Mintarno SH
Jakarta, Madina Line.Com – Tok! Akhirnya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dalam vonis putusan finalnya pada perkara Tipikor kasus pengadaan 16 (enam belas) mesin genset fiktif antara PT Dan Pratama Indonesia (DPI) dan PT Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom Indonesia) wilayah V Surabaya, Jawa Timur (Jatim), dengan total nilai kerugian uang negara mencapai Rp32 miliar dengan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Nafaza Insan Creas Mira Sartika, memutus 6 (enam) tahun tahanan kota dan mengembalikan sisa uang kerugian negara Rp6 miliar serta penyitaan aset milik terdakwa Mira Sartika, apabila tidak mampu mengembalikan uang Rp6 miliar tersebut ke negara, di ruang Wirjono Projodikoro 2, PN Tipikor pada PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Senin siang (07/02/2022).
Kuasa Hukum terdakwa Dirut PT Nafasa Insan Creas Mira Sarrika, Mintarno SH mengatakan, melihat putusan final hakim tadi di persidangan, ada beberapa hal yang diabaikan. “Hal yang diabaikan tersebut di antaranya adalah perkara Tipikor ini tidak bisa terlepas dari peran klien kami (terdakwa Mira Sartika) yang membuat laporan di Markas Polda (Mapolda) Metro Jaya dan tanda terimanya juga ada,” ujar Mintarno SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara pembacaan putusan final majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus ini.
“Selanjutnya, terkait putusan final majelis hakim yang mengatakan, bahwa sebenarnya terdakwa Mira Sartika ingin mengembalikan uang Rp6 miliar ke PT Telkomsel wilayah 5 Surabaya, Jatim, dianggap oleh majelis hakim main-main tidak serius. Padahal, klien kami ini berkali-kali datang ke sana,” ungkapnya.
Dikatakannya, terdakwa Mira Sartika lewat surat resmi dan pesan WhatApp (WA) serta telpon sudah menawarkan untuk mengembalikan uang Rp6 miliar. “Tapi keterangan terdakwa Mira Sartika itu semua diabaikan oleh majelis hakim,” terangnya.
“Kenyataannya, uang Rp6 miliar itu sudah habis karena tidak diberi kepastian oleh PT Telkomsel wilayah V Surabaya, Jatim, untuk mengembalikan uang tersebut dan sudah tidak ada lagi uangnya karena uang tersebut sudah dikelola oleh klien kami untuk pengelolaan bisnis,” tegasnya.
Dikatakannya, kliennya ini adalah seorang wanita bisnis. “Klien saya ini pun mampu sebenarnya mengembalikan uang sebesar Rp32 miliar tersebut tetapi klien saya ini langsung ditetapkan menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Mapolda Metro Jaya,” sesalnya.
“Hal itu lah yang membuat semuanya berantakan dan akhirnya klien saya tidak memunyai apa-apa,” jelasnya.
Namun demikian, sambungnya, pihaknya mengapresiasi terhadap putusan final majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus atas tahanan kota yang diberikan kepada kliennya. “Klien saya ini ada waktu untuk pengobatan kelenjar tiroid secara continued (berkelanjutan). Jadi tahanan kota ini sangat kita apresiasi,” terangnya.
“Tapi keberatan kami yang kami susun di Nota Pembelaan (Pledoi) untuk klien kami diabaikan,” ia kecewa.
Menurutnya, kliennya sebagai pelapor adanya Tipikor malah dipidana dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai pelaku Tipikor, hal ini lah yang berbahaya. “Masyarakat awam akhirnya akan menilai, bahwa kalau melaporkan sebuah Tipikor nanti malah jadi terdakwa Tipikor,” katanya.
“Jadi dampaknya nanti takut masyarakat awam untuk melaporkan dugaan sebuah Tipikor di sekitar lingkungannya,” pungkasnya.
Ia menilai majelis hakim melihat perkara ini dengan delik formil. “Padahal, delik materil. Majelis hakim melihat pasti terjadi kerugian uang negara pada perkara ini dan memang iya, ada kerugian uang negara,” jelasnya.
Tapi, imbuhnya, asal muasalnya terjadinya Tipikor pasti ada penyebabnya. “Karena ada kriminalisasi terhadap klien kami. Klien kami dijadikan DPO oleh Mapolda Metro Jaya dan lain sebagainya,” katanya.
“Putusan final majelis hakim ini belum incraht (memiliki kekuatan hukum tetap). Kami berharap agar putusan final majelis hakim ini melihat dan memutus dengan hati nurani,” harapnya.
Untuk itu, sambungnya, pihaknya mengambil sikap pikir-pikir selama seminggu ke depan atas putusan final majelis hakim ini. “Uang Rp6 miliar itu sudah diputar untuk bisnis terdakwa Mira Sartika yakni bisnis properti,” paparnya.
“Kami berharap bahwa jangan hanya melihat perkara ini dari kepastian hukum saja. Tapi lihatlah adanya azaz keadilan untuk memutuskan perkara ini,” tandasnya. (Murgap)