Tim Penasehat Hukum terdakwa Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Forum Advokat Spesialist Tipikor (FAST) yang diketuai oleh RM Tito Hananta Kusuma SH MM (kedua dari kanan) foto bersama anggota Tina Hesti Valentina SH (tengah), Manda SH (pertama dari kanan) dan lainnya di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (25/05/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) tahun 2015 dengan 4 (empat) terdakwa di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (25/05/2023).
Terdakwa dalam perkara ini adalah Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kemenhan RI periode Desember 2013 sampai Agustus 2016 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Komisaris Utama (Komut) PT Dini Nusa Kusuma (DNK), Arifin Wiguna dan Direktur Utama (Dirut) PT DNK, Surya Cipta Witoelar. Selain itu, ada satu terdakwa yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat (AS) bernama Thomas Van Der Heyden.
Pada sidang kali ini, dihadirkan 3 (tiga) Ahli Satelit yakni Ali, Iman dan Dr Hasbi atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari masing-masing terdakwa. Keempat terdakwa dalam kasus ini diduga melakukan pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti dengan dalih, bahwa dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan Alokasi Spektrum pada slot orbit 123 derajat BT.
Namun, ternyata satelit Artemis Avanti yang telah disewa tidak berfungsi karena spesifikasi satelit tersebut tidak sama dengan satelit sebelumnya, yaitu Garuda-1. Tindakan secara melawan hukum dan melanggar peraturan perundang-undangan yang dilakukan para terdakwa itu mengakibatkan kerugian negara.
Perkiraan kerugian negara dari kasus ini berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Nomor : PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022, kurang lebih Rp453.094.059.540,68. Perbuatan para terdakwa diduga telah memenuhi unsur Tipikor sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tim Penasehat Hukum terdakwa Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Forum Advokat Spesialist Tipikor (FAST) yang diketuai oleh RM Tito Hananta Kusuma SH MM mengatakan, pada persidangan kali ini ada point yang positif dari Ahli Satelit Dr Hasbi. “Keterangan Ahli Satelit Dr Hasbi justru menguatkan terdakwa Agus Purwoto. Pertama, bahwa benar satelit Artemis Avanti berada di dalam slot orbit 123 selama satu tahun yakni November 2016 hingga November 2017,” ujar RM Tito Hananta Kusuma SH MM kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Artinya, sambungnya, perusahaan Avanti benar melaksanakan penyewaan satelit tersebut. “Kemenhan RI menikmati penyewaan satelit tersebut selama 1 tahun. Kedua, saksi Dr Hasbi menyatakan, bahwa benar ada perpanjangan frekuensi L-Bent selama satu tahun pada November 2016 hingga November 2017,” terangnya.
“Artinya, penyewaan satelit Artemis Avanti ini ada manfaatnya. Tidak benar, bahwa kontrak satelit Artemis Avanti ini tidak ada manfaatnya,” tegasnya.
Terpenting dalam.kasus ini, imbuhnya, terdakwa Agus Purwoto menjalankan perintah atasan dan tidak menerima apa pun. “Karena nanti kalau kasus ini sampai dihukum, sangat kasihan prajurit kita dan pejabat-pejabat kita akan takut melaksanakan perintah atasan,” ungkapnya.
“Klien saya menjalankan perintah atasan dengan baik dan tidak menerima uang dan tidak terima sogokan tapi dihukum. Kalau Pemerintah RI mencari pihak yang disalahkan ya gugat perusahaan Avanti di pengadilan dan tuntut perusahaan Avanti,” jelasnya.
Ia menyarankan, agar jangan kliennya yang disalahkan. “Perusahaan Avanti kalau memang dianggap salah, silahkan Pemerintah Ri gugat ke pengadilan. Tapi fakta di muka persidangan tadi menunjukan, bahwa satelit itu memang ada,” katanya.
“Kemudian, frekuensi L-Bent diperpanjang dan bahkan sebelum dibayarkan oleh Pemerintah RI, hasil sidang arbitrase sudah direview (ditinjau) oleh BPKP RI. Jadi di mana letak korupsinya?” tanyanya.
Ia yakin majelis hakim akan bertindak adil dalam perkara ini. “Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Senin (29/05/2023) untuk mendengar kembali keterangan dan penjelasan ahli dari pihak JPU,” terangnya.
Dijelaskannya, pihaknya akan menghadirkan ahli-ahli tandingan untuk membuktikan, bahwa dakwaan JPU juga tidak tepat untuk kliennya. “Kita akan menyiapkan ahli-ahli tandingan untuk membantah keterangan dan penjelasan ahli dari JPU pada hari ini,” tandasnya. (Murgap)