
Total ada Rp63,8 miliar yang seharusnya dikembalikan kepada para korban. Setelah uang itu ditransfer ke rekening terdakwa Bonifasius Gunung, Octavianus Setiawan dan Brian Erik First Anggitya, Azam meminta bagiannya. Sebanyak Rp3 miliar dari Bonifasius Gunung, Rp8,9 miliar dari Octavianus Setiawan, serta Rp200 juta dari Brian Erik First Anggitya.
Uang tersebut antara lain disimpan di rekening istri dan deposito serta membeli tanah dan lain-lain. Terhadap perbuatan ketiganya tersebut, terdakwa Azam didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf e, Pasal 12B Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 Juncto (Jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, terdakwa Bonifasius Gunung didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 dan terdakwa Octavianus Setiawan dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b, serta Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Agenda sidang hari ini, JPU menghadirkan 8 saksi yakni Ketua Paguyuban SIF Davidson Samosir SH MH, Brian Erik First Anggitya, serta 6 jaksa Kejari Jakbar.
Kepada awak media setelah menjadi saksi dalam persidangan ini, Ketua Paguyuban SIF Davidson Samosir SH MH yang didampingi Kuasa Hukum Paguyuban SIF Hans Sitompul SH mengatakan, Paguyuban SIF adalah pihak pertama yang melaporkan ke Polda Metro Jaya (PMJ) terdakwa Octavianus Setiawan, TB Rosidin dan Chand Henli, Santoso atas tuduhan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas uang hak SIF senilai Rp17,8 miliar, terdakwa Octavianus Setiawan sejak penyerahan di Desember 2023 mengatakan kepada Paguyuban SIF seluruh pengurus, dia hanya menerima dana Rp35 miliar. “Tapi setelah dikonfirmasi kepada Kejari Jakbar disebutkan, bahwa telah dilakukan transfer secara tunai Rp53 miliar. Berbeda keterangan terdakwa Octavianus Setiawan dengan keterangan yang diberikan oleh Kejari Jakbar,” ujar Davidson Samosir SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Atas dasar itu, kami sudah mendapatkan fakta dan kami melaporkan. Kebetulan sejak kasus ini berjalan, melihat bahwa ada unsur Tipikor, lalu Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta mengambil alih. Namun, pada proses yang belum berjalan pada saat ini, kami mendapat informasi, bahwa kejaksaan telah menyita dana tunai dari perkara ini Rp11,6 miliar dari terdakwa Azam,” katanya.
Namun, sambungnya, dari terdakwa Octavianus Setiawan tidak beritikad baik. “Dia tidak mau mengembalikan uang yang telah dirampasnya secara melawan hukum. Makanya, saat ini kami mengharapkan keluarganya terdakwa Octavianus Setiawan, entah istrinya, bapaknya atau siapa pun itu, mohon kembalikan rampasan kamu yang secara melawan hukum kepada Paguyuban SIF,” pintanya.
“Paguyuban SIF itu adalah perkumpulan daripada korban-korban robot trading Fahrenheit. Ada 900 korban di dalamnya dengan kerugian sekitar Rp272 miliar tapi kita memiliki data Rp262 miliar merupakan kerugiannya. Berdasarkan keputusan tadi mengingat aset sitaannya Rp98 miliar, pengembaliannya sekitar 20%,” paparnya.
Dikatakannya, adapun atas perbuatan terdakwa Octavianus Setiawan, pihak Paguyuban SIF itu hanya menerima Rp7,5 miliar. “7,5% proporsionalitasnya. Karena seharusnya Rp53 miliar tapi dia hanya mengakui Rp35 miliar. Dibalik sama dia angkanya. Jadi harus saya akui terdakwa Octavianus Setiawan itu adalah pengacara yang cerdas dan mempunyai gelar yang panjang SH (Sarjana Hukum), CMN, CRP, sehingga alasan pada saat itu terdakwa Octavianus Setiawan ditunjuk oleh Paguyuban SIF sebagai pengacaranya,” terangnya.
“Paguyuban SIF memiliki korban sekian ratus pada saat itu dan 90% itu sudah mempercayakan kepada saya untuk diurus,” akunya.
Dijelaskannya, kebetulan setelah kasus ini berjalan pihaknya memberikan berkas kepada terdakwa Octavianus Setiawan. “Tapi kalau di sini saya melihat korban sudah rugi, di-“gorok” lagi oleh terdakwa Octavianus Setiawan dengan perbuatan hanya mengakui Rp35 miliar. Padahal, dia secara aktual menerima Rp53 miliar,” ungkapnya.
Ia menegaskan, terdakwa Octavianus Setiawan mendapat lebih dari Rp23 miliar. “Ini juga informasi yang kita berikan kepada korban robot trading fahrenheit di bawah Paguyuban SIF. Bahwa kami memperjuangkan hak anda dan kami tidak akan membiarkan terdakwa Octavianus Setiawan untuk lolos begitu saja,” tuturnya.
“Jadi masih ada 4 (empat) orang lagi di dalam itu. Dengan ada rencana pencairan berikutnya, kami diinformasikan, bahwa ada Rp11,5 miliar yang berhasil disita. Nah itu akan kembali kepada korban,” paparnya.
Ia mengharapkan terdakwa Octavianus Setiawan dihukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan mengembalikan dana yang diduga telah digelapkannya. Kuasa Hukum Paguyuban SIF, Hans Sitompul SH menambahkan, succes fee (pembayaran sukses) dan lain-lain terdakwa Octavianus Setiawan Rp15 miliar dan Rp17,8 miliar dengan total semua Rp32 miliar dari pengembalian Rp53 miliar.
“Lebih dari setengah,” ujar Hans Sitompul SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, lalu proses Laporan Polisi (LP) di Polda Metro Jaya (PMJ) masih berjalan untuk proses penggelapan dan TPPU-nya terdakwa Octavianus Setiawan.
“Saya mengharapkan juga setelah perkara ini selesai atau inchraat (berkekuatan hukum tetap), Kejari Jakbar bisa mengembalikan uang kepada SIF,” kata Hans Sitompul SH dari DTR Law Firm yang beralamat di Alam Sutra, Tangerang Selatan (Tangsel) ini. (Murgap)