Sumardhan SH
Jakarta, Madina Line.Com – Tok! Akhirnya, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhi vonis hukuman kurungan penjara selama 6 tahun pada sidang Tipikor pada awalnya perkara privat atau pribadi antara Ahli Waris antara Dewi Aryati melawan Emiliati Said dan Erwansyah, dengan terdakwa Staf Kepala Sub Bagian (Kasubag) Hukum Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Kayun Panji Sugiarto, di ruang Wirjono Projodikoro 3, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (04/09/2023).
Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam amar tuntutannya, menuntut terdakwa Staf Kasubag Hukum Mabes Polri AKBP Bambang Kayun Panji Sugiarto dengan hukuman kurungan penjara selama 12 tahun. Atas putusan vonis majelis hakim tersebut, JPU dan tim Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto, Sumardhan SH dan rekan Ari Aryadi SH mengambil sikap pikir-pikir.
Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto, Sumardhan SH mengatakan, ada waktu 7 hari ke depan, apakah akan menerima atau tidak terhadap putusan final majelis hakim tersebut. “Kita menunggu 7 hari ke depan untuk pikir-pikir menyatakan Nota Memori Banding atau menerima terhadap putusan final vonis hakim tersebut,” ujar Sumardhan SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Ia melihat apa sih yang menjadi kewenangan kliennya sampai bisa mempengaruhi keputusan berhenti tidaknya suatu perkara. “Sementara, klien saya ini jabatannya hanya seorang Staf Kasubag Hukum. Kami sih masih melihat itu,” terang Sumardhan SH dari kantor Edan Law yang beralamat di Jalan Karya Timur, Wonosari II Nomor 1, Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Belimbing, Kota Malang, Jawa Timur (Jatim) ini.
“Apa sih yang mempengaruhi atau kekuatan apa yang diberikan oleh klien saya ini? Klien saya ini tidak punya kewenangan kok. Tidak punya kewenangan atau power (kekuatan) untuk menekan agar suatu perkara naik atau tidak dan segala perkara yang dianggap berhenti itu sudah diuji lewat pengadilan, baik lewat PN Jakpus maupun PN Jakarta Selatan (Jaksel),” ungkapnya.
Ia menilai putusan final vonis majelis hakim tersebut tidak memiliki dasar dalam menghukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto. “Misalmya, Pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Itu kan tidak dimasukan ke dalam surat dakwaan JPU. Tapi oleh hakim dikutip sebagai rujukan. Padahal, Pasal 182 KUHP mengatakan, bahwa surat dakwaan JPU sebagai sandaran hakim dalam mengadili dan menentukan suatu perkara,” jelasnya.
Paling tragis lagi, sambungnya. belum pernah didengar keterangan saksi yang dianggap pemberi suap dalam perkara ini yaitu Emiliati Said dan Erwansyah yang tidak pernah dihadirkan di muka persidangan dan tidak ada di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik. “Sementara, JPU tidak melakukan Nota Replik atau Tanggapan atas pembacaan Nota Pledoi (Nota Pembelaan) dari tim Kuasa Hukum terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto, pada sidang yang lalu. Kenapa hakim tidak mendengar isi Nota Pledoi kami?” tanyanya.
“Kalau kita masih memegang prinsip, bahwa putusan final majelis hakim ini harus bebas terhadap kliennya. Karena si penyuapnya belum diperiksa di muka persidangan,” paparnya.
Menurutnya, semestinya penyuapnya dihadirkan di muka persidangan. “Nanti kalau saksi pemberi suap itu mengatakan di muka persidangan “Saya tidak pernah melakukan suap”. Terus apa? Jadi saksi yang tidak pernah dihadirkan di muka persidangan ini adalah saksi kunci yaitu Emiliati Said dan Erwansyah,” tegasnya.
“Saksi kunci Emiliati Said dan Erwansyah akan dijadikan rujukan pokok, bahwa saksi dianggap sebagai pemberi suap tapi tidak pernah diperiksa di muka persidangan akan kita masukan dalam Nota Memori Banding kita kalau kita mau melakukan Nota Memori Banding. Ini jadi sumber utamanya, semestinya,” terangnya.
Dikatakannya, pihaknya masih berkoordinasi dengan terdakwa Bambang Kayun Panji Sugiarto untuk melakukan Nota Memori Banding atau tidak setelah 7 hari ke depan. (Murgap)