Erik Graha Pandapotan SH MKn
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan perkara kasus dugaan Tipikor proses penerbitan jaminan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) PT Kalimantan Sumber Energi (KSE) pada PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) pada 2018 hingga 2021, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (06/01/2025).
Adapun terdakwa pada perkara ini yakni Agus Hartana (AH) selaku Pimpinan PT Askrindo Kantor Cabang Utama (KCU) Jakarta Kemayoran tahun 2018-2019, Adi Kusuma Wijaya (AKW) selaku Kepala Bagian (Kabag) Pemasaran PT Askrindo KCU Jakarta Kemayoran tahun 2018-2019, Dwi Agus Sumarsono (DAS) selaku Direktur Marketing Komersial PT Askrindo tahun 2018-2020, dan Alfian Rifai (AR) selaku Direktur Utama (Dirut) PT KSE. Perlu diketahui, kasus ini bermula saat terdakwa AR selaku Dirut PT KSE mengajukan permohonan Kontra Bank Garansi kepada PT Askrindo.
Tapi dokumen itu ternyata tidak memenuhi syarat. Dokumen itu digunakan sebagai dokumen pendukung dalam pengajuan Kontra SKBDN kepada PT Askrindo dengan nilai pertanggungan sebesar Rp170 miliar.
Terdakwa AH kemudian menyetujui pemberian Kontra SKBDN PT KSE yang seharusnya tidak layak untuk disetujui. Kemudian, terdakwa AKW menyuruh terdakwa AR untuk memecah permohonan Kontra SKBDN senilai Rp170 miliar menjadi 5 (lima) permohonan.
Hal itu dilakukan agar limit (batas) kewenangan memutus akseptasi minimal 3 (tiga) Direksi. Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), terdakwa AKW mengarahkan dan memerintahkan analis dalam melakukan Kajian Kelayakan untuk meng-up scoring Capacity dan Condition PT KSE yang seharusnya tidak layak menjadi layak untuk mendapatkan fasilitas Kontra SKBDN PT Askrindo.
Selain itu, terdakwa AKW juga diduga menerima uang sebesar Rp200 juta dari terdakwa AR. Terdakwa DAS diduga meminta terdakwa AR memecah pengajuan Kontra SKBDN senilai Rp170 miliar menjadi lima permohonan agar limit kewenangan memutus akseptasinya hanya sampai Kepala Divisi (Kadiv) UWS Kantor Pusat PT Askrindo serta diduga mendapat 1 (satu) unit motor Harley Davidson dari terdakwa AR.
Terdakwa AR kemudian diduga memberikan 1 (satu) unit motor Harley Davidson kepada terdakwa DAS. Tak hanya itu, terdakwa AR juga diduga memberi uang sebesar Rp200 juta kepada terdakwa AKW, sehingga mendapatkan kemudahan fasilitas Kontra SKBDN dari PT Askrindo.
Kasus ini diduga mengakibatkan dugaan kerugian negara sebesar Rp170 miliar yang saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Atas perbuatan itu, para terdakwa disangkakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Juncto (Jo) Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pada sidang kali ini, JPU menghadirkan 4 orang saksi yakni Andrew selaku mantan Kepala Cabang (Kacab) Pangkalan Bun PT Askrindo, Furqon, Richard dan Andri selaku Auditor internal dari PT Askrindo untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari keempat terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Pimpinan PT Askrindo KCU Jakarta Kemayoran tahun 2018-2019 Agus Hartana, Erik Graha Pandapotan SH MKn mengatakan, keterangan saksi khususnya 3 orang tim Auditor Internal PT Askrindo di muka persidangan, sangar prematur karena yang ia garisbawahi adalah terkait dengan kerugian yang disebutkan oleh saksi-saksi tersebut.
“Mereka menyebut kerugian diduga Rp169 miliar. Akan tetapi itu belum dikurangi dengan premi asuransi, jaminan asetnya itu belum dikurangi. Jadi menurut kami, apa yang disebutkan oleh saksi itu masih tidak jelas angka kerugian PT Askrindo itu. Nah, itu yang pertama,” ujar Erik Graha Pandapotan SH MKn kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kedua, sambungnya, pihaknya melihat juga keterangan-keterangan tim Auditor internal PT Askrindo di muka persidangan, belum sepenuhnya mencakup terkait dengan adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kliennya. “Intinya, seperti itu menurut kami,” terang Erik Graha Pandapotan SH MKn dari Winn Etorni at Law yang beralamat di Zona Topaz, Jakarta ini.
Menurutnya, kerugian PT Askrindo belum fix atau belum pasti angkanya. “Itu baru potensi kerugian saja. Artinya, saksi Auditor internal PT Askrindo mengatakan, kerugian nilainya Rp169 miliar. Tapi kalau tadi saya tanya kepada saksi apakah sudah dikurangi dengan jumlah yang saya sebutkan tadi ada premi dan jaminan aset, saksi mengatakan, belum. Jadi masih bisa dikurangi kan nilainya sekitar Rp3,6 miliar, jadi bisa sekitar Rp90 miliar,” tegasnya.
“Kedua, terkait dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh klien kami masih prematur untuk menyampaikan kekeliruan atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh klien kami,” paparnya.
Dijelaskannya, karena ada beberapa hal yang belum disebutkan oleh saksi dalam keterangan di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). “Seperti itu sih untuk hari ini, sementara,” ungkapnya.
Dikatakannya, pemeriksaan saksi oleh JPU jumlahnya ada sekitar 60 orang saksi pada perkara ini. “Kami belum koordinasi dengan klien kami apakah akan membawa saksi atau tidak. Tapi menurut rencana memang ada. Cuma nanti lah kami akan sampaikan lagi perkembangannya seperti apa,” tuturnya.
Ia mengharapkan hakim dapat melihat dengan jeli dan jelas, bahwa terkait dengan kerugian negara yang didakwakan oleh JPU yakni Rp170 miliar masih prematur jauh dan belum pasti adanya kerugian negara yang disebabkan oleh kliennya. “Kami mohon supaya klien kami dapat dibebaskan lah dari dakwaan JPU. Kami juga melihat apa pun yang dilakukan oleh klien kami, sebatas melaksanakan tugasnya. Sedangkan, diskresi keputusan itu diambil oleh Kantor Pusat PT Askrindo. Klien kami hanya menjalankan saja, eksekusi apa yang disetujui oleh Kantor Pusat PT Askrindo. Jadi klien kami dalam pengajuan SKBDN ini hanya mengajukan saja. Soal disetujui atau tidak itu keputusan Kantor Pusat PT Askrindo,” jelasnya.
Ia mengatakan, untuk sementara kliennya belum tahu akan membawa Auditor independen atau tidak. “Kita masih melihat ke depan seperti apa. Kalau memang diperlukan, klien kami akan membawa,” tandasnya. (Murgap)