Wan Suban Triarti SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika Papua, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Kamis (03/05/2024).
Adapun keempat terdakwa adalah 3 pihak swasta yaitu Budiyanto Wijaya, Gustaf Urbanus Patandianan dan Arif Yahya. Sementara, satu pihak lainnya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bernama Totok Suharto.
Sebelumnya, dalam perkara yang sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah lebih dulu menetapkan 3 tersangka baru. Tiga tersangka itu adalah Bupati Mimika periode 2014 hingga 2019 dan 2019 hingga 2024 Eltinus Omaleng, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Mimika Marthen Sawy dan Direktur PT Waringin Megah Teguh Anggara.
Di tingkat penyidikan, Eltinus diduga merugikan negara Rp21,6 miliar dan menerima uang Rp4,4 miliar dari proyek itu. Eltinus diduga berperan memerintahkan menganggarkan dana hibah untuk pembangunan gereja, menggunakan perusahaannya sendiri untuk menjadi subkontraktor pembangunan gereja, dan mengatur fee untuk dirinya dari pembangunan rumah ibadah itu.
Namun, Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Juli 2023 memvonis lepas Eltinus dari dakwaan KPK. KPK tengah mengajukan kasasi atas putusan tersebut.
Dari pengembangan perkara Eltinus inilah, KPK kemudian menetapkan 4 tersangka baru. Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jum’at (22/09/2023) mengatakan, penyidik KPK menduga Arif Yahya dan Budiyanto Wijaya berperan sebagai orang kepercayaan Eltinus untuk mencari kontraktor yang menggarap proyek ini dan menerima sejumlah uang atas jasanya.
Sementara, Gustaf Urbanus diduga ditunjuk menjadi konsultan perencana dan konsultan pengawas pembangunan gereja. Namun, dia diduga tidak melakukan tugasnya, sehingga pekerjaan menjadi lambat, sehingga volume pekerjaan serta mutu hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak.
Sedangkan, Totok Suharto sebagai konsultan diduga berperan mengondisikan berbagai dokumen lelang, sehingga memenangkan perusahaan yang sudah ditunjuk Eltinus Omaleng. “Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara setidaknya sejumlah sekitar Rp11, 7 miliar,” kata Asep Guntur.
Agenda sidang pada hari ini adalah pemeriksaan keempat terdakwa untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, jaksa KPK dan tim Kuasa Hukum dari keempat terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Totok Suharto, Wan Suban Triarti SH MH mengatakan, keterangan kliennya di muka persidangan, baik itu dari tingkat penyidikan pas waktu itu terdakwa Kabag Kesra Setda Kabupaten Mimika Marthen Sawy, terdakwa Direktur PT Waringin Megah Teguh Anggara dan Bupati Mimika Eltinus Omaleng, kliennya sudah membuka perkara itu, bahwa pelelangan proyek tersebut kliennya diperintahkan oleh terdakwa Marthen Sawy untuk memenangkan baik itu kontraktor, bagian perencanaan, bahwa itu katanya adalah diduga pesanan dari Bupati Mimika Eltinus Omaleng, kata versi terdakwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kabag Kesra Setda Kabupaten Mimika Marthen Sawy.
“Terdakwa Totok Suharto yang menjalankan perintah dari atasannya walaupun itu salah. Ditambah lagi dengan Zania sebagai Sekretaris mengingatkan terdakwa Totok Suharto, bahwa itu adalah atensi dari Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan kontraktornya jelas dari terdakwa Budiyanto Wijaya dari PT Waringin Megah. Terdakwa Rudiyanto Wijaya sebagai pengurus saja di PT Waringin Megah bukan Direktur Utama (Dirut) PT Waringin Megah. Dirut PT Waringin Megah sudah divonis dengan Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Marthen Sawy sebagai terdakwa,” ujar Wan Suban Triarti SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, Sekretaris Pekerjaan Umum (PU) Zania mengingatkan terdakwa Totok Suharto apakah sudah ada arahan. “Waktu itu Zania mengatakan, bahwa sudah jumpa terdakwa Marthen Sawy. Itu ialah pekerjaan atensi dari Bupati Mimika Eltinus Omaleng. Makanya, klien kami (terdakwa Totok Suharto) menjalankan perintah apa yang disuruh atasannya dan sudah mengakui,” terang Wan Suban Triarti SH MH dari WSA Law Firm yang beralamat di Pekanbaru, Riau ini.
“Klien saya mengakui dalam penyidikan itu, bahwa pada 4 April 2022, bahwa klien kami sudah mengembalikan uang ke rekening penampung sebesar Rp46 juta. Pada 29 April, sudah mengembalikan uang Rp20 juta. Kenapa uang Rp20 juta itu baru dikembalikan pada 29 April? Karena kemarin dalam fakta persidangan, pegawai-pegawai lain tidak mengakui dan tidak mau mengembalikan. Ditambah lagi, Sekretaris panitia proyek itu bernama Ello sudah meninggal dunia,” paparnya.
Dijelaskannya, karena rasa tanggung jawab kliennya, uang itu sudah dikembalikan. “Tadi juga sudah kita sampaikan kepada majelis hakim dan jaksa, cuma tadi diarahkan untuk dinasukan di dalam Nota Pledoi (Pembelaan). Lagi pun tadi klien kami sudah mengakui kesalahannya dan minta maaf. Mudah-mudahan nanti ke depan diberikan tuntutan yang ringan oleh jaksa maupun vonis majelis hakim yang ringan,” harapnya.
“Keterangan terdakwa Budiyanto Wijaya di muka persidangan, tadi ada keterangannya yang dicabutnya karena salah memberi keterangan. Salah satu contohnya Eko Cordobas itu dibilang oleh terdakwa Budiyanto Wijaya adalah bawahan terdakwa Totok Suharto. Sedangkan, terdakwa Totok Suharto itu jabatannya adalah Kepala Seksie (Kasie) juga. Terpisah dengan terdakwa Totok Suharto. Tapi kan itu masuk ke rangkaian terdakwa Budiyanto Wijaya dan terdakwa Gustaf,” ungkapnya.
Kemudian, sambungnya, di muka persidangan, terdakwa Gustaf mengatakan, bahwa lelang proyek itu dilaksanakan melalui Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). “Sebenarnya, LPSE untuk perencanaan dengan pengawasan. Akan tetapi karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) di sana pada awalnya, disuruh anggota panitia untuk belajar tetapi tidak berhasil, makanya di buat sistem manual. Untuk masalah pelelangan pelaksanaan, terdakwa Totok Suharto minta bantu dengan pegawai di sana untuk mengupload. Pegawai itu bernama Dirham supaya proyek ini bisa berhasil,” jelasnya.
“Keterangan terdakwa Arif Yahya untuk terdakwa Totok Suharto tidak ada yang kena untuk kliennya. Kalau keterangan terdakwa Gustaf sudah kita bantahkan karena masalah lelang tersebut tidak melalui LPSE, cuma manual,” katanya.
Dakwaan jaksa untuk terdakwa Totok Suharto dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999 terkait kerugian negara. “Kalau dalam dakwaan jaksa, total kerugian negara diduga dilakukan oleh terdakwa Totok Suharto sebesar Rp66 juta. Sementara, uang yang sudah dikembalikan oleh terdakwa Totok Suharto yakni Rp46 juta ditambah Rp20 juta, jadi totalnya adalah Rp66 juta. Sudah lengkap melakukan pengambilan uang tersebut oleh terdakwa Totok Suharto. Cuma kan bukan masalah pengembalian uang tapi biar bagaimana pun klien kami sudah mengakui, bahwa salah menjalankan perintah yang melanggar UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor,” ucapnya.
“Mungkin bukan masalah nilai tapi niat pemufakatan jahat atau Mensreanya,” tuturnya.
Ia mengharapkan terdakwa Totok Suharto dituntut ringan oleh jaksa dan divonis ringan oleh majelis hakim. “Untuk Rabu (15/05/2024) agenda sidang pembacaan tuntutan jaksa kepada terdakwa Totok Suharto, kita akan mendengarkan tuntutan jaksa dan kita akan menyampaikan itu di Nota Pledoi, baik itu putusan yang lalu (Yurisprudensi). Kita berharap sesuai harapan kita,” katanya.
Untuk agenda sidang berikutnya yakni Replik dan Duplik, imbuhnya, akan dikemukakan secara lisan. “Kalau nanti jaksa dalam pembacaan Repliknya secara lisan, maka kita dalam pembacaan Duplik juga akan menyampaikannya secara lisan,” tandasnya. (Murgap)