Kuasa Hukum terdakwa mantan Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol (Purn) Drs Johny M Samosir, Brigjen Pol (Purn) Drs Endang Sofyan M SH (kedua dari kiri) foto bersama tim Kuasa Hukum lainnya Kamarudin Simanjuntak SH (pertama dari kanan) dan Brigjen Pol (Purn) M Zulkarnain MM MH (kedua dari kanan) di luar ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (08/06/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Umum (Tipidum) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan dengan Nomor pokok perkara 141 yang menjerat mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Wakabareskrim Mabes Polri) Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Purnawirawan (Purn) Drs Johny M Samosir selaku terdakwa dalam perkara perjanjian antara PT Konawe Putra Propertindo (KPP) dan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) pada tanggal 28 Maret 2018, atas perjanjian aquo, para pihak tidak menaati perjanjian, sehingga objek tanah yang diperjualbelikan jadi sengketa di ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran. Kamis siang (08/06/2023).
Pada sidang hari ini, agendanya adalah pembacaan tuntutan oleh JPU terhadap terdakwa mantan Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol (Purn) Drs Johny M Samosir. Dalam amar tuntutannya, JPU menuntut terdakwa Johny M Samosir dikenakan pasal 372 Penggelapan dan kurungan penjara selama 4 tahun lamanya.
Kuasa Hukum terdakwa mantan Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol (Purn) Drs Johny M Samosir, Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Purnawirawan (Purn) Drs Endang Sofyan M SH mengatakan, tuntutan jaksa, ngarang-ngarang semacam halusinasi. “Kemudian, tuntutan JPU tidak berdasarkan fakta persidangan. Selanjutnya, imajinatif ilusioner. Manipulasi fakta dan ada kepentingan hukum atau kepentingan lain yang mempengaruhi tuntutan,” ujar Brigjen Pol (Purn) Drs Endang Sofyan M SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, semuanya akan pihaknya patahkan dalam pembacaan Nota Pembelaan atau Nota Pledoi. “Semoga hakim sebagai wakil Tuhan di muka bumi dapat melihat fakta persidangan dengan hati nurani yang bersih dan memutus perkara ini dengan keputusan yang hak adalah benar dan yang bathil adalah salah serta tidak menghukum orang yang tidak bersalah,” ungkapnya.
“Contoh, katanya terdakwa Johny M Samosir berbelit-belit, itu ngarang. Dia ditanya dengan jelas dan tegas, bahwa dia menitipkan barang sebagai Direktur Utama (Dirut) dan dia tidak menerima atau menguasai barang milik pelapor serta tidak ada barang yang digelapkan dan tidak ada keinginan memiliki barang itu. Apalagi menjualnya,” paparnya.
Kemudian, sambungnya, PT VDNIP rugi Rp95 miliar itu bukan perbuatan terdakwa Johny M Samosir tapi diduga dibawa kabur oleh Direktur lama yang sudah dilaporkan ke polisi tapi di Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau di-SP3-kan. “Ketika di persidangan, jaksa tidak dapat membuktikan barang yang digelapkan. Ketika ditanya oleh hakim terkait barang bukti (BB) dalam penggelapan apa? Dijawab oleh salah seorang jaksa, BB masih dalam DPB (Daftar Pencarian Barang Bukti),” terangnya.
“Begitu juga, jaksa tidak menghadirkan saksi korban Zumindong yang harus hadir karena dia yang menderita kerugian sebagai informasi saya wawancara dengan Rudy Rusmadi, dia tidak datang karena diancam tidak boleh jadi saksi di persidangan dan dia mengatakan, terjadinya jual beli pada 28 Maret 2018 di Pacific Palace itu tidak benar alias bohong, karena dia dengan Zumindong pada tanggal tersebut berada di China,” tandasnya.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (22/06/2023) dengan agenda pembacaan Nota Pledoi (Nota Pembelaan) oleh tim Kuasa Hukum dari terdakwa Johny M Samosir. (Murgap)