Kuasa Hukum terdakwa Direktur PT AMR Hijria Handi Widjaya, Yandi Dariandi SH MH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya di luar ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (30/11/2022). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar acara sidang lanjutan untuk ketiga kalinya terkait perkara Tipikor dengan Nomor perkara 75 korupsi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bantuan modal kerja dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Varuna Tirta Prakasya (VTP) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) senilai Rp20 miliar dengan terdakwa Direktur PT Asiabumi Mineral Raya (AMR) yakni Hijria Handi Widjaya dalam pengadaan biji nikel di Maromboh, Kendari, Sulawesi Tengah (Sulteng) dan kejadiannya pada tahun 2020, di ruang Prof Dr HM Hatta Ali SH MH, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Rabu (30/11/2022).
Pada sidang kali ini, dihadirkan 2 (dua) saksi atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Investment Manager PT PPA Ir Suwasti Safitri dan Erwin dari PT VTP untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim dan JPU serta tim Kuasa Hukum terdakwa. Kuasa Hukum terdakwa Direktur PT AMR Hijria Handi Widjaya, Yandi Dariandi SH MH mengatakan, kronologis perkara ini awalnya PT AMR bekerjasama dengan PT VTP untuk pengangkutan biji nikel dan kejadiannya di daerah Maromboh, Kendari, Sulteng dan dana yang digunakan oleh PT VTP adalah pinjaman dari PT PPA dengan nilai Rp20 miliar.
“Uang Rp20 miliar tersebut diserahkan dari PT VTP kepada PT Bososi atas nama Andi Uji. Uang Rp20 miliar tersebut diserahkan secara cash dengan dua tahap,” ujar Yandi Dariandi SH MH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dijelaskannya, tahap pertama diserahkan uang Rp 10 miliar dan tahap kedua diserahkan lagi uang sebesar Rp10 miliar. “Jadi total uang yang diserahkan Rp20 miliar,” terangnya.
Dikatakannya, uang Rp20 miliar tersebut sudah diserahkan kepada sub kontraktor untuk penambangan biji nikel tapi biji nikel yang ingin ditambang tersebut tidak ada. “Timbul permasalahan sekarang PT AMR dan PT VTP dan PT PPA, sehingga menimbulkan kerugian negara mencapai Ro20 miliar,” terangnya.
“Posisi PT Bososi juga bekerjasama dengan PT VTP untuk melakukan jual beli biji nikel tapi kenyataannya biji nikel tidak ada,” ungkapnya.
Menurutnya, keterangan saksi Erwin di dalam persidangan ini mengetahui soal pinjam meminjam uang PT PPA dan PT VTP. “Kedua perusahaan ini merupakan perusahaan BUMN,” terangnya.
Sementara, sambungnya, keterangan saksi Ir Suwasti Safitri saat ini, ia mengaku masih menjabat di PT PPA. “Dari keterangan kedua saksi sejauh ini tidak ada yang memberatkan maupun meringankan bagi klien saya. Mereka tidak tahu apa yang dilakukan oleh klien saya ini karena kejadiannya di Maromboh, Kendari, Sulteng pada tahun 2020,” jelasnya.
Namun demikian, imbuhnya, soal pinjam meminjam uang antara PT VTP dan PT PPA tersebut kejadiannya di Jakarta. “Nah pinjam meminjam uang inilah yang menjadi permasalahan agar terbuka di fakta persidangan, bahwa pinjam meminjam uang ini masih masuk dalam restrukturisasi, masih diperpanjang,” tegas Yandi Dariandi SH MH dari kantor law firm Yandi yang berkedudukan di daerah Serang ini.
“Mudah-mudahan bisa terungkap di fakta persidangan. Apakah klien saya ini masuk dalam perkara perdata atau Tipikor. Hakim lah yang bisa memutus perkara ini,” harapnya.
Agenda sidang selanjutnya akan digelar pada Rabu (07/12/2022) di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus. Adapun dalam kasus ini terdakwa Direktur PT AMR Hijria Handi Widjaya disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto (jo) pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 3 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (Murgap)