Kuasa Hukum terdakwa salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi, Ali Sofyan, Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi (ketiga dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Dio Alberto S SH MH (ketiga dari kiri) dan Drs Rizki SH (kedua dari kanan) serta anggota lainnya di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (08/06/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menunda acara sidang lanjutan untuk ketujuh kalinya dengan Nomor Pokok Perkara 39 Tindak Pidana Khusus atau Tipidsus tahun 2023 terkait perkara Ali Sofyan yang merupakan salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi pemilik tanah yang sebelumnya dikuasai oleh pihak PT Pertamina dan kejadiannya pada tahun 2016 hingga 2017 dengan terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan, di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis (08/06/2023).
Ditundanya sidang kali ini, karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa menghadirkan saksi untuk memberikan keterangan dan penjelasan di hadapan majelis hakim, dan Kuasa Hukum dari terdakwa ahli waris tanah Ali Sofyan. Akibatnya, sidang ditunda hingga pekan depan.
Kuasa Hukum terdakwa salah satu ahli waris tanah dari RS Hadi Sopandi, Ali Sofyan, Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi mengatakan, sidang hari ini pihaknya membuktikan dengan terang benderang dengan agenda mengajukan surat kepada Ketua PN Jakpus agar ada penggantian hakim. “Kenapa hakim harus diganti? Karena ada Peraturan dan Kode Etik Hakim menyebutkan Hakim Harus Adil, Hakim Harus Jujur, Hakim Harus Mandiri dan Hakim Harus Profesional. Nah, profesional di bidang hukum. Saya sebagai Advokat membela, Hakim menilai dan memutus, JPU mendakwa dan menuntut, Polisi menyelidiki dan menyidik. Itu profesionalitasnya,” ujar Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
“Tapi profesionalitas ini terganggu oleh perilaku hakim yang diduga tidak adil dan tidak mandiri. Juga dakwaan JPU yang tidak lengkap dan tidak jelas serta tidak cermat dalam dakwaannya,” terang Prof Dr Eggi Sudjana SH MSi dari Kantor Law Firm Eggi Sudjana and Partner yang berlokasi di Jakarta ini.
Oleh karena itu, sambungnya, di dalam kesempatan ini, terutama Dewan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia (Dewas MA RI) tolong awasi hakim seperti yang menyidang kliennya ini. “Saya sudah bikin surat kepada Ketua PN Jakpus, mesti dikabulkan karena kan permintaan adanya pergantian hakim itu hak saya dalam membela klien saya. Hak kalian sudah jalan semua,” katanya.
Menurutnya, belum tentu pengacara lain berani seperti apa yang ia pinta. “Karena ilmunya beda. Ini sejarah. Bisa diciptakan untuk penemuan hukum oleh hakim, itu yang pertama,” terangnya.
Kedua, imbuhnya, jaksa ada Komisi Kejaksaan, ada Jaksa Pengawas. “Perhatikanlah jaksa yang mendakwa klien saya ini, karena dakwaannya sudah tidak cermat, tidak lengkap, dan tidak jelas. Semua sudah dibuktikan dengan dihadirkannya 17 saksi oleh JPU di muka persidangan. Malah hari ini saksi tidak ada yang dihadirkan oleh JPU. Harusnya sekarang katanya ada 4 saksi. Jadi total saksi 17 ditambah 4 menjadi 21 saksi. Itu harusnya,” urainya.
“Pertanyaan seriusnya, kenapa klien kami harus menanggung keterlambatan saksi yang dibawa oleh JPU? Kan buang waktu yang luas kepada kita jadi dirugikan. Makanya, kami minta penangguhan penahanan untuk klien kami. Tapi tidak dikasih oleh hakim,” ungkapnya.
Ia menilai hakim diduga sudah berpihak. “Hakim sudah tidak adil,” paparnya.
“Langkah selanjutnya, kita menunggu apa putusan dari Ketua PN Jakpus. Itu wilayah Ketua PN Jakpus, internal mereka,” pungkasnya.
Nanti, sambungnya, pada sidang selanjutnya, menunggu hasilnya apa. “Kalau tidak dikabulkan permintaan kami, hakimnya akan ini terus yang memimpin sidang. Kita bertarung lah secara intelektual lagi. Kita tidak akan patah semangat untuk begitu,” jelasnya.
“Dengan adanya penundaan sidang pada hari ini, konsekuensi hukumnya kalau logika hukum yang benar, kan ada azaz praduga tak bersalah atau presumption of innocent. Artinya, terhadap klien kami, harus dipakai dong azaz praduga tak bersalah. Karena sudah dibuktikan dari dihadirkannya 17 saksi, tidak ada yang bisa menyalahkan dan memberatkan, bahwa klien kami bersalah,” ucapnya.
Selanjutnya, sambungnya, tidak ada alat bukti untuk menyalahkan kliennya. “Alat buktinya apa? Gratifikasi apa? Uang itu untuk sumbangan masjid. Menurut pasal 13 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999, memberikannya itu misalnya, saya sendiri mau menyuap kepada pejabat negara. Tidak bisa dengan yang lain-lain. Ini limitasi atau pembatasan dari UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 tahun 1999. Semua ini dilanggar dan diabaikan,” tuturnya.
“Saya akan lawan ini ssmua. Insya Allah, Allahu Akbar,” tandasnya. (Murgap)