Omay Chusmayadi SH MH
Jakarta, Madina Lime.Com – Praktisi Hukum Omay Chusmayadi SH MH berpendapat, bahwa Undang-Undang (UU) Pertambangan dan UU Reklamasi yaitu lex spesialis (khusus) daripada semua UU.
“Berarti UU khusus. Nah, kalau sepanjang perbuatan itu merugikan kerugian negara dan ada kerugian negara ataupun merugikan perekonomian negara itu larinya ke Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kalau tidak ada kerugian negara, Tipikor disandingkan dengan UU Reklamasi atau sejenisnya yang lex spesialis itu UU Pertambangan. Jadi kita lihat dulu, negara dirugikan gak?” ujar Omay Chusmayadi SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (09/12/2024), ketika menanggapi kasus perkara dugaan Tipikor penglogaman bijih timah yang diduga merugikan negara mencapai Rp300 triliun.
Kalau negara merasa dirugikan dengan reklamasi ataupun dengan tindakan daripada oknum diduga pelaku Tipikor, sambungnya, berarti itu larinya ke Tipikor bukan ke tindak pidana pertambangan atau tindak pidana lainnya. “Itu Tipikor kalau negara dirugikan, jelas ya,” tegasnya.
“Di perkara kasus dugaan Tipikor timah, sangat dirugikan negara, kalau menurut saya,” ungkap Omay Chusmayadi SH MH dari Kantor Law Firm OCP ini.
Kalau umpamanya kawasan atau lahan tambang timah itu sudah berlubang besar akibat penggalian yang diduga dilakukan oleh oknum pelaku Tipikor timah tersebut, imbuhnya, sudah otomatis harus dilihat Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebutkan, tanah, air, angkasa dikuasai oleh negara. “Sekarang tanah atau lahan tambang timah milik siapa? Apakah milik masyarakat atau milik negara? Kalau tanah itu milik negara sudah pasti dan biasanya tanah yang belum dikuasai oleh perseorangan dikuasai oleh negara,” ucapnya.
Ia mempertanyakan negara dirugikan kah? “Kalau negara dirugikan timbulah satu Tipikor. Tetap kena Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999, kalau menurut saya. Meskipun UU Pertambangan adalah UU lex spesialis atau UU khusus atau tersendiri,” terangnya.
“Tapi karena negara sudah dirugikan dan timbul kerugian negara itu disebut Tipikor. Tetap kena. Kerugian negara yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan,” jelasnya.
Menurutnya, harus diuji kembali atau di-judicial review UU Pertambangan agar pertambangan itu bisa mengacu kepada UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999. “Karena UU Pertambangan itu adalah merupakan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Karena kalau SDA Indonesia itu sudah dirusak oleh seseorang atau oleh komunitas yang lain, itu kerugian negara,” katanya.
“Walaupun masyarakat Bangka Belitung (Babel) yang menambang timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk itu sudah dilakukan sejak zaman Belanda, pada saat itu UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 belum ada, sejak UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 diberlakukan dan diumumkan dan diundangkan, itu sudah berlaku suatu tindak pidana,” tuturnya.
Misalnya, imbuhnya, seumpama UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebelum berlaku, tetap itu tidak dikatakan sebagai sebuah Tipikor tapi terkena UU Pertambangan. “Jadi berlaku surut. Berlaku surut ketika UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 itu. Artinya, pada saat UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor diumumkan berlaku pada saat itu,” paparnya.
“Kita melihat masalah pada saat menambang sejak UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 berlaku. Setelah UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 berlaku, semua yang ada di bumi Indonesia ini temasuk pertambangan dan lainnya itu dikuasai oleh negara. Termasuk lingkungan dikuasai oleh negara karena negara selaku penguasa dari semua bumi, air dan angkasa sesuai Pasal 33 ayat 3 UUD 1945,” ungkapnya.
Ia mengharapkan untuk ke depannya dengan berlakunya UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 semua UU khusus harus berpijak kepada UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. “Apakah tanah atau lahan tambang itu punya negara ataupun bukan punya negara, toh itu harus dilihat. Apalagi, tanah atau lahan tambang punya perseorangan. Kalau itu sudah menimbulkan kepada kerugian negara, itu kena Tipikor,” tuturnya.
“Jadi harus ditegaskan, bahwa selama perbuatan itu menimbulkan ataupun merugikan negara itu disebut Tipikor,” tandasnya. (Murgap)