Suasana sidang terdakwa Tamron alias Aon selaku Komoditer Pasif atau Pemegang Saham dari CV Venus Inti Perkasa (VIP), Achmad Albani sebagai General Manager (GM), Hasan Tjhie selaku Direktur dan Kwan Yung alias Buyung sebagai Kolektor, yang didakwa mengakomodir kegiatan penambangan illegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015 hingga 2022 di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (07/11/2024). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan dugaan Tipikor di PT Timah Tbk dengan terdakwa Tamron alias Aon selaku Komoditer Pasif atau Pemegang Saham dari CV Venus Inti Perkasa (VIP), Achmad Albani sebagai General Manager (GM), Hasan Tjhie selaku Direktur dan Kwan Yung alias Buyung sebagai Kolektor, yang didakwa mengakomodir kegiatan penambangan illegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015 hingga 2022 di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (07/11/2024).
Agenda sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 3 orang Ahli yakni Ahli Hukum Bidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Dr Yunus Husein SH LLM, Ahli Lingkungan Hidup dan Ahli Keuangan Negara Siswo untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan masing-masing tim Kuasa Hukum dari keempat terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Komoditer Pasif atau Pemegang Saham dari CV VIP, Tamron alias Aon, Achmad Albani sebagai GM, Hasan Tjhie selaku Direktur dan Kwan Yung alias Buyung sebagai Kolektor, Andy Nababan SH mengatakan, terkait Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 tahun 2014 dan Pasal 90 Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 terkait Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, ia merasa pertanyaannya tersebut tidak bisa dijawab oleh Ahli Lingkungan Hidup.
“Jelas kalau dipaksakan itu tetap dianggap bisa nanti akan menjadi persoalan lagi karena siapa pejabat yang menjadi pejabat yang menunjuk si Ahli tadi dan siapa yang menjadi pengguna dari hasil laporan tadi?” tanya Andy Nababan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara sidang ini.
Ia mempertanyakan, karena kalau dipakai Permen LH Nomor 7 tahun 2014 limitatif (batasan) disebutkan siapa yang berhak menggunakan? “Kalau yang menggunakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) itu atau dijadikan pada laporan BPKP RI, itu menjadi permasalahan hukum tersendiri dan kalau yang menjadi penggunaan laporan itu adalah Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, itu menjadi persoalan tersendiri,” tutur Andy Nababan SH dari Kantor Inarema Law Firm yang beralamat di Bandung, Jawa Barat (Jabar) ini.
Dikatakannya, Permen LH Nomor 7 tahun 2014 tentang Lingkungan Hidup tidak bisa dipakai. “Terkait Pasal 90 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, jadi Permen LH Nomor 7 tahun 2014 tentang Lingkungan Hidup adalah pelaksanaan dari Pasal 90 UU Nomor 32 tahun 2009,” paparnya.
Dijelaskannya, dahlil-dahlil tentang dasar terkait dugaan kerugian negara Rp271 triliun itu jelas cacat hukum. Perlu diketahui, dalam sidang pembacaan dakwaan dugaan kasus korupsi timah yang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, beberapa waktu lalu, JPU mendakwa Aon Cs membentuk perusahaan cangkang atau boneka yaitu CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung dan CV Mutiara Jaya Perkasa.
“Seolah-olah sebagai mitra jasa pemborongan yang akan diberikan Surat Perintah Kerja (SPK) Pengangkutan di wilayah IUP PT Timah Tbk,” kata JPU saat membacakan surat dakwaan, Selasa (27/08/2024).
Melalui perusahaan cangkang atau boneka tersebut, kata JPU, terdakwa Aon disebut membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang illegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Bijih timah tersebut kemudian dibeli oleh PT Timah Tbk dan dikirim ke CV VIP sebagai pelaksanaan kerjasama sewa menyewa peralatan processing antara PT Timah Tbk dan CV VIP. “Terdakwa Tamron alias Aon baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung telah menunjuk dan mengatur pihak-pihak yang akan dijadikan pengurus CV Sumber Energi Perkasa, CV Mega Belitung dan CV Mutiara Jaya Perkasa,” tutur jaksa.
Para pengurus tersebut, sambung JPU, digunakan dalam melakukan transaksi pembelian bijih timah dari penambang illegal di wilayah IUP PT Timah Tbk yang selanjutnya perusahaan cangkang atau boneka tersebut menerima pembayaran dari PT Timah Tbk dan bijih timahnya digunakan sebagai bahan baku penglogaman timah. Selain itu, Aon Cs juga didakwa ikut merugikan keuangan negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 atau Rp300 triliun.
Angka ini berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI) pada 28 Mei 2024. Atas perbuatannya, Aon Cs didakwa melanggar dalam Pasal 2 ayat (1) Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mereka juga didakwa melanggar Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Murgap)