Yulius Lende Umbumoto SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Umum pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan terkait pasal 372 soal perkara sengketa bisnis dengan dugaan adanya penggelapan uang dengan terdakwa Irfan dan Bunyan di ruang Oemar Seno Aji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jakpus, Senin (09/10/2023).
Pada sidang kali ini, dihadirkan saksi Linasari, Tan Koeng serta Welly sebagai Direktur Utama (Dirut) CV Nusa Pertiwi Abadi (NPA) atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU, dan tim Kuasa Hukum dari kedua terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa pemilik CV NPA Irfan, Yulius Lende Umbumoto SH mengatakan, sidang perkara kliennya terkait pasal 372 soal dugaan penggelapan uang.
“Jadi ini merupakan dari bagian kerjasama tapi kerjasama ini sebenarnya masih bisa berlanjut. Tapi oleh mereka itu dianggap sebagai penggelapan uang. Jadi saat mediasi di kantor Polisi Resor (Polres) Jakpus, sebenarnya sudah ada upaya untuk mengembalikan uang itu. Tapi uang itu tidak mau diterima oleh saksi pelapor Tan Koeng karena dia kasih syarat, pertama, dia tidak boleh dituntut,” ujar Yulius Lende Umbumoto SH yang didampingi anggota tim Kuasa Hukumnya Berto SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Kedua, tidak boleh dipotong hutangnya. Jadi sebetulnya perkara ini terkait sengketa bisnis. Tidak ada pidana dilakukan,” ungkapnya.
Dikatakannya, soal penggelapan uang, uangnya juga ada. “Jadi tidak ada yang hilang uangnya. Jadi saya yakni perihal pasal 372 itu tidak terbukti,” paparnya.
Dijelaskannya, mereka bekerjasama dengan membuat satu perseroan terbatas (PT). “PT Pratama Pertiwi Perkasa (PPP) nama PT-nya. Perusahaan itu sendiri sampai saat ini belum diaudit. Belum ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jadi bagaimana dia menentukan uangnya digelapkan karena perusahaannya juga belum diaudit. Persoalan pokoknya di situ,” paparnya.
“Terdakwa Irfan sebagai pemilik dari CV Nusa Pertiwi Abadi (NPA). Tetapi CV NPA rekeningnya terblokir karena ada persoalan di bank. Maka, didirikannya PT PPP itu untuk melanjutkan kerjasama itu. Sampai saat ini kerjasama masih bisa berlangsung karena perusahaan itu belum diaudit dan belum dihitung nilai kerugiannya,” ungkapnya.
Bahkan, sambungnya, di dalam mediasi di Polres Jakpus, ada upaya untuk mengembalikan uangnya. “Jadi sudah ada niat baik untuk mengembalikan uang. Bahkan sudah dikembalikan uang Rp150 juta dari pengembalian modal dan pendapatan pokoknya,” ucapnya.
“Kemudian, uang Rp208 juta pembayaran kelebihan dari Aldison. Ditransfer lagi ke PT PPP. Nah itu bagian dari bentuk kerjasama itu,” tegasnya.
Dijelaskannya, Aldison itu sebenarnya pihak ketiga. “Jadi Aldison ini punya hutang ke CV NPA. Karena CV NPA ini rekeningnya terblokir di bank, maka CV NPA pinjam Nomor Rekening (Norek) Aldison. Begitu ada uang masuk dari Suga masuk ke Aldison, Aldison sendiri punya hutang ke CV NPA sebesar Rp600-an juta. Setelah uang itu masuk, dipotong. Ada kelebihan uang Rp208 juta itu ditransfer ke PT PPP,” urainya.
Disebutkannya, uang yang ditransfer Rp208 juta itu juga sebagai pengembalian uang. “Saya yakin perkara ini perdata murni,” tutur
Yulius Lende Umbumoto SH dari Kantor Pengacara Yulius Lende Umbumoto and Associate beralamat di Jalan Duta Mas, Jelambar, Jakarta Barat (Jakbar) ini.
Ia mengharapkan majelis hakim bisa melihat fakta yang ada di muka persidangan. “Maka klien saya (terdakwa Irfan) harus Onslaagh (bebas dari berbagai dakwaan JPU),” harapnya.
Berto SH menambahkan, mediasi gagal. “Jadi para pihak ini ada kerjasama dengan CV NPA. Di lain pihak, pihak saksi pelapor Tan Koeng ini juga ada kerjasama bisnis lain dengan salah satu terdakwa Bunyan. Terdakwa Bunyan mempunyai piutang ke pihak saksi pelapor Tan Koeng,” ujar Berto SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Makanya sekarang, imbuhnya, karena pihak pelapor Tan Koeng tidak mau membayar hutangnya, digugat di PN Jakbar. “Terdakwa Bunyan menggugat saksi pelapor Tan Koeng di PN Jakbar. Jadi sebenarnya nilai uangnya lebih besar di PN Jakbar,” tandasnya. (Murgap)