Tim Penasehat Hukum terdakwa Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Forum Advokat Spesialist Tipikor (FAST) yang diketuai oleh RM Tito Hananta Kusuma SH MM (ketiga dari kanan) foto bersama Sekjen FAST Andi Faisal SH (kedua dari kanan) dan anggota lainnya Asgar SH (ketiga dari kiri) dan Ade SH serta Marida (pertama dari kanan) di PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (04/05/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) tahun 2015 dengan 4 (empat) terdakwa di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (04/05/2023).
Terdakwa dalam perkara ini adalah Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kemenhan RI periode Desember 2013 sampai Agustus 2016 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Komisaris Utama (Komut) PT Dini Nusa Kusuma (DNK), Arifin Wiguna dan Direktur Utama (Dirut) PT DNK, Surya Cipta Witoelar. Selain itu, ada satu terdakwa yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat (AS) bernama Thomas Van Der Heyden.
Pada sidang kali ini, dihadirkan 8 (delapan) saksi di antaranya mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Sekjen Kemenhan RI) Ediwan Prabowo, Leonardi, Listyanto dan John Ginting atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari masing-masing terdakwa. Keempat terdakwa dalam kasus ini diduga melakukan pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti dengan dalih, bahwa dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan Alokasi Spektrum pada slot orbit 123 derajat BT.
Namun, ternyata satelit Artemis Avanti yang telah disewa tidak berfungsi karena spesifikasi satelit tersebut tidak sama dengan satelit sebelumnya, yaitu Garuda-1. Tindakan secara melawan hukum dan melanggar peraturan perundang-undangan yang dilakukan para terdakwa itu mengakibatkan kerugian negara.
Perkiraan kerugian negara dari kasus ini berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Nomor : PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022, kurang lebih Rp453.094.059.540,68. Perbuatan para terdakwa diduga telah memenuhi unsur Tipikor sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto (jo) Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tim Penasehat Hukum terdakwa Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Forum Advokat Spesialist Tipikor (FAST) yang diketuai oleh RM Tito Hananta Kusuma SH MM mengatakan, keterangan saksi pada persidangan hari ini memberikan keterangan yang positif sekali yang mendukung fakta sebenarnya, bahwa kliennya melaksanakan perintah Presiden RI. “Perintah Presiden RI ini dilaksanakan pada Rapat Terbatas Kabinet pada tanggal 04 Desember. Presiden RI dengan jelas menyampaikan selamatkan slot orbit 123. Kemudian, dikonfirmasi memang benar ada perintah lisan Menteri Pertahanan (Menhan) RI Ryamizard Ryacudu terhadap tanda tangan yang diberikan oleh terdakwa Agus Purwoto di London,” ujar RM Tito Hananta Kusuma SH MM kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, selanjutnya yang positif juga, bahwa ada Surat Keputusan (SK) Menhan RI yang menunjuk langsung penyewaan satelit Artemis Avanti, sehingga pertanyaan tadi rekan media tepat sekali, bahwa tidak ada unsur melawan hukum, karena ini melaksanakan perintah Presiden RI dan melaksanakan perintah atasan. “Klien saya juga melaksanakan perintah dengan itikad baik. Tidak menerima uang apa pun. Jadi orang yang melaksanakan perintah dengan baik dan tidak menerima keuntungan apa pun, seharusnya dibebaskan demi hukum,” pintanya.
Ia menyayamgkan hasil audit BPKP RI karena BPKP RI memberikan review atau gambaran, bahwa pembayaran arbitrase kasus satelit Artemis Avanti bisa dibayarkan. “Tapi lembaga auditor yang sama yakni BPKP RI juga mengeluarkan audit kepada JPU, bahwa ini merugikan keuangan negara. Di sinilah ketidakpastian hukum. Kalau unsur melawan hukumnya jelas, tidak ada unsur melawan hukum karena terdakwa Agus Purwoto melaksanakan perintah atasan dengan itikad baik dan tidak menerima apa pun,” terangnya.
“Dari fakta persidangan hari ini, mantan Sekjen Kemenhan RI Ediwan Prabowo, memberikan keterangan, bahwa ada permohonan diskresi dari Menhan RI kepada Presiden RI yang ditindaklanjuti dengan Rapat Terbatas Kabinet tanggal 03 Desember dan 04 Desember. Intinya, pada tanggal 04 Desember keluarlah perintah Presiden RI selamatkan slot orbit 123. Jadi tidak ada unsur melawan hukum,” tegasnya.
Dijelaskannya, di sinilah ia menjadi heran kenapa persoalan perkara ini diangkat dan kliennya menjadi pihak yang dirugikan. “Kita bersyukur, tadi saksi mantan Sekjen Kemenhan RI Ediwan Prabowo dan saksi Leonardi menegaskan, bahwa ada Peraturan Menhan RI yang mengatur, bahwa di Kemenhan RI yang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kepala Baharlan Leonardi atau pejabat yang ditunjuk oleh Menhan RI. Dalam kasus ini jelas, bahwa pejabat yang ditunjuk menerima surat perintah adalah terdakwa Agus Purwoto dan klien saya ini menjalankan perintah dengan itikad baik dan tidak menerima keuntungan apa pun,” paparnya.
Atas dasar itu, sambungnya, pihaknya memohon kepada terdakwa Agus Purwoto memenuhi pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu melaksanakan perintah atasan harus dibebaskan. “Berdasarkan kesaksian mantan Sekjen Menhan RI Ediwan Prabowo diketahui setelah terdakwa Agus Purwoto tiba di Jakarta. Beliau melaporkan langsung kepada Menhan RI bagaimana kunjungan beliau dan tugas beliau di London. Kemudian, rekan-rekan beliau yakni mantan Sekjen Kemenhan RI Ediwan Prabowo mengetahui, ada perintah langsung di London. Persetujuan lisan untuk menandatangani perjanjian,” ungkapnya.
“Kita pahamlah, bahwa di dalam praktek birokrasi militer bahkan juga di dunia advokat profesi hukum, ada yang namanya perintah lisan. Tidak segala sesuatu itu harus tertulis. Tetapi kemudian, yang bagusnya dalam.perkara ini adalah Menhan RI mengeluarkan SK menunjuk Avanti Coorporation sebagai pihak penyewaan langsung. Artinya, sudah ada dokumen tertulis, bahwa Menhan RI memberikan penunjukan Avanti,” katanya.
Ia berjanji akan mengungkapkan hal tersebut di muka persidangan. “Kami dari FAST akan memohon kepada majelis hakim, bahwa terdakwa Agus Purwoto melaksanakan perintah atasan dengan itikad baik dan tidak menerima keuntungan pribadi apa pun, sehingga mohon untuk dibebaskan,” imbaunya.
“Pada fakta di persidangan hari ini terungkap, bahwa tidak ada pilihan lain alternatif lain selain Avanti. Sudah ada pembicaraan dengan Turaya, tetapi Turaya menolak, sehingga tidak ada pilihan lain. Tapi yang jelas, terdakwa Agus Purwoto melaksanakan ini ada dasar hukumnya. Dasar hukumnya yakni pertama, perintah Presiden RI dalam Rapat Terbatas Kabinet pada tanggal 04 Desember dan kedua, Peraturan Menhan RI itu sendiri,” tuturnya.
Dijelaskannya, karena di Peraturan Menhan RI ada 2 (dua) opsi yakni PPK adalah Kepala Baharlan atau pejabat yang ditunjuk oleh Menhan RI. “Terdakwa Agus Purwoto mendapat penunjukan secara lisan. Bahkan ada surat perintah untuk ke London. Saya kira kita tahu semua lah dalam praktek organisasi, apalagi praktek militer ataupun pengacara, ada yang namanya perintah lisan. Tidak segala sesuatu di dunia ini melaui perintah tertulis. Terpenting, ada itikad baik. Nawaitu terdakwa Agus Purwoto adalah melaksanakan perintah atasan dan tidak menerima keuntungan apa pun,” urainya.
“Kita kembali kepada fakta di persidangan tadi, dibenarkan oleh mantan Sekjen Kemenhan RI Ediwan Prabowo dan oleh Leonardi, bahwa benar ada Rapat Terbatas Kabinet, bahwa Presiden RI yang memerintahkan. Jadi Presiden RI memerintahkan Menhan RI dan Menhan RI memerintahkan terdakwa Dirjen Kuathan Agus Purwoto, bahwa ini adalah tugas negara. Tidak ada yang perlu disalahkan. Kami mohon dan kami yakin majelis hakim pada sidang ini dan hakim-hakim yang senior akan menggunakan hati nurani untuk membebaskan terdakwa Agus Purwoto,” tandasnya. (Murgap)