Kuasa Hukum terdakwa Welly Bordus Bambang dan Boni Marsapatubiono, Reyhan Moses Tulaar SH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya Raka Danira SH di luar ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Kamis siang (09/03/2023). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan kasus perkara Tipikor untuk ke-8 (delapan) kalinya terkait kasus dugaan Tipikor pemberian kredit proyek Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BPD Jateng) cabang Jakarta, pada tahun 2017 hingga 2019 dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Samco Indonesia Boni Marsapatubiono dan Dirut PT Mega Daya Survey Indonesia (MDSI) Welly Bordus Bambang dan Direktur Keuangan Giki Argadiraksa di ruang Wirjono Projodikoro 2, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (09/03/2023).
Kasus ini merupakan pengembangan dari terpidana Bina Mardjani (BM) selaku mantan bos Bank Jateng cabang Jakarta, yang telah divonis hukuman penjara selama 7 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, beberapa waktu silam. Perkara ini berawal pada 2017, ketika Boni mengajukan fasilitas kredit proyek pada Bank Jateng cabang Jakarta sebesar Rp74,5 miliar untuk 5 (lima) proyek.
Pengajuan tersebut itu disetujui. Adapun yang menjadi jaminan pengajuan kredit proyek tersebut adalah surat perintah kerja (SPK), cash collateral (uang jaminan atau deposit) dan jaminan asuransi yang dinilai dari persentase cash collateral.
Dalam proses pemberian kredit tersebut, telah terjadi perbuatan melawan hukum (PMH), yakni persyaratan yang tidak terpenuhi. Kemudian, ditemukan adanya commitment fee sebesar 1% dari nilai pencairan kredit.
Terhadap kelima proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi kolektibilitas 5 (macet), sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 71.279.545.538. Adapun jumlah aset recovery dalam perkara tersebut sebesar Rp2.681.583.434.
Pada sidang kali ini, dihadirkan 4 (empat) saksi atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Kepala Pimpinan Cabang (Kapimca) Bank Jateng cabang Jakarta Bina Mardjani, Eko dari PT Sky, Arif selaku Ketua Auditor, Hans dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim, JPU dan tim Kuasa Hukum dari masing-masing terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Welly Bordus Bambang dan Boni Marsapatubiono, Reyhan Moses Tulaar SH mengatakan, dari pemahamannya selama jalannya acara persidangan ini, pendapat hakim lebih menuju perkara ini ke perkara perbankan daripada Tipikor.
“Karena kesaksian dari OJK sendiri mengatakan, perkara ini bisa masuk ke Tipikor karena adanya koordinasi dari pihak Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Bareskrim Mabes Polri) berkunjung ke kantor OJK. Di sana, sowan mungkin, jadi bicara kasus ini. Maka, kasus ini bisa masuk ke Tipikor,” ujar Reyhan Moses Tulaar SH yang didampingi anggota tim Kuasa Hukumnya Raka Danira SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, pihaknya pada kasus perkara ini menjadi Kuasa Hukum dari dua terdakwa. “Terdakwa Boni disinyalir membobol uang dari BPD Jateng cabang Jakarta dengan dugaan membuat kredit fiktif dengan nilainya untuk PT Samco Rp70 miliar dan Welly dari PT MDSI sekitar Rp40 miliar. Totalnya Rp110 miliar. Saya Kuasa Hukum atas nama pribadi kedua terdakwa,” ungkap Reyhan Moses Tulaar SH dari kantor law firm Tulaar Tafonao Nikiyuluw yang beralamat di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar) ini.
Ia mengharapkan dari pemahaman majelis hakim yang menyidang kliennya ini mengatakan tindak pidana kliennya ini adalah pure (murni) perkara perbankan. “Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis (16/03/2023) dengan masih menghadirkan saksi dari JPU sebanyak 5 (lima) orang atau 6 (enam) orang,” terangnya.
“Kita pasti nanti akan membawa saksi untuk kedua klien kami. Tapi kita belum tahu siapa saja saksi dan namanya. Ahli juga kita sudah mempunyai tapi kita belum mau untuk bicara,” katanya.
Raka Danira SH menambahkan, adanya Tipikor terhadap kliennya karena perkara ini terkait BPD Jateng. “Karena BPD Jateng ini milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng. Jadi memang ada uang negara yang rugi, makanya perkara kliennya ini masuk ke Tipikor,” ujar Raka Danira SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini. (Murgap)