Kuasa Hukum terdakwa Manager Keuangan PT Indofarma Bayu Pratama Erdiansyah, Adhetya Mareza Syaputera SH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Yoza Phahlevi SH (tengah) dan Fikar Eslamy SH di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (21/04/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara dugaan Tipikor dengan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Indofarma Tbk, Arief Pramuhanto, yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) merugikan keuangan negara Rp377 miliar di kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Indofarma dan anak perusahaan tahun 2020 hingga 2023, Arief juga diduga menerima uang dari kasus tersebut dan terdakwa lainnya yakni Gigik Sugiyo Raharjo selaku Direktur PT Indofarma Global Medika (PT IGM) periode 2020 hingga 2022, Cecep Setiana Yusuf selaku Head of Finance PT IGM periode 2019 hingga 2022, dan Bayu Pratama Erdiansyah selaku Manager Akuntansi PT IGM periode 2022 hingga 2023 di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (21/04/2025).
Sidang pembacaan dakwaan Arief digelar bersama 3 (tiga) terdakwa lainnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, pada Senin (17/03/2025). “Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa Arief Pramuhanto selaku Dirut PT Indofarma dan Komut PT IGM bersama-sama dengan Gigik Sugiyo Raharjo, Cecep Setiana Yusuf, dan Bayu Pratama Erdhiansyah telah merugikan keuangan negara pada PT Indofarma dan anak perusahaan atas pengelolaan keuangan pada PT Indofarma, anak perusahaan dan instansi terkait lainnya yaitu sebesar Rp377.491.463.411,23 (Rp377,4 miliar),” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa membagi kerugian negara dalam kasus ini dalam 2 (dua) kategori yakni pertama, pengeluaran suatu sumber atau kekayaan negara dalam bentuk uang atau barang yang seharusnya tidak dikeluarkan; Kedua, kategori hilangnya suatu hak negara yang seharusnya dimiliki atau diterima. Kerugian negara Rp377,4 miliar ini didasarkan pada laporan hasil pemeriksaan investigatif oleh auditorat utama investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) Nomor 74/LHP/XXI/12/2024 tertanggal 20 Desember 2024.
Jaksa merinci kerugian negara Rp377,4 miliar ini berasal dari pengeluaran dana PT Indofarma untuk pembayaran bahan baku masker dan masker jadi kepada perusahaan perantara SWS (Hk) Ltd sebesar Rp12.392.458.720,33. Pengeluaran dana PT IGM untuk pembayaran produk TeleCTG yang lebih besar dari nilai invoice sebesar Rp4.500.000.000.
Pengeluaran dana PT IGM kepada PT MMU untuk uang muka pembelian Alat Pelindung Diri (APD) Hazmat sebesar Rp18.000.000.000. Pengeluaran dana seolah-olah salah transfer kepada PT Indogenesis Medika, PT MMU dan PT HNTI sebesar Rp24.350.000.000, pengeluaran dana melalui transaksi fiktif pada FMCG sebesar Rp135.293.909.733.
Kemudian, pengeluaran dana PT IGM dalam bentuk simpanan berjangka pada Koperasi Nusantara sebesar Rp35.000.000.000, deposito PT IGM di Bank OK! yang dijaminkan untuk kredit PT Promedik di Bank OK! sebesar Rp12.035.377.315, pengeluaran dana PT IGM untuk membayar bunga pinjaman Bank OK! atas nama PT Promedik sebesar Rp1.530.000.000. Dengan demikian, sub total kerugian negara dari kategori pertama ini sebesar Rp243.101.745.768,33.
Lalu, kerugian negara dari kategori kedua, berupa sisa persediaan bahan baku masker INAmask yang tidak diproduksi sebesar Rp6.418.478.533,90. Piutang macet PT IGM atas penjualan Rapid Test Panbio kepada PT Promedik sebesar Rp56.679.197.982.
Kemudian, piutang PT IGM atas penjualan Rapid Test Panbio kepada PT Promedik yang hilang karena dibuat seolah-olah lunas menggunakan dana dari fasilitas kredit Bank OK! dan pinjaman PT CTI sebesar Rp68.250.000.000. Pendapatan yang seharusnya menjadi hak PT IGM, namun tidak diterima atas kegiatan TeleCTG sebesar Rp1.650.000.000.
Ada juga imbal jasa simpanan berjangka pada Koperasi Nusantara yang tidak diserahkan kepada PT IGM sebesar Rp1.392.041.127. Dengan demikian, sub total kerugian negara dari kategori kedua ini sebesar Rp134.389.717.642,90.
Jaksa mengatakan, kontrak kerja sama pengadaan alat kesehatan (alkes) yang dilakukan PT Indofarma juga dilakukan tanpa Feasibility Study (FS) atau Uji Kelayakan, tanggal pembukuan dibuat mundur (back date), hingga akal-akalan agar seolah-olah mencapai target keuntungan tahunan. Persekongkolan ini juga diduga memperkaya Arief dan kawan-kawan (dkk) serta sejumlah korporasi terkait.
“Perbuatan terdakwa Arief Pramuhanto selaku Dirut PT Indofarma dan Komut PT IGM bersama-sama dengan Gigik Sugiyo Raharjo, Cecep Setiana Yusuf, dan Bayu Pratama Erdhiansyah telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, kasus ini diduga telah memperkaya SWS (Hk) Ltd sebesar Rp12.392.458.720,33 atas pengeluaran dana PT Indofarma untuk pembayaran bahan baku masker dan masker jadi. Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu atas kelebihan pembayaran pada transaksi pembayaran produk TeleCTG kepada PT ZTI sebesar Rp4.500.000.000.
Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu sebesar Rp18.000.000.000 atas kelebihan pembayaran uang muka pembelian APD Hazmat kepada PT MMU. Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu sebesar Rp24.350.000.000 atas kesalahan transfer kepada PT Indogenesis Medika sebesar Rp13.000.000.000, PT Harmoni Nasional Teknologi Indonesia (PT HNTI) sebesar Rp3.000.000.000 dan PT MMU sebesar Rp8.350.000.000.
Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu yang berasal dari transaksi pengeluaran dana Unit Bisnis Fast Moving Consumer Good (FMCG) dan PT IGM sebesar Rp135.293.909.733. Memperkaya Koperasi Nusantara atas pencairan simpanan berjangka senilai Rp35.000.000.000 yang bersumber dari pengeluaran dana PT IGM dalam bentuk simpanan berjangka.
Memperkaya PT Promedik sebesar Rp12.035.377.315 atas pencairan deposito PT IGM sebagai jaminan kredit PT Promedik di Bank OK! yang digunakan untuk pembayaran utang PT Promedik kepada PT IGM dan operasional PT Promedik, memperkaya PT Promedik sebesar Rp1.530.000.000 atas pembayaran bunga pinjaman PT Promedik di Bank OK!. Memperkaya SWS (Hk) Ltd sebesar Rp6.418.478.533,90 atas sisa persediaan bahan baku masker INAmask yang tidak diproduksi.
Lalu, memperkaya PT Promedik sebesar Rp56.679.197.982 atas piutang macet PT IGM dari penjualan produk rapid test Panbio kepada PT Promedik. Memperkaya PT Promedik sebesar Rp68.250.000.000 atas piutang PT IGM dari penjualan rapid test Panbio kepada PT Promedik yang hilang karena dibuat seolah-olah lunas, dengan menggunakan dana dari fasilitas kredit Bank OK! dan pinjaman PT CTI.
Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep dan Bayu sebesar Rp1.650.000.000 yang berasal dari fee marketing atas produk TeleCTG yang tidak diterima oleh PT IGM. Memperkaya Arief bersama Gigik, Cecep, dan Bayu sebesar Rp1.392.041.127,00 atas imbal jasa simpanan berjangka pada Koperasi Nusantara yang tidak diserahkan kepada PT IGM.
Jaksa meyakini Arief dkk melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Agenda sidang kali ini, JPU menghadirkan 3 saksi yakni Manager Produk PT Indofarma Hilda, Sekretaris Perusahaan (Sekper) PT Indofarma Warjoko dan Auditor Internal atau Satuan Pengawas Internal (SPI) PT Indofarma Arul untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU, dan tim Kuasa Hukum dari keempat terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa Manager Keuangan PT Indofarma Bayu Pratama Erdiansyah, Adhetya Mareza Syaputera SH mengatakan, pada prinsipnya, perkara kliennya ini terkait dugaan korupsi hasil temuan BPKP RI periode 2020 sampai dengan 2023. “Sedangkan yang diceritakan oleh saksi Warjoko di muka persidangan terkait adanya temuan mencurigakan 18 item oleh BPKP RI di tahun 2018 dan 2019, sehingga tidak ada korelasinya di dalam hasil pemeriksaan perkara yang disidangkan kali ini,” ujar Adhetya Mareza Syaputera SH dari Thalib Daryan and Partners Law Firm yang beralamat di Jakarta Selatan (Jaksel) ini kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Namun demikian, sambungnya, karena ada nama kliennya dibawa dalam keterangan saksi Warjoko di muka persidangan tadi, sehingga ia perlu menanggapi sesuai tadi yang didengar secara bersama-sama, bahwa terdakwa atas nama Bayu Pratama Erdiansyah melakukan keberatan terhadap keterangan saksi Warjoko yang mana inisiasi awal membangun komunikasi antara saksi Warjoko dan Aditya dari BPKP RI itu berawal dari saksi Warjoko sendri, itu yang pertama. “Kedua, adapun keterlibatan klien kami (terdakwa Bayu Pratama Erdiansyah) sesuai dengan yang disampaikan di dalam persidangan, murni perintah dari Direktur Keuangan PT Indofarma,” tegasnya
“Untuk masalah negosiasi antara saksi Warjoko dan Aditya dari BPKP RI itu tidak diketahui oleh klien kami,” ungkapnya.
Menyambung keterangan saksi Hilda, sambungnya, itu pun sama sekali menjelaskan terkait masker itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kliennya. “Klien kami (terdakwa Bayu Pratama Erdiansyah) hanya sebatas Manager Keuangan yang menerbitkan Bukti Kas Keluar (BKK) sesuai dengan aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di PT Indofarma. Jadi setelah unit pengajuan permohonan, ada di dalamnya DO, SO, OC dan segala macam, itu sampai ke Direktur Keuangan dapat approval (pengajuan) dari Direktur Keuangan PT Indofarma, dilakukan kembali verifikator, sehingga sifatnya sebagai Manager Keuangan hanya approval untuk melakukan pembayaran,” paparnya.
“Terkait produk masker Zhongke dan SWS (Hk) Ltd atau seperti yang dijelaskan oleh saksi Hilda di muka persidangan, itu sesuai dengan permintaan dari SWS (Hk) Ltd sebagai pihak yang berkontrak,” tuturnya.
Dijelaskannya, SWS (Hk) Ltd minta ditransfer ke Zhongke, maka kliennya mentransfer ke Zhongke. “SWS (Hk) Ltd minta ditransfer ke SWS (Hk) Ltd, kliennya mentransfer ke SWS (Hk) Ltd. Dengan catatan, klien kami dalam hal ini selaku Manager Keuangan PT Indofarma sifatnya hanya melakukan approval atas verifikasi yang telah dilakukan bagian-bagian sebelumnya,” ucapnya.
“Nilai transfer ke SWS (Hk) Ltd besarannya saya lupa. Sekarang kalau tidak salah sudah jelas untuk besarannya saya lupa, kalau tidak salah sebesar Rp6 miliar atau Rp12 miliar,” terangnya.
Terkait adanya pertemuan antara saksi Warjoko, Aditya dari BPKP RI, terdakwa Bayu Pratama Erdiansyah dan terdakwa Cecep di Yello Hotel, Jalan Tambak, Jakarta Selatan (Jaksel), imbuhnya, kliennya tidak pernah merasa bertemu dengan saksi Aditya dati BPKP RI, saksi Warjoko di hotel tersebut. “Hal tersebut sesuai dengan keterangan klien kami dan keterangan terdakwa atas nama Cecep. Tidak pernah ada pertemuan di hotel tersebut,” jelasnya.
“Saksi Warjoko selalu pergi sendiri ke Aditya dari BPKP RI. Itu inisiasi dari saksi Warjoko itu sendiri. Kita tidak tahu apakah uang yang diduga diminta oleh Aditya dari BPKP RI tersebut untuk mengurus temuan 18 item dari BPKP RI berhenti sampai di saksi Warjoko atau tidak, kita tidak tahu,” pungkasnya.
Disebutkannya, saksi Arul selaku SPI PT Indofarma yang dihadirkan dalam sidang kali ini menjelaskan, pelanggaran-pelanggaran apa saja yang dilakukan oleh karyawan dalam perkara ini. “Sepengetahuan saya, tetdakwa atas nama Bayu Pratama Erdiansyah tidak pernah diperiksa oleh tim SPI PT Indofarma, pada saat di PT Indofarma maupun di PT IGM,” tegasnya.
Ia menilai keterangan ketiga saksi tidak memberatkan buat kliennya karena semua keterangan sesuai dengan fakta juga dan keterangannya saksi Warjoko juga tidak dalam periode perkara ini terjadi, itu yang pertama. “Kedua, keterangan saksi Hilda terhadap klien kami (terdakwa Bayu Pratama Erdiansyah) hanya sebatas pembayaran yang notabene dilakukan secara Standar Operasional Prosedur (SOP). Hanya melakukan fungsi approval setelah terjadi verifikasi dari tim-tim lainnya,” urainya.
“Jadi terkait perkara aquo, jelas tegas, bahwa terdakwa atas nama Bayu Pratama Erdiansyah diperiksa selaku Manager Keuangan di PT IGM dan PT Indofarma dalam periode 2020 hingga 2023. Selebihnya tidak berkaitan. Kalaupun memang harus dipermasalahkan karena keterangan saksi Warjoko di bawah sumpah karena keterangan dua terdakwa betul-betul tidak mengakui adanya pertemuan di hotel Yello dan saksi Warjoko tetap pada keterangannya, maka jika dirasa merugikan kepentingan terdakwa, kita akan mengajukan upaya hukum terhadap keterangan saksi Warjoko dengan keterangan palsu Pasal 242 KUHP yang memberatkan terdakwa dalam persidangan kalau dianggap perlu dan memberatkan terdakwa,” tandasnya.(Murgap)