Oleh : Murgap Harahap
Di tengah wabah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) masih bergejolak dan peran Pemerintah Indonesia saat ini sedang mati-matian untuk menghilangkan wabah penyakit tersebut dari wajah negeri ini, Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Menaker RI) Ida Fauziyah malah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana Jaminan Hari Tua (JHT) bisa dicairkan oleh buruh atau pekerja ketika sudah di usia 56 tahun, baru-baru ini diterbitkan.
Alasan Menaker Ida Fauziyah mengeluarkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT bisa dicairkan oleh buruh atau pekerja ketika di usia 56 tahun, telah sesuai dengan isi dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) yang notabenenya telah lahir sebelum adanya pandemi Covid-19 yang saat ini sudah berusia 2 (dua) tahun sejak Februari 2020 hingga Februari 2022 pandemi Covid-19 ada di Indonesia. Pertanyaannya, apa gerangan maksud dan tujuan yang ada di benak Menaker Ida Fauziyah tiba-tiba di siang bolong menerbitkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang patokan usia 56 tahun, buruh ataupun pekerja baru bisa mencairkan dana JHTnya dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan?
Selanjutnya, pertanyaan yang mengemuka apakah dilibatkan seluruh buruh dan pekerja dari seluruh Indonesia serta pengusaha dan Pemerintah Daerah (Pemda) terkait rumusan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT bisa dicairkan ketika buruh dan pekerja di usia 56 tahun? Seperti apa rumusannya dan sudah masifkah sosialisasinya kepada masyarakat buruh dan pekerja serta masyarakat Indonesia ketika ingin membuat Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT tersebut?
Sungguh ironis! Kalau memang semua unsur itu di dalam pembuatan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tidak ada satu unsur pun yang dilibatkan.
Namun, diterbitkan dan buruh serta pekerja mau gak mau harus menerimanya. Ketika dampak dari pandemi Covid-19 berimbas kepada iklim dunia usaha bisnis perusahaan yang tak menentu terhadap nasib roda usahanya yang terjadi saat ini.
Ada perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawannya hingga mengurangi jumlah karyawan akibat adanya sistem masuk kerja 25% ataupun 50% di perusahaan saat PSBB ataupun PPKM level 3 untuk wilayah Jakarta, Jawa dan Bali yang mengakibatkan hasil produksi pun ikut menurun. Itu artinya, Menaker Ida Fauziyah mengeluarkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT bagi pekerja dan buruh baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun kurang pas di situasi dan kondisi (sikon) saat ini.
Ibarat kata, habis jatuh ketimpa tangga pula. Artinya, apakah elegan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tersebut diterbitkan ketika ada pekerja ataupun buruh yang saat ini masih bekerja di perusahaan, namun ia tidak tahu waktu kapan saja bisa terkena PHK oleh perusahaan.
Kenapa Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT bisa dicairkan di usia 56 tahun di tengah suasana dan jiwa kebathinan para pekerja dan buruh saat ini yang serba tak menentu bisa diterbitkan? Kemudian, alasan apa dana JHT tersebut baru bisa dicairkan di usia 56 tahun bagi pekerja dan buruh yang telah ikut dalam Program JHT di BPJS Ketenagakerjaan?
Bayangkan, ketika buruh atau pekerja tiba-tiba meninggal dunia ataupun di-PHK dari perusahaannya sebelum masuk usia 56 tahun, siapa pihak yang akan bertanggung jawab membayar dana JHT pekerja atau buruh tersebut dan apakah masih dapat dana JHTnya? Sungguh tidak popular kebijakan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT ini.
Serasa tidak ada lagi rasa kebathinan dan jauh dari rasa keadilan yang diberikan oleh Menaker RI Ida Fauziyah terhadap pekerja dan buruh Indonesia ketika Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT bisa dicairkan di usia 56 tahun ini diterbitkan. Coba bayangkan berapa jumlah total dana JHT yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan ketika buruh dan pekerja masuk usia 56 tahun?
Berapa jumlah iuran dana JHT yang telah ditabung oleh pekerja dan buruh selama bekerja di perusahaan, namun di tengah jalan buruh ataupun pekerja tersebut meninggal dunia ataupun terkena PHK? Berapa dana JHT pekerja dan buruh tersebut yang tak bisa dicairkan oleh BPJS Ketenagakerjaan kalau seandainya buruh dan pekerja tersebut meninggal dunia ataupun terkena PHK?
Menurut data dari BPJS Ketenagakerjaan, total dana JHT pekerja dan buruh per Februari 2022 ada sekitar Rp555 triliun. Jumlah yang sangat fantastis bukan?
Apabila dana JHT tersebut tidak juga bisa dicairkan oleh pekerja ataupun buruh pada tahun 2022 ini karena alasan belum berusia 56 tahun, mau di kemanakan dana tersebut? Tentu premise pertanyaan tersebut anti klimaks untuk bisa dijawab oleh pemangku kebijakan dalam hal ini Menaker Ida Fauziyah.
Namun, tepatlah istilah nasi sudah menjadi bubur. Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT bisa dicairkan oleh buruh dan pekerja di usia 56 tahun ini tidak mungkin lagi untuk dicabut.
Semisal dicabut pun oleh Menaker Ida Fauziyah terkait Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT ini bisa berakibat turunnya wibawa Menaker Ida Fauziyah selaku pemangku kebijakan di bidang ketenagakerjaan ini. Dampak untung atau rugi serta manis atau pahitnya dari keluarnya produk Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Dana JHT bisa dicairkan oleh buruh atau pekerja di usia 56 tahun, hanya buruh dan pekerja itu sendiri lah yang bisa merasakannya.
Apabila dampaknya manis buat buruh dan pekerja, patut disyukuri. Namun, kalau dampaknya pahit untuk pekerja dan buruh atas terbitnya Permenaker Nomor 2 tahun 2022 yang keluarnya secepat kilat ini, tentu menambah deretan kisah klasik penderitaan buruh dan pekerja di Indonesia dalam menghadapi realitas kehidupan.
Ibarat kata, Dana JHT cair di usia 56 tahun, masuk ke jurang “neraka” atau “surga” bagi pekerja dan buruh? Semoga! *** (Penulis adalah Pemerhati Bidang Ketenagkerjaan)