Terdakwa Budi Said usai diwawancarai awak media di luar ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (28/10/2024). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus dugaan Tipikor rekayasa jual beli emas dengan Nomor Perkara 78/Pid.Sus.TPK/2024/PNJkt.Pst dengan terdakwa crazy rich asal Surabaya, Budi Said, di ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (28/10/2024).
Agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan 6 orang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan Kuasa Hukum terdakwa Budi Said, Dr Hotman Paris Hutapea SH MH. Keenam orang saksi tersebut adalah Budi Santoso, seorang wiraswasta bidang budidaya udang yang kenal terdakwa Budi Said melalui hubungan bisnis, wiraswasta lainnya, Rahmat Suryono, merupakan mantan karyawan pribadi pegawai PT Aneka Tambang (Antam) Tbk Eksi Anggraini.
Rahmat Suryono mengaku tidak kenal dan mengetahui terdakwa Budi Said. Kristina Candrasari selaku perwakilan Akuntan yang tidak mengenal terdakwa Budi Said, Yusapdiantoko merupakan perwakilan Akuntan dari Kantor Pelayanan Pajak Surabaya, yang tidak mengenal terdakwa Budi Said.
Selanjutnya, Husein Fahmi, selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) bidang pelaksanaan pajak, tidak kenal terdakwa Budi Said. Saksi yang dihadirkan terakhir adalah Sri Agung Nugroho merupakan seorang guru ngaji.
JPU mendakwa terdakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas PT Antam Tbk. Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU pada persidangan perdana di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, beberapa waktu lalu, terdakwa Budi Said diduga terlibat dalam transaksi pembelian lebih dari 7 ton emas dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 antara Maret 2018 hingga Juni 2022.
Dalam surat dakwaannya, JPU mengungkapkan, terdakwa Budi Said melakukan transaksi pembelian emas dengan harga di bawah standar dan tidak sesuai prosedur PT Antam Tbk. Terdakwa Budi Said diduga bekerjasama dengan broker Eksi Anggraeni serta beberapa oknum pegawai PT Antam Tbk, termasuk Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto.
Pada 2 (dua) transaksi utama, terdakwa Budi Said pertama kali membeli 100 Kilogram (Kg) emas dengan harga Rp25.251.979.000, yang seharusnya hanya berlaku untuk 41,865 Kg. Hal tersebut mengakibatkan selisih emas sebesar 58,135 Kg yang belum dibayar.
Sedangkan, pada transaksi kedua, Budi Said membeli 7,071 ton emas seharga Rp3.593.672.055.000, dan menerima 5.935 Kg, meninggalkan selisih 1.136 Kg, padahal sesungguhnya tidak terdapat kekurangan serah emas kepada terdakwa Budi Said.
Jaksa menyatakan, harga yang disepakati terdakwa Budi Said sebesar Rp505.000.000 per Kg itu jauh di bawah harga standar PT Antam Tbk.
Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian total hingga Rp1,1 triliun. Kerugian ini terdiri dari Rp92.257.257.820 dari pembelian pertama dan Rp1.073.786.839.584 dari pembelian kedua.
Atas perbuatannya, terdakwa Budi Said dijerat Primair Pasal 2 ayat (1) Juncto (Jo) Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Terdakwa Budi Said juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kepada awak media, terdakwa Budi Said mengatakan, dirinya tidak mengerti masalah ini. “Saya bingung kenapa saya bisa sampai ditahan ya ?,” ujar Budi Said kepada wartawan ketika ditemui usai menjalani acara sidang ini.
Dijelaskannya, ia merasa bukan percaya tapi percaya membeli emas dari PT Antam Tbk. (Murgap)