Waketum DPN Peradi dan juga sekaligus selaku Ketua tim Kuasa Hukum terdakwa Anggota DPN Peradi Didit Wijayanto Wijaya SH, Dr Hendrik Jehaman SH MH (tengah) foto bersama anggotanya Antoni Silo SH (ketiga dari kiri) dan lainnya di luar Gedung PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (07/04/2022). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan Tipikor terkait perkara dugaan menghalangi proses hukum penyidikan Tipikor di tubuh Lembaga Pembiayaan Ekspor indonesia (LPEI) yang dilakukan oleh terdakwa Anggota Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Didit Wijayanto Wijaya SH dan menjadi terdakwa lainnya adalah Direktur Utama (Dirut) LPEI Indra Wijaya Supriadi di ruang Wirjono Projodikoro 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (07/04/2022).
Pada sidang kali ini, dihadirkan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Pancasila Prof Dr Agus Surono SH MH untuk memberikan penjelasan dan keterangan di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim. Wakil Ketua Umum (Waketum) DPN Peradi dan juga sekaligus Kuasa Hukum terdakwa Anggota DPN Peradi Didit Wijayanto Wijaya SH, Dr Hendrik Jehaman SH MH mengatakan, pada perkara ini, dalam keterangannya, Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH berbeda dalam keterangannya antara di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan di persidangan.
“Makanya, kita mengkaji dengan pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Keterangan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH atas permintaan dari JPU tidak punya hak interpretasi alias ngarang saja. Makanya, Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH bingung sendiri pada akhirnya,” ujar Dr Hendrik Jehaman SH MH yang didampingi Anggota Tim Kuasa Hukumnya Antoni Silo SH dari kantor law firm DPN Peradi kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, dasar teori Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH yang dihadirkan oleh JPU sudah tidak benar dalam memberikan keterangan di muka persidangan. “Artinya, Ahli Hukum Pidana bidang Forensik Prof Dr Agus Surono SH MH tidak punya nilai apa-apa bagi klien kami,” tegasnya.
“Karena Ahli Hukum Pidana bidang Forensik Prof Dr Agus Surono SH MH membuka cerita dari alat telpon genggam selular atau handphone (hp) milik terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH yang isinya berbunyi, “Kamu harus memberikan keterangan sesuai peraturan perundang-undangan di penyidikan”,” katanya.
Padahal, sambungnya, di dakwaannya JPU tidak untuk mengajarkan terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH untuk tidak memberikan keterangan. “Kan sudah tidak benar begitu. Makanya, kami nge-gas pertanyaan kami kepada Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH,” tegasnya.
“Keterangan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH ini juga tidak memberikan petunjuk hukum apa-apa bagi klien kami. Hanya menguntungkan bagi LPEI,” ungkapnya.
Dijelaskannya, ternyata dari isi WhatsApp (WA) yang diungkap oleh Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH juga menyuruh terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH untuk memberikan jawaban atas penyidikan sesuai peraturan perundang-undangan. Sementara itu, Antoni Silo SH menambahkan, terdakwa Didit SH sebagai seorang advokat yang sedang menjalankan profesinya dengan itikad baik pada perkara ini.
“Membela klien tidak bisa dikenakan pasal hukum pidana ataupun perdata. Karena begitu pertanyaannya. Apa perbuatan advokat dalam kasus ini yang masuk katagori merintangi ataupun menggagalkan proses penyidikan?” tanyanya.
Dijelaskannya, Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH memberikan keterangan kepada penyidik sudah menjelaskan, bahwa dalam kualifikasinya terdakwa Didit SH telah merintangi. “Oleh karena itu, advokatnya adalah dianggap turut membantu dan lain-lain. Nah, sesuai dari keterangan Waketum DPN Peradi Dr Hendrik Jehaman SH MH mestinya keterangan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH ini berbasis kepada ilmu pengetahuan (knowledge) dan teori-teori hukum. Bahkan, Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH pun telah menyebut norma Undang-Undang (UU) Advokat Nomor 18 tahun 2003. Maka itu lah yang kami tanya,” ungkapnya.
“Apa dasar hukum yang dilakukan terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH menyarankan ke kliennya (LPEI)? Pasal berapa dan berapa kerugian negara sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dari kasus Tipikor LPEI ini?” tanyanya lagi.
Nah, sambungnya, ketika saksi-saksi dari terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH dihadirkan ke persidangan, kalau waktu ditanya penyidik, apakah dijawab pertanyaan penyidik, terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH tidak menjawab karena tidak dicantumkan pasalnya, makanya tidak dijawab oleh terdakwa Didit SH. “Kan mudah persoalan ini. Sebenarnya tanya saja pasalnya. Kalau begitu pertanyaannya lagi, apa sih perbuatan terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH ini yang tidak berdasarkan hukum? Semua yang disarankan oleh terdakwa Didit SH kepada kliennya sudah berdasarkan hukum semua kok,” ungkapnya.
“Kenapa kualifikasi yang dikatakan oleh Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI? Dasarnya apa? Ada indikatorkah dan ada referensikah? Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH jawabannya salah. Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH malah menjawab yurisprudensi keputusannya. Padahal, faktanya beda. Terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH menghadirkan klien diperiksa, periksa. Sehat, sehat, katanya,” jelasnya.
Dikatakannya, terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH pun tidak mencampuri urusan kliennya (LPEI). “Saya siap menjawab pertanyaan bapak. Ini pasal berapa ya? Itu pertanyaan kami yang penting,” tuturnya.
Menurutnya, sesuai KUHAP, surat panggilan kepada terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH harus sah. “Surat panggilan yang sah itu sesuai surat Jaksa Agung (JA) harus dicantumkan siapa tersangkanya. Itu ada Peraturan JA Nomor 1518. Nah kalau begitu benar dong untuk terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH mengatakan kepada penyidik KPK itu pasal berapa ya?” urainya.
“Pertanyaan kami, ada 80 (delapan puluh) orang saksi dihadirkan di persidangan LPEI. Sebutlah 7 (tujuh) orang tidak didapat keterangannya. Tetapi ingat dalam perkara ini sudah didapat terdakwanya. Boleh gak pasal 21 KUHAP itu diterapkan ? Bahwa penyidikan terhalangi? Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH tidak menjawab,” katanya.
Ia menilai keterangan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH tidak punya arti apa-apa. “Ahli Hukum Pidana ini sudah bergelar Prof Dr. Tapi ketika kita tanya apa dia jawabnya melintir ke mana-mana. Kalau dibilang tidak nyambung, tapi dia jawab kok,” terangnya.
“Kalau tidak nyambung itu kan ketika kita tanya apa yang dia jawab secara planga plongo,” terangnya.
Menurutnya, keterangan Ahli Hukum Pidana Prof Dr Agus Surono SH MH melintir jawabannya dari apa yang ditanya oleh Kuasa Hukum terdakwa Didit Wijayanto Wijaya SH. “Agenda sidang selanjutnya, pada Kamis (14/04/2022) dengan mengajukan Ahli yang meringankan bagi klien kami dan saksi yang meringankan (Ad-Charge),” ucapnya.
Ia mengharapkan Ketum DPN Peradi Dr Otto Hasibuan SH MH bisa hadir dalam persidangan berikutnya. “Bisa lewat zoom meeting ataupun datang langsung ke ruang sidang untuk memberikan keterangan, bahwa advokat itu sebagai penegak hukum,” tandasnya. (Murgap)