Kuasa Hukum terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Farih Romdoni Putra SH MH (kedua dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Basuki SH (pertama dari kiri), Faldo SH (pertama dari kanan) dan Gilvar Hilmi SH (kedua dari kanan) di luar ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (04/03/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com –
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan terkait dugaan Tipikor pada perkara kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, dengan terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Mangapul dan Erintuah Damanik, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (04/03/2025).
Agenda sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 3 orang saksi yakni Ito, Max dan Ade Chandra selaku penyidik verbalisan dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa. Terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo merupakan satu dari 3 (tiga) hakim PN Surabaya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Ketiga hakim tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) Juncto (Jo) Pasal 6 ayat (2) Jo Pasal 12 huruf e Jo Pasal 12B Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam kasus ini, mereka diduga menerima suap untuk menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan terhadap Dini Sera Afriyanti yang berujung kematian.
Kuasa Hukum terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Farih Romdoni Putra SH MH mengatakan, hari ini JPU menghadirkan 3 orang saksi yakni Ito, Max dan Ade Chandra tujuannya untuk mengkonfrontasi keterangan pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat SH. “Karena menurut keterangan versi Lisa Rahmat SH di persidangan mengatakan, bahwa dirinya berkali-kali ingin mengubah keterangannya tetapi tidak diberikan kesempatan oleh penyidik. Tadi di muka persidangan, penyidik menyampaikan, bahwa memang ada beberapa keterangan Lisa Rahmat SH yang diperbaiki yang mereka akomodir. Tapi menurut keterangan Lisa Rahmat SH yang disampaikan di muka persidangan, tidak semuanya keterangan Lisa Rahmat SH diakomodir,” ujar Farih Romdoni Putra SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Jadi artinya, ada beberapa keterangan Lisa Rahmat SH ingin dicabut tapi tidak diberikan kesempatan oleh penyidik. Tadi juga dibahas tentang setrum. Tadi sudah dikonfrontasikan antara Lisa Rahmat SH dan penyidik Kejagung RI yang bersangkutan tapi saksi penyidik dari Kejagung RI tidak menerangkan melakukan pengancaman itu kepada Lisa Rahmat SH. Walaupun Lisa Rahmat SH tetap pada keterangannya, bahwa ancaman setrum itu ada,” terang Farih Romdoni Putra SH MH dari Kantor Law Firm ARSB yang beralamat di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) ini.
Dijelaskannya, keterangan ancaman setrum itu saat penyidikan itu tergantung Lisa Rahmat SH dari penasehat hukumnya, karena ia tidak mewakili Lisa Rahmat SH. “Jadi opsi itu bisa ditanyakan langsung kepada penasehat hukum Lisa Rahmat SH,” katanya.
“Jadi untuk persidangan kali ini, kesimpulan hingga hari ini tidak ada satu pun saksi yang menerangkan, bahwa kliennya (terdakwa Heru Hanindyo) menerima uang dari Lisa Rahmat SH dan tidak ada saksi yang menerangkan, bahwa Lisa Rahmat SH memberikan uang kepada terdakwa Heru Hanindyo. Sampai hari ini pun belum ada,” tegasnya.
Disampaikannya, jaksa juga menyampaikan pemeriksaan di awal perkara ini sebenarnya ada 3 nomor perkara itu terpisah perkaranya. “Perkara terdakwa Heru Hanindyo, Magapul dan Erintuah Damanik, terpisah. Jadi sebenarnya seharusnya jaksa menghadirkan terdakwa Mangapul dan Erintuah Damanik sebagai saksi di sidang terdakwa Heru Hanindyo. Tadi sudah saya minta untuk dihadirkan. Tapi dari JPU mengatakan, bahwa untuk pemeriksaan terdakwa sebagai saksi dan terdakwa itu akan digabung,” urainya.
Padahal, sambungnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) konsekuensi atas pemeriksaan saksi dan pemeriksaan terdakwa adalah 2 (dua) hal yang berbeda. “Pemeriksaan saksi itu disumpah dan ada konsekuensi hukumnya, apabila pemeriksaan itu tidak sesuai dengan faktanya. Berbeda dengan pemeriksaan terdakwa. Terdakwa punya hak ingkar, sehingga sebenarnya, pemeriksaan saksi dan pemeriksaan terdakwa tidak boleh digabung,” tuturnya.
Dikatakannya, ia sudah menyampaikan keberatannya. “Nanti majelis hakim bisa mempertimbangkan agar pemeriksaan terdakwa Mangapul, Erintuah Damanik dan Heru Hanindyo kapasitasnya sebagai saksi dan sebagai terdakwa, bisa dipisah,” jelasnya.
Ia mengharapkan majelis hakim bisa mempertimbangkan untuk dipisah untuk pemeriksaan terdakwa Mangapul, Erintuah Damanik dan Heru Hanindyo sebagai terdakwa dan saksi. “Tadi disampaikan oleh jaksa, saksi yang akan dihadirkan pekan depan adalah Ahli dari Komisi Yudisial (KY) dan kami secara internal akan menghadirkan saksi-saksi yang akan membuktikan, bahwa kliennya tidak pernah menerima uang untuk mendukung keterangan terdakwa Heru Hanindyo, bahwa memang tidak pernah menerima uang,” ucapnya.
Faldo SH menegaskan, bahwa memang benar belum ada indikasi kenyataan maupun keterangan yang secara tegas adanya transaksi yang diberikan kepada terdakwa Heru Hanindyo secara langsung maupun yang tidak langsung. “Itu saja,” kata Faldo SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Gival Hilmi SH mengatakan, terkait fakta penyidik yang memeriksa Lisa Rahmat SH saat itu dan penyidik menyatakan, sudah mengkalkulasikan semua fakta tapi penyidik tidak membuka semua Controller Camera Television (CCTV) yang ada di PN Surabaya, sehingga penyidik belum memeriksa secara mendalam ada atau tidaknya, hanya berdasarkan keterangan. “Jadi keterangan-keterangan Lisa Rahmat SH yang dicabut itu tidak bisa dibenarkan dengan asumsi karena belum ada fakta yang bisa dibuktikan melalui CCTV tersebut. Itu saja,” ujar Gival Hilmi SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Basuki SH menambahkan, di persidangan, ia sempat menanyakan Standar Operasi Prosedur (SOP) penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Kejagung Ri seperti apa kalau sedang melakukan pemeriksaan. “Tadi juga disampaikan, bahwa pemeriksaan itu 8 jam paling lama. Tentu ini logikanya harus mengikuti jam kerja yang ada di Indonesia yaitu mulai dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 19.00 WIB. Tapi faktanya kemarin, pada saat pemeriksaan itu, saksi Lisa Rahmat SH diperiksa sampai pukul 02.00 WIB dini hari. Tadi disampaikan oleh saksi penyidik Max itu sesuai dengan kebutuhan. Bisa dimulai dari jam berapa pun. Tapi kita sama-sama tahu, bahwa jam kerja di negara ini jam 08.00 WIB hingga 17.00 WIB,” kata Basuki SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Kalaupun ada, itu jam kerja tambahan,” terangnya.
Kenapa demikian, sambungnya, karena seseorang yang diperiksa itu sudah banyak mengalami kelelahan. “Apalagi, kalau sudah malam itu tentu konsentrasi dan sebagainya akan berubah tidak sama seperti pada pagi hari atau siang hari,” paparnya.
“Kami sampaikan juga dari semua saksi yang sudah diperiksa di muka persidangan yang terbuka untuk umum sudah melalui sumpah itu semuanya tidak ada yang menyatakan, bahwa terdakwa Heru Hanindyo menerima uang dan tidak juga saksi atas nama Lisa Rahmat SH menyerahkan uang senilai Rp1 miliar sekian seperti apa yang di dakwaan JPU. Itu bisa menjadi catatan dan hal baik untuk demi tegaknya hukum di republik ini,” ungkapnya.
Ke depan, sambungnya, tidak hanya di perkara ini saja. (Murgap)