Kuasa Hukum terdakwa mantan Kepala BC Makassar Andhi Pramono, Dr Eddhi Sutarto SIP SH MH CLA (perrama dari kiri) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Setya Wendi Kiarna SH di luar ruang Prof Dr Kusumah Atmadja, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/04/2024). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Tok! Ahirnya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhi hukuman kepada terdakwa mantan Kepala Bea Cukai (BC) Makassar Andhi Pramono, divonis bersalah dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp56 miliar.
Majelis hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada terdakwa Andhi Pramono. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Andhi Pramono penjara 10 tahun,” kata Ketua Hakim Djuyamto di Pengadillan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/04/2024).
Hakim juga menjatuhkan denda Rp1 miliar kepada terdakwa Andhi Pramono. Jika denda tidak dibayar, akan dikenai pidana selama 6 tahun.
“Pidana denda sebesar Rp1 miliar apabila denda tersebut tidak dibayar dikenakan pidana kurungan 6 bulan,” ujar Djuyamto.
Sidang dengan Nomor perkara 109/Tipidsus/PN.Jkt.Pst/2023 dugaan gratifikasi dengan terdakwa mantan Kepala BC Makassar Andhi Pramono digelar di ruang Prof Dr Kusumah Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin (01/04/2024). Terdakwa mantan Kepala BC Makassar Andhi Pramono diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp58 miliar lebih.
Kuasa Hukum terdakwa mantan Kepala BC Makassar Andhi Pramono, Dr Eddhi Sutarto SIP SH MH CLA mengatakan, pihaknya mengambil sikap untuk banding atas putusan vonis majelis hakim kepada kliennya.
“Banding kami terutama dengan kaitannya sebagaimana dibacakan oleh majelis hakim 3 unsur dalam pembacaan putusan ini, adanya masalah perdata yang tidak dibantah. Hakim memprioritaskan, bahwa Tipikor lebih didahulukan. Nah, di beberapa yurisprudensi kan sudah ada beberapa yang disebutkan, bahwa dalam hal dakwaan jaksa, klen kami terbukti. Namun, dalam hal itu merupakan ranah perdata, ranah perdata itu diakui atau tidak diakui, maka bisa terpenuhi unsur-unsur kepastian hukum,” ujar Dr Eddhi Sutarto SIP SH MH CLA kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Sekali lagi kita berupaya dalam rangka hak-hak terdakwa Andhi Pramono dapat terpenuhi secara hukum,” ungkap Dr Eddhi Sutarto SIP SH MH CLA dari kantor Eddhi Sutarto and Partner yang beralamat di Semarang, Jawa Tengah (Jateng) ini.
Dikatakannya, bukan kesalahan terdakwa Andhi Pramono yang dibela tapi hak-haknya yang dibela. “Jadi terdakwa Andhi Pramono punya hak banding dan tentunya seperti apa yang disampaikan di awal, prinsip utamanya adalah pemenuhan unsur dan keduanya, pertimbangan hukum majelis hakim,” terangnya.
“Tadi di ayat 2, masih yang di Nota Pembelaan (Pledoi) kami sudah disebutkan. Jadi banding kita tetap untuk terkait dengan Nota Pledoi dan hal-hal yang lain terkait dengan mungkin usaha yang tadi saya sampaikan,” katanya.
Dijelaskannya, para saksi dalam fakta persidangan menyatakan, bukan tidak cukup bukti tapi tidak berkaitan dengan jabatan terdakwa Andhi Pramono sebagai mantan Kepala BC Makassar. “Karena memang locus (lokasi) dan tempus (waktu) berbeda. Jadi ketika menjabat sesuatu di Makassar, tapi ada kaitannya dengan perdatanya di Jakarta kan bukan kaitannya dengan jabatan atau bertentangan dengan kewajiban terdakwa Andhi Pramono. Nah seperti itu yang bisa kita sampaikan,” ucapnya.
Dalam arti, sambungnya, mengambil upaya hukum juga. “Jadi banding sebagai salah satu mekanisme upaya hukum hak-hak terdakwa Andhi Pramono,” tegasnya.
Ia mengharapkan dengan banding dapat dipertimbangkan, bahwa apa yang diajukan sebagai Nota Pledoi dan membuat semacam tanggapan dan bantahan daripada pertimbangan hukumnya menjadi sesuatu yang dapat dipertimbangkan oleh majelis hakim tinggi. “Supaya terdakwa Andhi Pramono mendapatkan haknya lah. Hak hukumnya agar terpenuhi,” tandasnya. (Murgap)