Suasana acara FGD yang digelar oleh Partai Buruh, di Gedung Joeang 45, Jakpus, Senin siang (31/07/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Partai Buruh mengklaim berbagai pakar dari lintas disiplin ilmu dan tokoh menyatakan menolak Presidential Threshold (PT) atau Ambang Batas Pencalonan Presiden sebesar 20%.
Para pakar yang berjumlah 12 orang tersebut berkumpul dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Partai Buruh, Senin siang (31/07/2023) di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat (Jakpus). Para pekerja dari berbagai serikat pekerja dan Partai Buruh menggelar aksi unjuk rasa di Bandung, Jawa Barat (Jabar), Rabu (07/06/2023).
Buruh juga menuntut Pemerintah Republik Indonesia (RI) untuk mencabut aturan PT 20% pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sejumlah nama yang hadir dalam FGD menolak Presidential Threshold 20% bertajuk “Presidential Threshold Mengingkari Demokrasi” itu, antara lain adalah Jimly Asshiddiqie, Rizal Ramli, Siti Zuhro, Refly Harun, Jaya Suprana, Said Salahudin, Feri Amsari SH, dan Amalinda Savirani.
Kemudian, Bivitri Susanti, Alghifari Aqsa SH, Ketua Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati, dan Sandyawan Sumardi. “Tidak hanya dihadiri para pakar di bidangnya, FGD ini juga dihadiri 300 orang dari berbagai lapisan dan kalangan,” ujar Presiden Partai Buruh Said Iqbal kepada wartawan saat jumpa pers usai acara ini.
Sebelumnya, Partai Buruh melakukan gugatan Judicial Review (JR) atau Peninjauan Kembali (PK) PT 20% menjadi 0% pada tanggal 26 Juli 2023 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan itu diwakilkan oleh Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari SH dan mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghifari Aqsa SH.
Setelah FGD tersebut, Partai Buruh berharap para peserta dapat menyerap pemikiran dan gagasan para tokoh nasional yang pakar dalam bidangnya, dengan memadukan keinginan buruh dan kelas pekerja lainnya. Selain itu, hasil output FGD tersebut juga akan diserahkan ke hakim MK untuk memperkuat Judicial Review Undang-Undang (UU) PT 20% dapat diubah menjadi 0%.
“Selain melakukan FGD pencabutan PT 20% menjadi 0% di Gedung Joeang 45, Partai Buruh juga menggelar aksi longmarch (jalan kaki) ribuan buruh dari Bandung ke Jakarta selama 8 hari, dari tanggal 2 sampai 9 Agustus 2023,” terang Said Iqbal.
Aksi longmarch Partai Buruh yang dilakukan bersama organisasi serikat buruh ini bakal membawa 4 tuntutan, yakni pencabutan PT 20% menjadi 0%, pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja, menaikan upah minimum 2024 sebesar 15%, dan terakhir mencabut UU Kesehatan. “Pada hari ini, intinya cuma satu, perjuangan Partai Buruh dengan masukan para pemikir-pemikir, para tokoh-tokoh bangsa, orang-orang muda dan bukan hanya orang-orang tua saja yang memiliki negeri ini. Orang-orang muda bukan hanya orang-orang yang duduk di pemerintahan saja, tapi di luar pemerintahan mempunyai hak yang sama untuk memastikan, bahwa sistem yang baik harus lahir dari kepemimpinan yang dipilih dengan proses yang baik,” ungkapnya.
Dijelaskannya, Presiden RI adalah kepala pemerintahan yang tertinggi. “Oleh karena itu, PT 20%, Partai Buruh bersama Kuasa Hukum bang Feri SH dan Alghif SH serta Airlangga SH dan kawan-kawan lain dengan masukan dari para ahli ini, akan terus berjuang,” paparnya.
Dikatakannya, perjuangan Partai Buruh tidak hanya sampai di FGD saja tapi juga akan melakukan longmarch Bandung-Jakarta. “Salah satu agendanya adalah cabut PT 20%, setiap sidang menolak PT 20% di MK akan ada aksi dan tidak menutup kemungkinan kami akan melakukan mogok nasional terhadap 4 isu yakni cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja, cabut PT 20%, cabut UU Kesehatan dan satu lagi kami akan masuk kepada JR atau PK cabut Parlimentary Threshold 4%,” tegasnya.
Bivitri Susanti menambahkan, dari segi hukum, bukan soal bicara tentang persentase PT 20%, memang seharusnya istilah PT 20% itu tidak ada. “Mendingan istilah PT 20% itu dihilangkan deh. Ambang Batas Pencalonan Presiden atau Presidential Threshold istilahnya pun kita lenyapkan dari semua program perundang-undangan di negara ini. Kita tidak lagi bicara PT 0% tapi mesti tidak ada istilah PT 20% dan ini semua dikarenakan salah satu kontributor terbesar dalam politik kartel di negara ini dan juga menyuburkan oligarki, memang PT ini harus diberantas. Saya kira ini momentum paling tepat karena MK sudah semakin kelihatan inkonsistensinya,” ujar Bivitri Susanti kepada wartawan saat jumpa pers usai acara ini.
Dikatakannya, dari dulu MK selalu bilang oh ini adalah yang namanya Open Legal Policy atau Kebijakan Hukum Terbuka. “Terserah pembuat UU. Mau bikin 20% kek atau mau ada atau tidak kek. Tapi sesungguhnya, argumen tersebut sangat keliru. Karena ini soal yang punya kepentingan konstitusional yang sangat penting, sehingga jelas MK harus cawe-cawe,” tegasnya.
“Harus memang MK mengontrol jalannya eksekutif dan legislatif kok. Jadi karena MK sudah mulai kelihatan betul dan sekarang makin kelihatan inkonsistensinya, salah satunya dengan keluarnya putusan yang memutus, bahwa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan 4 tahun tapi 5 tahun dan argumennya serupa yakni Open Legal Policy, maka ini adalah salah satu jalan masuk supaya kita bisa bongkar betul sudah 30 kali permohonan Judicial Review terhadap pasal PT, entah ditolak ataupun tidak dapat diterima. Tapi tersingkirkan terus dan ini saatnya dan ini merupakan sumbangan untuk membangun politik di negeri ini,” katanya.
Khoirunnisa Nur Agustyati menjelaskan, kalau alasannya untuk memperkuat sistem presidential, justru dengan adanya PT 20% ini tidak sejalan dengan sistem presidential. “Dalam sistem presidential ini menjadi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Pemerintah RI, masing-masing dipilih langsung oleh rakyat, apalagi tiketnya sudah dari 5 tahun yang lalu, dan sudah disampaikan, bahwa ini sudah kadaluarsa. Jadi kalau untuk memperkuat sistem presidential, caranya tidak dengan adanya PT ini. Apalagi, Pemilihan Umumnya atau Pemilu serentak, DPR RI, dan Pemilihan Presiden (Pilpres) RI di hari yang sama, jadi PT sudah tidak relevan lagi digunakan,” ujar Khoirunnisa Nur Agustyati kepada wartawan ketika ditemui usai acara ini.
Dijelaskannya, seharusnya tidak ada PT 20% ataupun PT 0%. Kuasa Hukum Partai Buruh Feri Amsari SH menjelaskan, titik pointnya bukan hanya persoalan Partai Buruh.
“Tapi persoalan seluruh partai politik (parpol) yang ada di Indonesia. Parpol hari ini yang di-cawe-cawe, yang ditahan kesempatannya, itu juga karena adanya PT 20%. Hari ini ada putra dan putri terbaik bangsa yang tidak bisa mencalonkan diri menjadi Presiden RI juga karena gara-gara ketentuan pasal ini, yang dibuat-buat ada. Tidak ada di dalam konstitusi tapi dibuat-buat ada,” ujar
Feri Amsari SH kepada wartawan saat jumpa pers usai acara ini.
Oleh karena itu, sambungnya, pihaknya mewakili Partai Buruh dan tim Kuasa Hukum lainnya, hendak mengundang 30 pemohon sebelumnya untuk kembali bertarung bersamanya di MK untuk menegakan konstitusi. “Jadi kita akan membuktikan, bahwa apa yang diputuskan selama ini dan apa yang dihindari selama ini oleh MK harus dipertanggungjawabkan melalui perkara ini. Ini mungkin bukan kesepakatan terakhir tapi ini kesempatan penting untuk menegakan konstitusi dan menghilangkan PT 20% yang tidak ada di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” tegasnya.
Qabul Nusantara SH MH dari LBH Muhammadiyah mengatakan, sebenarnya tidak ada keterkaitannya pembuatan sistem PT 20% dengan Ambang Batas Pencalonan Presiden. “Kalau yang dikhawatirkan adalah tidak adanya dukungan parlementer kepada Presiden RI, kita harus ingat, bahwa parpol koalisi dan parpol oposisi di negara ini tidak absolut dan bisa loncat-loncat,” ujar Qabul Nusantara SH MH kepada wartawan saat jumpa pers usai acara ini.
“Parpol koalisi ataupun parpol oposisi bisa loncat ke sana kemari sesuai dengan kepentingan parpolnya masing-masing,” terangnya.
Semantara, Refly Harun menjelaskan, dirinya sangat mendukung PT 20% digugat kembali ke MK oleh Partai Buruh walapun sudah gagal diajukan 30 kali. “Kalau gagal 30 kali dan kembali diajukan, pertanyaannya itu pihak yang bodoh siapa? Apakah pengajuannya atau pemohonnya atau MK-nya yang tidak benar dalam memutuskan sesuatu? Karena kalau bicara soal sense of justice atau rasa keadilan, itu kalau semua perkara diajukan berkali-kali walaupun ditolak, itu artinya ada yang salah,” ujar Refly Harun kepada wartawan saat jumpa pers usai acara ini.
“Jadi sekali lagi, kita apheal (berharap) kepada MK untuk betul-betul menjadi penjaga konstitusi negara bukan menjadi penjaga oligarki dan bukan menjadi penjaga istana dan bukan menjadi penjaga elite parpol karena PT 20% ini bukan hanya menjadi persoalan Partai Buruh ataupun menjadi persoalan semua parpol yang ikut Pemilu 2024 yakni 24 parpol, 18 plus 6. Tapi menjadi persoalan bagi semua bangsa Indonesia karena kita menginginkan mendapat Presiden RI terbaik dan itu bisa dicapai kalau ada yang namanya Open Competition atau Kompetisi yang Terbuka. Kemudian, jujur dan adil (jurdil),” tandasnya. (Murgap)