Kuasa Hukum terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail SH, Febri Diansyah SH dan Patra M Zen saat konferensi pers di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (17/04/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen DPP PDIP) sekaligus terdakwa kasus dugaan suap pengurusan penggantian antar waktu (PAW) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (17/04/2025).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mendakwa Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto Kristiyanto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.
“Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, beberapa waktu lalu.
Selain itu, Hasto Kristiyanto didakwa menyuap mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan Rp600 juta. Jaksa mengatakan, suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antar waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019 hingga 2024 Harun Masiku.
Hasto Kristiyanto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.
Hasto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan. Salah satu tuduhan terhadapnya, yakni memerintahkan Harun Masiku dan stafnya, Kusnadi merusak ponsel. Dalam dugaan perintangan penyidikan, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto (Jo) Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, dalam dugaan suap, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Agenda sidang hari ini, jaksa menghadirkan 3 saksi yakni mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan bersama mantan Ketua KPU Arief Budiman, dan Agustiani Tio Fridelina untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa dan tim Kuasa Hukum terdakwa Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
Kuasa Hukum terdakwa Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail SH mengatakan, meskipun saksi itu diperiksa untuk obstruction of justice yang sayangnya tidak ditanyakan oleh jaksa KPK di muka persidangan tadi dan ternyata saksi juga tidak tahu menahu tentang apa yang dilakukan oleh kliennya terkait dengan obstruction of justice. “Kita tidak tahu. Saya terus terang saya tidak mengerti mengapa mereka jadikan dan paksakan sangkaan dan dakwaan obstruction of justice bahkan ini menjadi dakwaan pertama. Artinya, kan inti dari dakwaan ini adalah ini. Tetapi justru kenapa terhadap saksi-saksi yang tidak pernah dan pernah ditanya oleh penyidik tetapi kok mereka tidak tanya,” ujar Maqdir Ismail SH kepada wartawan ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
“Apakah lupa apa yang terjadi yang ditanyakan oleh penyidik-penyidik KPK? Kalau ini yang mereka lakukan, justru ini mengkhawatirkan sidang. Mereka mencoba melakukan perubahan terhadap Hukum Acara klien kami tanpa proses hukum,” katanya.
Dalam arti, sambungnya, bahwa melalui proses perundang-undangan (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP). “Ini akan merusak seluruh sistem hukum. Ini yang kita sesalkan,” katanya.
“Saya kira menurut hemat saya, yang patut kita cermati seharusnya hal semacam ini tidak dilakukan. Apalagi, kalau ini untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. Saya kira itu yang pokok yang bisa saya sampaikan,” ungkapnya.
Kuasa Hukum terdakwa Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Patra M Zen mengatakan, bahwa perkara kliennya ini adalah perkara yang sama (Nebish In Idem), perkara yang penyidikannya dilakukan oleh KPK. “Kapan? Pada tahun 2019. Di dalam penyidikan, sudah ada yang namanya terdakwanya 3 orang yakni Saeful Bahri, Wahyu Setiawan yang pada hari ini hadir menjadi saksi dan Agustiani Tio. Putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inchraat) yang saya tanyakan tadi di muka persidangan. Saksi sudah diperiksa oleh KPK? Jawaban saksi sudah. Sudah didakwa? Jawaban saksi sudah. Sudah diputus perkaranya? Sudah. Sudah inchraat? Sudah, dan terbukti menerima suap. Berapa jumlahnya? 19.000 Dollar Singapura atau sekitar Rp200 juta. Saya tanya apakah benar? Saksi menjawab benar,” ujar Patra M Zen SH kepada wartawan ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
“Dalam persidangan itu, saya tanya kepada saksi duit dari siapa? Duit dikasih oleh Agustiani Tio. Darimana duitnya? Dari Saeful Bahri. Di dalam putusan sudah diperiksa 12 orang saksi yang akan juga hadir di sini nanti. Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus sudah berkesimpulan uangnya dari Harun Masiku. Saya ulang, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus ini juga gedungnya, sudah berkesimpulan uang suapnya diduga berasal dari Harun Masiku. Jangan main-main ini, marwah pengadilan ini,” paparnya.
Dijelaskannya, apa bisa diubah lagi nanti, oh bukan dari orang lain duitnya. “Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus sudah membuat kesimpulan uang yang diterima oleh Wahyu Setiawan diberikan oleh Agustiani Tio yang diberikan oleh Saeful Bahri sumbernya dari Harun Masiku. Ini pengadilannya. Tidak boleh kita main-main,” tegasnya.
“Mudah-mudahan sekali lagi, kami sepenuh-penuhnya melakukan pembelaan dan sekuat-kuatnya melakukan pembelaan. Mohon majelis hakim bisa imparsial. Jika memang klien kami (terdakwa Hasto Kristiyanto) bisa bebas, jangan ragu dibebaskan,” pintanya.
Kuasa Hukum terdakwa Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah SH mengatakan, tadi sudah ditegaskan oleh Patra M Zen SH terkait konfirmasi sumber dana. “Saya ingin meramu apa yang sudah dikemukakan dan muncul di fakta persidangan hari ini, dua orang saksi yang dihadirkan pada hari ini dari KPU. Saksi-saksi yang dihadirkan pada persidangan perdana, pasti adalah saksi-saksi yang sudah kita dengarkan dari dua orang saksi yang hadir pada hari ini,” ujar Febri Diansyah SH kepada wartawan ketika ditemui di sela-sela acara ini.
“Kita mencatat ada point yang muncul dari keterangan saksi tadi yang terkonfirmasi yakni ada pengajuan Judicial Review (Peninjauan Kembali atau PK) ke Mahkamah Agung (MA’ RI yang sudah diputus oleh MA RI dalam Putusan Pokok Nomor 57 terhadap Peraturan Hakim. Terkait apa? Terkait dengan kalau ada situasi Calon Anggota Legislatif (Caleg) yang meninggal dunia sebelum dinyatakan terpilih sebagai Anggota Legislatif,” katanya.
Lalu, sambungnya, bagaimana pandangan MA RI sebagai sebuah pandangan dan sikap hukum yang sah di wilayah hukum di Indonesia? “MA RI mengatakan, kalau ada Caleg yang sudah meninggal dunia, kemudian mendapatkan suara, maka suaranya itu dihitung tetap sah dan suaranya itu dihitung sebagai suara partai dan partai punya hak untuk mengalihkan suara tersebut. Partai punya hak untuk mengalihkan calonnya yang sudah meninggal dunia,” paparnya.
“Point ini lah yang tidak dilaksanakan oleh KPU,” tandasnya. (Murgap)