Ariel Muchtar SH MH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) tahun 2015 dengan 4 (empat) terdakwa di ruang Prof Dr Kusuma Atmadja SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (12/06/2023).
Terdakwa dalam perkara ini adalah Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kemenhan RI periode Desember 2013 sampai Agustus 2016 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Komisaris Utama (Komut) PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Arifin Wiguna dan Direktur Utama (Dirut) PT DNK Surya Cipta Witoelar. Selain itu, ada satu terdakwa yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat (AS) bernama Thomas Van Der Heyden.
Pada sidang kali ini, dihadirkan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI) Dr Eva SH MH atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari masing-masing terdakwa. Keempat terdakwa dalam kasus ini diduga melakukan pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti dengan dalih, bahwa dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan Alokasi Spektrum pada slot orbit 123 derajat BT.
Namun, ternyata satelit Artemis Avanti yang telah disewa tidak berfungsi karena spesifikasi satelit tersebut tidak sama dengan satelit sebelumnya, yaitu Garuda-1. Tindakan secara melawan hukum dan melanggar peraturan perundang-undangan yang dilakukan para terdakwa itu mengakibatkan kerugian negara.
Perkiraan kerugian negara dari kasus ini berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Nomor : PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022, kurang lebih Rp453.094.059.540,68. Perbuatan para terdakwa diduga telah memenuhi unsur Tipikor sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kuasa Hukum terdakwa Komut PT DNK Arifin Wiguna, Ariel Muchtar SH MH mengatakan, Ahli Hukum dari UI Dr Eva SH MH yang familiar di perkara-perkara Hukum Pidana dan obyektifitasnya cukup baik.
“Tidak ada keraguan apa pun itu menyangkut pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan kepada Ahli Hukum Pidana Dr Eva SH MH menyangkut unsur yaitu unsur dari Pasal 55 ayat 1 dan 2 KUHP menyangkut Penyertaan dan Pembujukan. Jadi tadi saya tanyakan adalah unsur dari perbedaan antara Medepleger, Uitlokking dan Pembujukan,” ujar Ariel Muchtar SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, tadi sudah diucapkan oleh Ahli Hukum Pidana Dr Eva SH MH adalah kaitannya dengan kliennya terdakwa Arifin Wiguna tentunya pertanyaannya, bahwa apa pun yang diterangkan oleh Ahli Hukum Pidana Dr Eva SH MH dari UI, kuncinya adalah pembuktian unsurnya. “Makanya tadi, pertanyaan saya kemudian berlanjut kepada pembuktian unsur dikaitkan dengan pembuktian hukum di Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Seperti tadi Ahli Hukum Pidana Dr Eva SH MH menyatakan tadi Pasal 184 KUHAP itu mutlak dan harus dilakukan pembuktian di muka persidangan yang memenuhi Pasal 184 KUHAP, sehingga unsur-unsur Penyertaan di Pasal 55 KUHP tadi bisa masuk kualifikasi dan bisa masuk dipertanggungjawabkan secara Hukum Pidana,” terangnya.
“Jadi itu saja sebenarnya. Karena itu pengetahuan Ahli Hukum Pidana Dr Eva SH MH tapi saya kaitkan dengan hukum pembuktiannya. Jadi apa pun posisinya, bahwa Pasal 184 KUHAP itu mutlak melekat dan harus dibuktikan di muka persidangan,” tegasnya.
Dijelaskannya, selama berjalannya sidang ini, saksi yang diajukan oleh JPU tidak pernah ada yang menerangkan hal-hal seperti yang didakwakan kepada kliennya. “Bahkan saksi yang dihadirkan oleh JPU, sebagian besar tidak mengenal klien saya terdakwa Arifin Wiguna. Jadi kaitannya dengan unsur pembuktiannya itu. Jadi beberapa alat bukti yang harus dimunculkan di muka persidangan, itu kaitannya terkait peran klien saya terdakwa Arifin Wiguna. Apakah ada alat bukti itu? Saya rasa itu saja,” katanya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis (14/06/2023). “Saya akan menghadirkan saksi Ad-Charge (Saksi Meringankan) tapi tidak mengenai materi perkara tapi mengenai permohonan yang akan diajukan mengenai perampasan terhadap aset,” ungkapnya.
Ia mengharapkan majelis hakim dalam memutus perkara ini tentunya harus berdasarkan dengan Pasal 184 KUHAP dengan bukti-bukti yang cukup. (Murgap)