Ariel Muchtar SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) tahun 2015 dengan 4 (empat) terdakwa di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (03/07/2023).
Terdakwa dalam perkara ini adalah Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kemenhan RI periode Desember 2013 sampai Agustus 2016 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Komisaris Utama (Komut) PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Arifin Wiguna dan Direktur Utama (Dirut) PT DNK Surya Cipta Witoelar. Selain itu, ada satu terdakwa yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat (AS) bernama Thomas Van Der Heyden.
Pada sidang kali ini, agendamya adalah pemeriksaan keempat terdakwa yang dijadikan sebagai saksi untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tim Kuasa Hukum dari masing-masing terdakwa. Keempat terdakwa dalam kasus ini diduga melakukan pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti dengan dalih, bahwa dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan Alokasi Spektrum pada slot orbit 123 derajat BT.
Namun, ternyata satelit Artemis Avanti yang telah disewa tidak berfungsi karena spesifikasi satelit tersebut tidak sama dengan satelit sebelumnya, yaitu Garuda-1. Tindakan secara melawan hukum dan melanggar peraturan perundang-undangan yang dilakukan para terdakwa itu mengakibatkan kerugian negara.
Perkiraan kerugian negara dari kasus ini berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Nomor : PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022, kurang lebih Rp453.094.059.540,68. Perbuatan para terdakwa diduga telah memenuhi unsur Tipikor sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kuasa Hukum terdakwa Komut PT DNK Arifin Wiguna, Ariel Muchtar SH MH mengatakan, tadi pihaknya hadir saat pemeriksaan terdakwa Thomas Van Der Heyden sebagai saksi di perkara terdakwa Arifin Wiguna. “Karena perkara ini displit. Jadi tiga terdakwa yakni Arifin Wiguna, Agus Purwoto dan Surya Cipta Witoelar dalam satu perkara dan terdakwa Thomas Van Der Heyden dipisahkan untuk perkara yang berbeda,” ujar Ariel Muchtar SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, tadi pihaknya hadir pada saat bukan kliennya diperiksa pada saat bukan pada saat kliennya sebagai saksi di perkara Thomas Van Der Heyden tetapi pada saat terdakwa Thomas Van Der Heyden diperiksa di perkara kliennya. “Artinya, yang kami dengar adalah kesaksian dari terdakwa Thomas Van Der Heyden dan saya tidak banyak tanya sebenarnya karena terdakwa Thomas Van Der Heyden sudah banyak menjelaskan, bahwa dia adalah konsultan Baranahan bukan dalam kapasitasnya sebagai DNK, itu yang pertama,” terangnya.
Kedua, sambungnya, terdakwa Thomas Van Der Heyden menjelaskan, bahwa komunikasi yang dia lakukan dengan pihak perusahaan Avanti ataupun dengan pihak lain yang berkaitan dengan satelit Artemis Avanti ini, itu dinyatakannya On Behalf of Baranahan On Behalf of Satkorhan Kemenhan RI. Jadi dia mewakili Kemenhan RI,” tegasnya.
“Makanya, saya tidak menanyakan lebih jauh karena majelis hakim sudah pesan, bahwa jangan ada pertanyaan diulang. Artinya, keterangannya sudah menjadi fakta di persidangan. Nah, kemudian saya hanya mengkaitkan dengan pertanyaan saya menyangkut unsur Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pada sidang kemarin disampaikan oleh Ahli, bahwa seperti dakwaan JPU, harusnya antara terdakwa Thomas Van Der Heyden dan terdakwa Arifin Wiguna ada visi dan misi dalam mewujudkan delik hukum,” terangnya.
Maka, sambungnya, pertanyaannya adalah apakah terdakwa Arifin Wiguna pernah membujuk ataupun menyuruh dan memaksa terdakwa Thomas Van Der Heyden untuk menyampaikan kepada terdakwa Dirjen Kuathan Kemenhan RI Laksamana Muda Agus Purwoto untuk menandatangani kontrak. “Hal itu jelas dijelaskan oleh terdakwa Thomas Van Der Heyden, bahwa terdakwa Arifin Wiguna tidak pernah menyuruh itu. Jadi apa yang disampaikan oleh terdakwa Thomas Van Der Heyden itu atas pengetahuan dia sebagai Expert atau Ahli dan da sebagai Ahli Satelit. Itu pendapat dia sendiri,” katanya.
Menurutnya, tidak pernah ada kesamaan visi dan misi dengan terdakwa Arifin Wiguna, apalagi terdakwa Arifin Wiguna dalam konteks menyuruh terdakwa Thomas Van Der Heyden untuk menyampaikan ke terdakwa Agus Purwoto untuk tanda tangan kontrak ke pihak perusahaan Avanti. “Jadi itu saja. Saya tidak banyak tanya,” paparnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Jum’at (07/07/2023) dengan pembacaan tuntutan JPU untuk keempat terdakwa. “Tuntutan JPU kita hormati dan silahkan saja menuntut. Tuntutan JPU akan kita jawab dalam pembacaan Nota Pembelaan atau Nota Pledoi dari Kuasa Hukum terdakwa Arifin Wiguna,” jelasnya.
Ia mengharapkan keterangan terdakwa tidak ada memberatkan untuk kliennya. “Dalam artian, kalau kita bicara fakta persidangan selama ini sudah jelas tadi disampaikan tidak ada satu saksi yang mengenal terdakwa Arifin Wiguna. Apalagi, konteksnya klien saya terdakwa Arifin Wiguna dihubungkan dengan perkara ini tidak ada satu saksi yang diajukan oleh JPU, bahwa bisa menerangkan ataupun membuktikan sesuai dengan Pasal 184 KUHAP itu tentang hubungan terdakwa Arifin Wiguna,” ungkapnya.
Apalagi, sambungnya, tadi ditambahkan dengan keterangan terdakwa Thomas Van Der Heyden yang menyatakan, bahwa tidak pernah terdakwa Arifin Wiguna menyuruh dia atau mempengaruhi atau apa agar menyampaikan kepada terdakwa Agus Purwoto, bahwa harus tanda tangan kontrak seperti dakwaan JPU. Menurutnya, dakwaan JPU tidak terbukti.
“Tapi itu kan subyektifitas Kuasa Hukum. Kalau proses sidangnya silahkan besok memang JPU waktunya menuntut,” tuturnya.
Diakuinya, untuk persiapan pembacaan Nota Pledoi, ia akan menuangkan isi Nota Pledoi sesuai dengan fakta di persidangan. (Murgap)