Sugih Hartono SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor di PT Timah Tbk dengan terdakwa Tamron alias Aon selaku Komoditer Pasif atau Pemegang Saham dari CV Venus Inti Perkasa (VIP), Achmad Albani sebagai General Manager (GM), Hasan Tjhie selaku Direktur dan Kwan Yung alias Buyung sebagai Kolektor, yang didakwa mengakomodir kegiatan penambangan illegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015 hingga 2022, di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (25/11/2024).
Agenda sidang kali ini, Kuasa Hukum terdakwa Tamron alias Aon Cs menghadirkan 3 orang Ahli yakni Ahli Hukum Prof Dr Romly, Prof Dr Jamin Ginting dan Ahli Audit Sudirman, untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari keempat terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Komoditer Pasif atau Pemegang Saham dari CV VIP, Tamron alias Aon, Achmad Albani sebagai GM, Hasan Tjhie selaku Direktur dan Kwan Yung alias Buyung sebagai Kolektor, Sugih Hartono SH mengatakan, Ahli Audit Sudirman menjelaskan, syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi kalau misalnya Sistem Audit Internal Pemerintah Indonesia (SAIPI), harus ada klarifikasi terhadap hal-hal yang diperiksa.
“Jadi kalau misalnya pemeriksaan itu berdasarkan oleh Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi, itu maka BAP-nya itu isinya harus diklarifikasi oleh Auditor. Jadi tidak bisa begitu saja diambil alih, kemudian menjadi hasil dari auditnya tadi,” ujar Sugih Hartono SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Ia menegaskan, bahwa dalam view (gambaran)-nya, sepertinya ada beberapa hal yang tidak cocok lah di hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) yang kemudian menjadi dasar perhitungan kerugian negara dalan perkara ini. “Kita mencoba hadirkan adalah kita mencoba menjelaskan, bahwa ada beberapa standar-standar pemeriksaan audit yang tidak dipenuhi oleh BPKP RI, dalam melakukan pemeriksaan, sehingga hasil akhirnya tadi menimbulkan hasil audit tadi,” terangnya.
“Keterangan Ahli Hukum Prof Dr Romly yang tadi kita periksa keterangannya menjelaskan, bahwa mengenai Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor karena beliau salah satu perumusnya UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Sementara, Ahli Hukum Prof Dr Jamin Ginting menjelaskan, hal yang sama tentang UU Tipikor Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor,” katanya.
Jadi, sambungnya, hal yang disinggungnya kepada Ahli Hukum Prof Dr Jamin Ginting adalah titik UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. “Jadi yang kita stressing (uji) adalah titik singgung UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan UU lain,” paparnya.
“Dalam artian, di UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor di Pasal 14 sudah diatur, apa yang bisa diperiksa berdasarkan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor karena tidak semua bisa diperiksa berdasarkan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor,” tegasnya.
Tadi Ahli Hukum Prof Dr Jamin Gnting juga menjelaskan, imbuhnya, kalau misalnya tidak ada Pasal 14 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, maka UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor ini, UU keranjang sampah, semuanya bisa masuk ke sana. “Nah kenapa ada Pasal 14 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor untuk menegaskan, mana yang bisa diperiksa oleh ranah Tipikor dan mana yang tidak,” paparnya.
“Jadi itu lah yang coba dijelaskan oleh Ahli untuk memberikan batasan-batasan, mana yang bisa diperiksa berdasarkan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, mana UU khusus yang mengatur. Jadi sifat melawan hukum itu harus dibuktikan oleh UU khusus,” ungkapnya.
Dijelaskannya, Sudirman adalah Auditor Keuangan Negara. “Jadi Ahli Audit Sudirman menjelaskan, misalnya audit keuangan negara seperti apa, audit kerugian keuangan negara seperti apa. Tapi stressing kami adalah sebetulnya untuk pemeriksaan keuangan negara ada beberapa syarat-syarat dengan SAIPI dan kami melihat sepertinya ada standar-standar yang tidak diikuti oleh lembaga BPKP RI dalam menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang akhirnya dipakai untuk membuktikan kerugian negara di perkara ini,” jelasnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis (28/11/2024) dengan pemeriksaan 6 orang Ahli yang dihadirkan oleh tim Kuasa Hukum keempat terdakwa. “Pada Jum’at (29/11/2024) juga akan ada pemeriksaan 3 orang saksi fakta yang dihadirkan oleh tim Kuasa Hukum keempat terdakwa,” tuturnya.
Ia mengharapkan semua hal menjadi terang lah. “Jadi hal-hal apa yang ditanyakan dan hal-hal apa yang disangkakan dan hal-hal apa yang didakwakan oleh JPU, kita bisa mendapatkan satu kebenaran yang sifatnya materil, sehingga untuk kepentingan semua dan untuk kepentingan penegakan hukum juga,” tandasnya. (Murgap)