Kuasa Hukum terdakwa Budi Said, Indra Haposan Sihombing SH MH (pertama dari kiri) bersama Nurbaini Jannah SP SH MH saat jumpa pers di luar ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (13/12/2024). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus dugaan Tipikor rekayasa jual beli emas dengan Nomor Perkara 78/Pid.Sus.TPK/2024/PNJkt.Pst dengan terdakwa crazy rich asal Surabaya, Budi Said dan General Manager (GM) PT Antam (Tbk) Abdul Hadi, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (13/12/2024).
Agenda sidang hari ini adalah pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk kedua terdakwa. Terdakwa dugaan korupsi jual beli emas PT Antam (Tbk) Budi Said, menghadapi tuntutan 16 tahun penjara.
Tuntutan tersebut disampaikan oleh JPU yang menilai, bahwa terdakwa Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Said dengan pidana penjara 16 tahun,” ucap jaksa menyampaikan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at (13/12/2024).
Jaksa menjelaskan, durasi hukuman itu dikurangi dengan masa kurungan yang telah dihabiskan oleh terdakwa Budi Said selama di rumah tahanan (rutan) negara. Namun, jaksa juga menyampaikan tuntutan pidana penjara itu bisa bertambah 6 (enam) bulan bila terdakwa Budi Said tidak membayar uang denda sebesar Rp1 miliar.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut Budi Said untuk mengganti rugi kepada negara sebesar 58,135 Kilogram (Kg) emas PT Antam (Tbk) atau setara dengan nilai Rp35.078.291.000 serta 1,136 Kg (1,1 ton) emas PT Antam (Tbk) atau setara dengan nilai Rp1.073.786.839.584. “Apabila terdakwa Budi Said tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 (satu) bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut,” kata jaksa.
Sementara, terdakwa Abdul Hadi dituntut kurungan penjara selama 7 tahun dan membayar uang denda sebesar Rp500 juta. Kuasa Hukum terdakwa Budi Said, Nurbaini Jannah SP SH MH mengatakan, surat dakwaan dan surat tuntutan jaksa sangat menciderai dan melukai atas rasa keadilan kliennya.
“Kenapa alasan kita bicara seperti itu? Karena pertama, sudah 21 hakim dan di dalam 9 Hakim Agung sudah pernah memutus dua perkara pidana penipuan, Budi Said sebagai terdakwa dinyatakan sebagai korban dan pelakunya adalah oknum pejabat PT Antam (Tbk) dengan para stafnya dan satu broker yang bernama Eksi Anggraini dan satu putusan perdata, terdakwa Budi Said berhak atas emas dari PT Antam (Tbk) seberat 1,136 Kg,” ujar Nurbaini Jannah SP SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Tapi pada kenyataannya apa, sambungnya, sekarang malah tuntutan jaksa sebaliknya, bahwa terdakwa Budi Said adalah pelaku. “Jadi di mana kepastian hukum?” tanyanya.
“Kedua, mengenai laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI pun di dalam persidangan menyatakan sendiri di dalam persidangan, bahwa saksi tidak melakukan perhitungan terhadap berapa berat emas yang saudara terdakwa Budi Said terima dari PT Antam (Tbk). Saksi tidak pernah menghitung itu,” ungkap Nurbaini Jannah SP SH MH dari Kantor Firma Hotman Paris (FHP) ini.
Saksi dari BPK RI itu, imbuhnya, menyatakan, bahwa hasil audit dari BPK RI ada kerugian atau kehilangan emas dari PT Antam (Tbk) seberat 152 Kg. “Sedangkan saksi dari BPKP RI juga begitu dalam laporannya di muka persidangan, mengatakan, bahwa saksi tidak menghitung sudah berapa banyak emas yang diterima oleh terdakwa Budi Said,” paparnya.
“Malah saksi dari BPKP RI di muka persidangan, menjelaskan, bahwa ada kerugian seberat 1,136 Kg emas. Sekarang yang lebih menyedihkan lagi mengenai 1,136 Kg emas itu. Itu perhitungan dari mana? Sedangkan surat keterangan itu kan yang diberikan tanggal 16 November itu, bahwa terdakwa Budi Said awalnya diberikan harga diskon,” ungkapnya.
Ketika terdakwa Budi Said membayar sesuai dengan faktur itu sudah klop, sambungnya. sesuai dengan harga PT Antam (Tbk). “Terdakwa Budi Said terima total 5,935 Kg emas. Ketika terdakwa Budi Said sudah menerima segitu stop, PT Antam (Tbk) sudah tidak memberikan lagi emas kepada terdakwa Budi Said,” terangnya.
Dijelaskannya, terdakwa Budi Said yang merasa diberikan harga diskon yang seharusnya atas pembayaran Rp3,5 triliun itu terdakwa Budi Said berhak 7 ton emas yang harusnya terdakwa Budi Said terima. “Wajar dong terdakwa Budi Said menanyakan kekurangannya, “Hei mana PT Antam (Tbk), mana nih, kan masih ada kekurangan emas 1,136 Kg loh? Elo kan janjinya kasih harga diskon, seharusnya saya dapat dong emas 7 ton,”. Karena tidak dikasih-kasih, akhirnya, PT Antam (Tbk) yang diwakili oleh Kepala Butik Emas Logam Mulia (BELM) Endang Kumoro memberikan surat keterangan itu, “Oke, Pak Budi Said akan saya berikan emas tanggal sekian sekian, total semua tanggal sekian sekian, sehingga total semua emas 1,136 Kg,”. Tapi kenapa diplintir tiba-tiba, bahwa surat itu lah yang membuat dasar terdakwa Budi Said meminta surat keterangan tersebut untuk mengajukan gugatan perdata,” ucapnya.
Padahal, imbuhnya. bukan. “Hanya terdakwa Budi Said menagih sisa kekurangan emasnya kepada PT Antam (Tbk) sesuai janji oleh pejabat PT Antam (Tbk) dan Eksi Anggraini sebagai brokernya, emas sebesar 7 ton,” jelasnya.
“Tapi kenyataannya apa? Surat itu sekarang malah di dakwaan jaksa. Terdakwa Budi Said dituduh malah negara dirugikan seberat 1,136 Kg emas. Oleh karena itu, kami memohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini sekarang agar memperhatikan dan menghormati putusan 2 perkara pidana terdahulu, pertama, terdakwa Budi Said adalah sebagai korban penipuan dan semua penipuan itu diduga dilakukan oleh Kepala BELM PT Antam Tbk beserta stafnya bernama Misdianto dan satu broker bernama Endang Kumoro,” tuturnya.
Kedua, sambungnya, putusan perdata PT Antam (Tbk) dihukum memberikan kekurangan emas sebesar 1,136 Kg kepada terdakwa Budi Said. “Tapi kenapa sekarang malah dituduh itu sebagai kerugian negara? Sekarang kerugian negaranya di mana? Sementara, putusan Mahkamah Agung (MA) RI menyatakan, kerugian negara apa sih? Kerugian negara itu harus actual loss (kerugian yang nyata). Ini kan 1,136 Kg emas ketika kita eksekusi atas putusan MA RI itu saat PT Antam (Tbk) disuruh memberikan emas 1,136 Kg tapi kenyataannya apa? Ketika kita mengajukan eksekusi, malah ditahan. Dipanggil oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI terdakwa Budi Said dan ditahan sampai sekarang,” ungkapnya.
“Sekarang dituntutan jaksa, malah disuruh membayar kerugian negara dengan membayar emas seberat 1,136 Kg dan 58 Kg emas. Emas seberat 1,136 Kg mana buktinya? Belum terima terdakwa Budi Said emas tersebut. Apakah itu justru kerugian negara?” tanyanya lagi.
Dikatakannya, mengenai kerugian negara 58 Kg emas, itu adalah jaksa menghitung dan hanya melihat dari 12 November terdakwa Budi Said menerima emas 100 Kg dari PT Antam (Tbk). “Emas 100 Kg itu adalah pembayaran akumulasi kekurangan terdahulu sebelumnya. Jadi terdakwa Budi Said membayar, nanti dapat emasnya 12 hari kemudian dan tidak selalu dapat. Jadi itu merupakan akumulasi. Sekarang kita melihat totalnya saja, kita tidak bisa melihat sepenggal-sepenggal begitu. Terkait pengambilan atau penerimaan emas di 12 November itu tidak bisa dilihat seperti itu,” tegasnya.
“Itu gampang banget di tuntutan jaksa, jadi ada kerugian negara 58 Kg itu di mana pada saat 13 November terdakwa Budi Said menerima emas 100 Kg. Sedangkan, emas 100 Kg terdakwa Budi Said membayar hanya 41 Kg emas. Nah di situlah dihitung kerugian negara,” urainya.
Oleh karena itu, imbuhnya, pihaknya sangat memohon kepada majelis hakim yang memeriksa perkara terdakwa Budi Said agar menghormati putusan terdahulu yaitu dua putusan pidana penipuan, terdakwa Budi Said adalah selaku korban dan putusan perdata, PT Antam (Tbk) diharuskan dan diwajibkan membayar kekurangan emas sebesar 1,136 Kg kepada terdakwa Budi Said. “Akan tetapi tuntutan jaksa malah sebaliknya. Terdakwa Budi Said disuruh membayar emas 1,136 Kg yang setara dengan harga Rp1,1 triliun dan 58 Kg emas sebesar Rp1 miliar. Bagaimana kepastian hukum, kalau begitu. Jadi sekarang kita takut dong kalau beli barang emas milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” katanya.
Dijelaskannya, isi Nota Pembelaan (Pledoi) tim Kuasa Hukum terdakwa Budi Said yang akan dibacakan pada Jum’at (20/12/2024), akan memaparkan seluruh fakta-fakta di persidangan yaitu menyangkut pertama, bahwa semua Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh oknum-oknum pejabat di PT Antam (Tbk), kedua, terdakwa Budi Said ini termasuk pembeli jenis apa, apa preference kah atau trading (perdagangan), ketiga, tidak ada surat kuasa dan keempat, Eksi Anggraini itu siapa. “Nah, kalau preference itu biasanya cash and carry (langsung bayar). Tapi kenyataannya, terdakwa Budi Said bukan jenis pembeli emas cash and carry yaitu 12 hari kerja dan semua itu diketahui oleh Kepala BELM PT Antam (Tbk) bahkan terdakwa Budi Said juga datang ke Kantor PT Antam (Tbk) di Pulo Gadung, Jakarta Timur (Jaktim), menanyakan benar gak nih ada harga diskon? Ternyata benar ada harga diskon. Akhirnya, terus lah berlanjut pembelian emas sampai 152 Kg,” katanya.
“Seharusnya, orang yang ingin mengambil emas itu harus ada surat kuasa. Akan tetapi sudah 103 faktur yang diambil tanpa surat kuasa oleh broker yang bernama Eksi Anggraini. Eksi Anggraini itu siapa? Apakah karyawan PT Antam (Tbk)? Dia mengakui sebagai apa? Broker? Nah, kenapa Eksi Amggraini bisa ada setiap hari di Kantor PT Antam (Tbk) dan ada tempat duduknya dan kemudian ada 41 founder lagi selain terdakwa Budi Said. Bahkan, Eksi Anggraini punya karyawan 2 orang duduk di dalam PT Antam (Tbk). Nah, ini bagaimana ketertiban SOP? Bolehkah broker ada di dalam ruangan pejabat PT Antam (Tbk) yang setiap hari berkantor di situ dan punya anak buah?” tanyanya heran.
Misalnya, sambungnya, pertama, mengenai SOP Stock Opname emas. “Seharusnya, PT Antam (Tbk) menurut SOP harus melakukan Stock Opname yaitu pengecekan fisik dengan stock yang ada setiap hari. Kedua, triwulan (3 bulanan) harus dicek Stock Opname. Akan tetapi PT Antam Tbk tidak melakukan itu,” terangnya.
Indra Haposan Sihombing SH MH menambahkan, pihaknya sangat-sangat kecewa terhadap surat dakwaan dan surat tuntutan jaksa terhadap kliennya. “Ini sangat melukai rasa keadilan dan kemanusiaan seseorang yang punya itikad baik membeli emas untuk memperkaya negara. Hal yang tadi sudah diutarakan tapi singkat saja, jujur dalam hal ini, terdakwa Budi Said sudah diputus oleh beberapa putusan dua pengadilan Pidana Khusus (Pidsus) dan Perdata, terdakwa Budi Said sebagai korban. Itu harus dipandang sebagai nilai-nilai positif dalam perkara ini, itu yang pertama,,” ujar Indra Haposan Sihombing SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Kedua, sambungnya, kerugian 58 Kg emas tidak pernah dihitung oleh BPK RI dan BPKP RI sejak Maret hingga November seluruh 157 transaksi terdakwa Budi Said. “Ini sama sekali ingin mengetahui berapa sih kurangnya kerugian negara terhadap 58 Kg emas? Sehingga hal ini tidak terbukti sebenarnya. Terkait 1,136 Kg emas yang dibilang itu terdakwa Budi Said yang menyebabkan kerugian negara, satu ons ataupun satu gram emas pun tidak ada diberikan oleh PT Antam (Tbk) kepada terdakwa Budi Said. Di mana letak kerugian negara apalagi ditambah disuruh mengganti? Ini kan sangat konyol. Ini negara hukum apa seperti ini? Negara hukum apa gitu loh? Kalau jaksa seperti ini menuduhkan hal yang sangat lebay, menurut kita, gitu loh, yang tidak sesuai fakta,” ungkap Indra Haposan Sihombing SH MH dari FHP ini.
“Nah, untuk demikian, semua putusan itu diputus di MA RI itu semua hakim senior-senior dari majelis hakim. Makanya, kami anggap 9 Hakim Agung yang sudah senior kemarin memutus perkara ini kita anggap jadi pertimbangan juga untuk majelis hakim sekarang untuk memutus perkara terdakwa Budi Said,” katanya.
Mengenai tuntutan jaksa kepada kliennya dengan hukuman penjara 16 tahun, imbuhnya, sangat di luar logika. “Di mana letak kerugian negara? Sangat mengerikan,” tegasnya.
“Tuntutan penjara 16 tahun kepada terdakwa Budi Said, sangat-sangat membuat kita kecewa. Jadi untuk itu kita berharap dari tim Kuasa Hukum Dr Hotman Paris Hutapea SH MH, meminta kepada majelis hakim agar memutus perkara ini berdasarkan keadilan Yang Maha Esa. Ada dilibatkan Tuhan Yang Maha Esa (TYME) untuk perkara ini karena perkara ini sangat-sangat klien kita dizolimi. Untuk itu, kami berharap ada putusan majelis hakim pada 27 Desember 2024 yang nanti kita dengarkan dari majelis hakim,” tandasnya. (Murgap)