Mahendra SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan untuk kedua kalinya kasus dugaan korupsi pembangunan dan perbaikan rel kereta api (KA) di Jawa, Sumatera dan Sulawesi yang dilakukan oleh anak perusahaan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan 2 terdakwa yakni Yoseph Ibrahim selaku Direktur PT Kereta Api Properti Manajemen (KAPM) sampai dengan Februari 2023 dan Parjono selaku Vice President (VP) PT KAPM di ruang Wirjono Projodikoro 1, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (10/07/2023).
Pada sidang kali ini dihadirkan 8 saksi untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim Kuasa Hukum dari kedua terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa VP PT KAPM Parjono, Mahendra SH MH mengatakan, keterangan 8 saksi di muka persidangan sesuai dengan perkara yang ada, bahwa memang perkara ini sebenarnya bukan karena adanya pemberian gratifikasi tapi memang karena adanya permintaan.
“Semacam pemerasan. Karena pemenang lelang kenapa diberikan uang? Jadi seperti itu sih keterangan saksi,” ujar Mahendra SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, saksi yang hadir dalam acara sidang hari ini ada yang berasal dari PT KAPM dan ada juga dari pihak lain. “Kronologis kliennya bisa sampai sidang di PN Jakpus karena Kejaksaaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menetapkan locus delicti (lokasi kejadian) ada di Jakpus,” ujar Mahendra SH MH dari Kantor Law Firm Sam and Partner yang berlokasi di Kemang, Jakarta Selatan (Jaksel) ini.
“Klien saya selaku VP PT KAPM periode 2021 hingga 2022 sampai terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT). Hari ini baru sidang kedua dan sidang pertama digelar sebelumnya dengan agendanya adalah pembacaan dakwaan oleh JPU untuk kliennya yang dikenakan dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dengan pasal gratifikasi,” terangnya.
Dijelaskannya, keterangan kedelapan saksi belum terlalu memberatkan untuk kliennya. “Karena memang keterangan kedelapan saksi di muka persidangan sesuai dengan fakta persidangan. Total gratifikasi yang dilakukan klien saya sebesar Rp1.250.000.000,” ungkapnya.
“Dari fakta di persidangan, tadi terlihat, bahwa proses lelangnya sesuai dengan aturan. Setelah menang lelang lalu Direktur Jenderal Kereta Api (DJKA) diduga melakukan permintaan. Makanya, tadi saya tanya kepada saksi kenapa diberikan? Klien saya sudah menang lelang kok,” tegasnya.
Menurutnya, bukti gratifikasi ada dilakukan kliennya tapi setelah menang lelang. “Berarti bukan kasus suap hanya gratifikasi. Sidang hari ini baru menghadirkan saksi untuk yang pertama kali,” tandasnya. (Murgap)