Rio Andre Winter Siahaan SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor terkait dua petinggi smelter swasta yang sudah menjadi terdakwa dan didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerima uang Rp4,1 triliun dan diduga melakukan pencucian uang terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022, sehingga diduga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (02/12/2024).
Dalam dakwaan JPU, kedua petinggi dimaksud yakni Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi yang diduga memperkaya diri Rp2,2 triliun serta Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto yang diduga menerima Rp1,9 triliun. Kedua terdakwa diduga telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam menyembunyikan asal usul harta kekayaannya.
Dengan demikian, perbuatan keduanya diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terdapat pula General Manager (GM) Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020 Rosalina.
Meski terlibat dalam kasus tersebut, namun terdakwa Rosalina tidak menerima uang dan tidak melakukan TPPU. Untuk itu, Rosalina terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan JPU menjelaskan, Suwito, baik sendiri maupun bersama-sama dengan Direktur PT SIP MB Gunawan, melalui PT SIP dan perusahaan afiliasinya yaitu CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada serta smelter swasta lainnya, telah melakukan pembelian dan atau pengumpulan bijih timah dari penambangan illegal di wilayah IUP PT Timah. “Smelter swasta itu di antaranya yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), PT SBS, CV Venus Inti Perkasa (VIP), dan PT TIN,” tutur JPU.
“Suwito, melalui PT SIP, pun menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah, yang diketahuinya bijih timah yang dibayarkan tersebut berasal dari penambang illegal dari wilayah IUP PT Timah. Begitu pula dengan Robert Indarto melalui PT SBS,” kata jaksa.
Secara total dari hasil pembayaran kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) untuk penglogaman timah dan kegiatan penjualan bijih timah illegal ke PT Timah Tbk yang diterima Suwito maupun Robert Indarto masing-masing berjumlah Rp2,2 triliun dan Rp1,9 triliun. Kemudian, JPU menuturkan, Suwito melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait dengan sewa-menyewa smelter swasta dengan menyepakati harga sewa smelter yang akan dibayarkan PT Timah Tbk tanpa didahului studi kelayakan atau kajian yang memadai, sehingga terdapat kemahalan harga.
Negosiasi dilakukan bersama-sama dengan terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT, Pemilik Manfaat CV VIP dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon, Robert Indarto, Marketing PT TIN periode 2008-2018, Fandy Lingga, Rosalina, Direktur Utama (Dirut) PT RBT, serta Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah. JPU melanjutkan, Suwito juga melakukan sewa kerja sama peralatan pengolahan untuk penglogaman timah dengan PT Timah, baik sendiri maupun bersama-sama dengan MB Gunawan, Tamron, GM Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, Dirut CV VIP Hasan Tjhie, serta pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung.
Lalu bersama-sama pula dengan terdakwa Harvey Moeis, Suparta, Reza, Pemilik Manfaat PT TIN Hendry Lie, Fandy, Rosalina, serta Robert Indarto. Adapun kerja sama itu tidak tertuang dalam Rencana Kerja dan Rancangan Anggaran Belanja (RKAB) PT Timah Tbk maupun RKAB 5 (lima) smelter beserta perusahaan afiliasinya.
Agenda sidang kali ini, Kuasa Hukum terdakwa GM Operasional PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020 Rosalina, menghadirkan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa GM Operasional PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020 Rosalina, Rio Andre Winter Siahaan SH mengatakan, tadi sudah didengarkan keterangan dari Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva sudah menerangkan, bagaimana sebenarnya tujuan pembentukan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 tahun 1999 termasuk juga kalau dikaitkan dengan azas-azas Hukum Pidana, harusnya ada perbedaan bagaimana kasus itu dilihat titik beratnya, ini sebenarnya kasus apa tunduk kepada Hukum Pertambangan atau Hukum Pemberantasan Tipikor.
“Nah yang menjadi pertanyaannya adalah yang selalu ditanyakan oleh majelis hakim tadi, bagaimana kalau ini tidak diatur di UU Mineral dan Batubara atau UU Pertambangan terkait pidananya tentang kerugian negara yang tidak diatur? Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva sudah menjelaskan, kami sepakat, bahwa di dalam Hukum Pidana penting untuk menganut azas legalitas, ada azas lex serta di situ. Kalau sudah jelas diatur di dalam UU Pertambangan, kita harus mengikuti itu,” ujar Rio Andre Winter Siahaan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Kalau memang ada kekurangan di UU Pertambangan, ya di-judicial review atau dikaji ulang saja. Tadi Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva sudah menyampaikan dan tidak bisa kita juga melakukan analogi. Analogi itu menarik aturan-aturan atau rumusan-rumusan pasal lain ke UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Nah itu tadi yang disampaikan oleh Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva,” ungkap Rio Andre Winter Siahaan SH dari Kantor HAZ Atorniz At Law yang beralamat di Plaza Sentral, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
Menurutnya, keterangan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva itu fair (adil) dan itu sudah ada dasarnya. “Ketika tadi hakim juga mengejar soal masalah dan JPU juga mengejar soal Pasal 14 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 memang kalau sudah diatur di Pasal 14 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, ya tidak boleh ditafsirkan lain. Pasal 14 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 sudah bilang kalau sudah tindak pidana lain itu baru bisa jadi Tipikor, kalau dinyatakan secara terang dan secara tegas seperti UU Pajak,” tegasnya.
“Kalau tidak diterangkan atau ditegaskan seperti di UU Minerba dan UU Lingkungan Hidup, tidak menyebutkan, bahwa ini tumbuh pada UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999, tidak boleh diterapkan UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 pada perkara ini,” ungkapnya.
Seperti yang dijelaskan oleh Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva, sambungnya, Pasal 14 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 sudah terang sebenarnya dan sudah disebutkan, kalau peraturan perundang-undangan lain. “Contoh kasus ini, kalau di UU Minerba menyebutkan Tindak Pidana ini tunduk kepada Tipikor, ya sudah silahkan tapi kan tidak ada sebutan seperti itu. Menjadi masalah apa? Ya ini yang tadi disampaikan oleh Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva, kalau memang ada stagnasi, kalau memang peraturan atau perkembangannya masyarakat memerlukan untuk dikenakan pasal Tipikor, tolong lah di-judicial review UU Minerbanya. Kami pikir sependapat dengan keterangan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva yang juga Guru Besar Universitas Indonesia (UI),” terangnya.
“Dari tim Kuasa Hukum terdakwa Rosalina sudah merasa cukup menghadirkan Ahli dan pada sidang kemarin juga sudah dihadirkan Ahli Hukum Keuangan Publik dari UI Dr Dian Puji Nugraha,” paparnya.
Ia mengharapkan keterangan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Eva bisa dipertimbangkan oleh majelis hakim. Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (04/12/2024) dengan pemeriksaan terdakwa. (Murgap)