Kuasa Hukum terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Farih Romdoni Putra SH MH (kedua dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Basuki SH (tengah), Heri Bertus SH (pertama dari kiri), Yodi SH (pertama dari kanan) dan lainnya di luar ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (25/02/2025). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com –
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan terkait dugaan Tipikor pada perkara kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, dengan terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Mangapul dan Erintuah Damanik, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa (25/02/2025).
Agenda sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 2 orang saksi yakni terdakwa Gregorius Ronald Tannur, dan saksi kunci Lisa Rahmat selaku pengacara Gregorius Ronald Tannur, untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari ketiga terdakwa. Terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo merupakan satu dari 3 (tiga) hakim PN Surabaya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Ketiga hakim tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) Juncto (Jo) Pasal 6 ayat (2) Jo Pasal 12 huruf e Jo Pasal 12B Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam kasus ini, mereka diduga menerima suap untuk menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan terhadap Dini Sera Afriyanti yang berujung kematian.
Kuasa Hukum terdakwa Hakim PN Surabaya Heru Hanindyo, Farih Romdoni Putra SH MH mengatakan, saksi terdakwa Gregorius Ronald Tannur yang disidangkan di PN Surabaya oleh ketiga majelis hakim yang menjadi terdakwa dalam sidang hari ini. “Setelah diperoleh fakta-faktanya dan setelah ditanyakan oleh JPU, dan seluruh penasehat hukum, diketahui fakta memang, bahwa tidak pernah ada satu pun dari saksi mengetahui, adanya suap menyuap dan adanya pemberian baik terhadap polisi, JPU dan hakim. Jadi sampai detik ini pun tidak ada bukti yang menyatakan, bahwa klien kami menerima uang dari pengacara Ronald Tannur yaitu Lisa Rahmat,” ujar Farih Romdoni Putra SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, sampai sekarang tidak ada satu saksi pun yang mengatakan seperti itu. “Dimas adalah pengacara dari keluarga korban Dini Sera Afriyanti. Dari keterangan Gregorius Ronald Tannur menerangkan, bahwa mendengar, bahwa Dimas meminta uang Rp2 miliar untuk Dimas saja bukan untuk keluarga. Itu yang diterangkan oleh saksi Gregorius Ronald Tannur di muka persidangan,” terang Farih Romdoni Putra SH MH dari Kantor Law Firm ARSB yang beralamat di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) ini.
“Jadi baru disampaikan, bahwa ada upaya-upaya menghalangi keluarga Gregorius Ronald Tannur untuk ketemu dengan keluarga korban Dini Sera Afriyanti di Sukabumi,” katanya.
Dijelaskannya, bahwa pada saat Gregorius Ronald Tannur menyampaikan tidak ada hubungan asmara dengan korban Dini Sera Afriyanti, dan hal itu juga tidak mempengaruhi apa pun fakta terkait sidang ini, bahwa kliennya tidak menerima apapun terkait penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur di PN Surabaya. “Pada saat itu, sesuai keterangan terdakwa Heru Hanindyo pada sidang ini pernah menanyakan kepada JPU, mana Control Camera Television (CCTV) dari lift? Karena surat dakwaan JPU diterangkan, bahwa penganiayaan itu terjadi di lift. Artinya, pada saat itu hakim menggali fakta, bahwa CCTV itu bisa dibuktikan. Pemukulan atau penganiayaan itu terjadi di lift. Makanya, pada saat itu terdakwa Heru Hanindyo selaku hakim PN Surabaya menggali dan meminta CCTV tersebut untuk bahan pertimbangan. Tapi faktanya memang ada keterangan dari pihak mall, bahwa CCTV di lift pada saat itu rusak. Jadi tidak bisa dibuktikan,” ungkapnya.
“Sehingga hal itu menjadi bahan pertimbangan majelis hakim terkait apakah ada perlindasan. Tadi yang menarik terkait CCTV yang beredar di sosial media (sosmed) berdasarkan keterangan saksi Gregorius Ronald Tannur, bahwa tidak pernah dihadirkan oleh JPU. Seperti tadi yang telah disampaikan, bahwa di sosmed itu sudah ada edit-edit lagu dan sudah ditambahkan. Nah, yang selama ini video itu viral ternyata tidak pernah menjadi bukti di persidangan, menurut keterangan saksi Gregorius Ronald Tannur,” paparnya.
Dikatakannya, saksi Lisa Rahmat adalah saksi kunci dalam persidangan ini. “Apakah betul ada suap menyuap kepada seluruh hakim yang mengadili saksi Gregorius Ronald Tannur?” tanyanya.
“Di persidangan tadi saya memperlihatkan muka terdakwa Heru Hanindyo kepada saksi Gregorius Ronald Tannur, dan dia hanya melihat, bahwa ia pernah melihat terdakwa Heru Hanindyo pernah menyidangkannya tapi tidak tahu nama. Bahkan terdakwa Gregorius Ronald Tannur tidak pernah mendengar nama terdakwa Heru Hanindyo. Bahkan dia tidak pernah mendengar nama terdakwa Heru Hanindyo menerima hadiah dan tidak pernah mendengar terdakwa Heru Hanindyo menerima janji-janji ataupun memberikan janji-janji,” paparnya.
Ia menanyakan, apakah ada Aparat Penegak Hukum (APH) yang menawarkan bantuan. “Apakah dari penyidik, JPU ataupun dari hakim? Disampaikan oleh saksi Gregorius Ronald Tannur, bahwa tidak ada satupun APH yang meminta sesuatu kepada Gregorius Ronald Tannur maupun keluarga,” tegasnya.
Yodi SH menambahkan, bukti itu harus original bukti di CCTV yang diajukan resmi oleh JPU. “Tadi kan tidak ada dilindas. Saya juga menanyakan riwayat sakit lambung korban Dini Sera Afriyanti di muka persidangan. Itu menimbulkan bahkan minum saja sampai direbut oleh saksi Gregorius Ronald Tannur. Mungkin sayang tapi dia tidak mau mengatakan hal itu kepada pacarnya,” ujar Yodi SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dengan dia begitu, sambungnya, apa mungkin saksi Gregorius Ronald Tannur melakukan pembunuhan kepada korban Dini Sera Afriyanti. “Korban Dini Sera Afriyanti saja lagi sakit sampai minumannya diambil supaya tidak minum,” katanya.
Basuki SH MH menjelaskan, bahwa sudah dilihat di muka persidangan seakan mengulas, bahwa selama ini yang beredar di medsos ada mobil seolah-olah sedang maju mundur, menggilas, maju dan mundur. “Tadi saksi Gregorius Ronald Tannur dan saat itu dia yang menjadi terdakwa di perkara ini menyatakan, itu tidak benar adanya. Jadi apa yang selama ini beredar di medsos adanya penggilasan dan adanya pemukulan dan sebagainya dan adanya patah-patah tulang, tadi kita sudah semuanya coba untuk buka faktanya dan di persidangan kali ini dari keterangan saksi Gregorius Ronald Tannur itu tidak ditemukan,” ujar Basuki SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Artinya, sambungnya, apa yang beredar di medsos itu adalah seperti membuat konten, jadi mobil itu bisa dibuat maju dan mundur, seolah-olah itu yang tampak Gregorius Ronald Tannur menjadi manusia tersadis. “Setelah itu, maju menggilas lagi mundur. Nah ini tentu akan menyakiti hati masyarakat dan hal lain yang tadi kita sayangkan ada pihak lain yang berupaya mencari keuntungan di balik perkara ini,” katanya.
“Seperti yang tadi sudah disampaikan di muka persidangan meminta uang Rp2 miliar seperti yang tadi sudah disampaikan oleh rekan kami tadi, di satu peristiwa ini, ada pihak lain yang ingin mengambil keuntungan untuk pribadinya,” urainya.
Ia berharap semoga nanti di persidangan berikutnya saksi Lisa Rahmat nanti akan membantu apa sih yang sesungguhnya terjadi di peristiwa hukum ini dengan tajuk dugaan Tipikor teman-teman hakim yang ada di PN Surabaya. “Nanti sama-sama kita saksikan apa yang di ruang sidang. Semoga ini bisa menjadi pencerahan bagi kita semua. Oh begini faktanya dan oh bukan begitu faktanya,” terangnya.
Meninggalnya korban Dini Sera Afriyanti di mana, imbuhnya, tadi juga sudah ditanyakan berulang-ulang di muka persidangan. “Tadi juga ada statement (pernyataan) dan tadi juga saya tanyakan. Saya pikir seperti yang ada di medsos meninggalnya korban Dini Sera Afriyanti di basement setelah dilindas, meninggal. Ternyata tidak. Itu dinyatakan meninggal dunia di salah satu Rumah Sakit (RS) bernama National Hospital,” ucapnya.
“Jadi apa yang beredar di medsos berapa bulan lalu dan fakta di persidangan hari ini, itu jauh berbeda,” katanya.
Artinya, sambungnya, vonis bebas Gregorius Ronad Tannur itu wajar. “Seorang hakim memutus perkara itu bukan berdasar kepada yang lain-lain. Tapi dasarnya adalah fakta persidangan yang terungkap saat itu dan keyakinan hati hakim. Fakta persidangan itu akan mejadikan keyakinan majelis hakim untuk memutus perkara ini,” tuturnya.
“Ini benar gak seperti ini? Baju saya warna biru yang saya pakai saat ini. Masa mau saya bilang baju yang saya pakai saat ini berwarna kuning. Nah ini lah yang menjadi persoalan. Jadi dalam peristiwa itu biru adanya bukan warna kuning,” ia menganalogikan. (Murgap)