Kuasa hukum terdakwa pencurian uang dengan cara pencairan cek senilai Rp178 juta di KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, Setyo Priono, Tris Hariyanto SH MH (tengah) foto bersama anggota tim kuasa hukumnya Diki Herdiana SH (pertama dari kanan) dan Henri Tobing SH di luar ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (30/12/2021). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang lanjutan perkara Tindak Pidana Umum (Pidum) terkait pencurian uang dengan cara pencairan cek senilai Rp178 juta di Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank Central Asia (BCA) Roxy Mas, Jakarta Pusat (Jakpus) dengan terdakwa Setyo Priono yang bekerja di PT Singa Langit Jaya di ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (30/12/2021).
Kuasa hukum terdakwa pencurian uang dengan cara pencairan cek senilai Rp178 juta di KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, Setyo Priono, Tris Hariyanto SH MH mengatakan, sidang hari ini adalah sidang yang ketiga kalinya dengan pemeriksaan saksi atas permintaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan penjelasan dan keterangan di hadapan majelis hakim PN Jakpus. “Hari ini dihadirkan 3 (tiga) saksi yakni dari pihak Rumah Sakit (RS) Anna Medika Bekasi Utara, Jawa Barat (Jabar) dan saksi dari pihak KCP BCA Roxy Mas, Jakpus,” ujar Tris Haryanto SH MH yang didampingi oleh anggota tim kuasa hukumnya Diki Herdiana SH dan Henri Tobing SH dari law firm Tris Hariyanto and Partner di luar ruang Oemar Seno Adji 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Kamis siang (30/12/2021).
Dikatakannya, intinya dengan dihadirkannya ketiga saksi ini untuk mengetahui kebenaran materilnya terhadap terdakwa. “Pasalnya, ketika pencairan dana senilai Rp178 juta lewat cek di KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, klien kami pada tanggal 12 Oktober 2018, sedang melakukan pemeriksaan kesehatan atau berobat di dokter spesialis kulit yang bernama Dokter Fahmi Rizal SpKK dan hal itu juga dibenarkan oleh pihak RS Anna Medika, Bekasi Utara, Jabar,” paparnya.
“Pada perkara ini, kami melihat ada kejanggalan. Kalau kita berpikir secara akal sehat dan logika, tidak mungkin ada orang di waktu yang sama di tempat yang berbeda. Makanya, di sini saya selaku kuasa hukum terdakwa Setyo Priono mau mengungkap kebenaran materilnya,” ungkapnya.
Dikatakannya, perkara ini terkesan sangat dipaksakan dan masih sangat prematur. “Karena dari awal proses persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menghadirkan saksi-saksi tapi saksi yang dihadirkan itu cenderung saksi yang tidak melihat, mendengar, mengalami ataupun mengetahui secara langsung. Namun, hanya berdasarkan penyampaian dari orang lain,” katanya.
Lucunya lagj, sambungnya, saksi yang benar-benar sangat penting untuk dihadirkan dalam persidangan ini yakni saksi yang membuat Laporan Polisi (LP), bahkan memiliki tugas dan tanggung jawab masalah keuangan perusahaan ke luar dan masuk atau bahkan simpanan keuangan perusahaan, itu malah tidak bisa dihadirkan dari sidang pekan lalu sampai sekarang. “Saksi tersebut bernama Pencang Yuan selaku Manager Keuangan PT Singa Langit Jaya tempat terdakwa bekerja dan sebagai pihak pelapor yang mengatakan keuangan perusahaannya ada yang mencuri lewat pencairan cek senilai Rp178 juta, diketahuinya lewat Mobile Banking (M-Banking),” paparnya.
Di sinilah, sambungnya, pihaknya keberatan karena saksi-saksi yang diperiksa dari awal hingga kini, tidak menjelaskan secara jelas dan apa yang diterangkan oleh saksi tidak konsekuen dengan fakta hukum. “Bahkan, kami melihat apa yang ada di berkas Berita Acara Perkara (BAP) terdakwa, saksi tidak konsekuen dengan jawaban pada saat proses di persidangan,” katanya.
“Jadi ada kejanggalan. Dari pihak KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, berdasarkan bukti petunjuk yang disita oleh penyidik Polisi Resor Jakarta Pusat (Polres Jakpus) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakpus, hanya berdasarkan bukti petunjuk rekaman Camera Control Television (CCTV), bukti petunjuk pada saat proses persidangan yang diperlihatkan pada kami itu kurang lebih durasinya 4 (empat) menit. Kami melihatnya isi rekaman CCTV tersebut tidak jelas memerlihatkan muka atau wajah klien kami,” ungkapnya.
Menurutnya, wajah atau muka yang ada di dalam rekaman CCTV KCP BCA Roxy Mas, Jakpus tersebut secara terang benderang belum bisa membuktikan, bahwa muka atau wajah tersebut adalah kliennya. “Hasil rekaman di CCTV KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, itu hanya memerlihatkan seseorang yang sedang berdiri selama 4 menit dan tidak bisa ditunjukan, bahwa orang tersebut lagi melakukan transaksi pencairan uang melalui cash atau tunai,” katanya.
Ia melihat ada kejanggalan dalam perkara ini. “Ketika pihak KCP BCA, Roxy Mas, Jakpus, pada saat terjadinya transaksi pada tanggal 12 Oktober 2018 tidak pernah melakukan pengarsipan data atau mendokumentasikan data atau identifikasi identitas siapa pelaku pencurian uang melalui pencairan cek tersebut,” ungkapnya.
“Seolah-olah pihak KCP BCA, Roxy Mas, Jakpus itu membenarkan, bahwa klien kami itu adalah pelaku atas tindak Pidum pencurian uang melalui proses pencairan cek senilai Rp178 juta hanya berdasarkan identitas. Seolah-olah dilihat identitas pelaku aslinya,” terangnya.
Dikatakannya, justru pihaknya sangat keberatan karena yang namanya kejadian yang sudah terjadi pada 3 (tiga) tahun silam, tepatnya pada tanggal 12 Oktober 2018, bagaimana pihak KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, di internalnya baik pejabat di dalamnya, bisa mengingat kejadian yang terjadi 3 tahun yang lalu. “Hanya berdasarkan kepada lisan. Karena di dalam ilmu hukum, lisan tidak bisa dijadikan dasar hukum di persidangan,” urainya.
“Jadi pihak KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, harus mengimbangi apa yang disampaikan dengan data yang valid di persidangan. Hal itu lah yang sangat janggal. Di sini kami selaku penasehat hukum terdakwa Setyo Priono memaksimalkan supaya mengungkap kebenaran materil, jangan sampai ada orang yang tidak bersalah menanggung akibat resiko dari perbuatan orang lain,” katanya.
Ia mengatakan, penegakan hukum supaya fair (adil) dan subyektif. “Jangan mentang-mentang terdakwa ini hanya masyarakat kecil, terdzolimi, jadi di situ lah yang sangat kami sayangkan,” pungkasnya.
Dijelaskannya, ada bukti cek senilai Rp178 juta di bawah Rp200 juta. “Jadi pihak perusahaan PT Singa Langit Jaya mengetahui setelah melihat adanya bukti transaksi M-Banking ke nomor rekening koran perusahaan PT Singa Langit Jaya dan ada pencairan uang tunai,” jelasnya.
“Perlu kami katakan, bahwa kajanggalan-kejanggalan banyak kami temukan dalam perkara ini. Ini awalnya adalah perkara pencurian uang Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait Pencurian biasa. Klien kami didakwa telah melakukan pencurian uang lewat pencairan cek di KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, senilai Rp178 juta,” jelasnya.
Ia melihat dari pihak JPU tidak bisa menguraikan unsur Pasal 362 KUHP itu seperti apa dalam dakwaannya kepada kliennya. “Karena namanya pencairan uang melalui cek di bank itu kan hanya runtutan peristiwa. Runtutan peristiwa atau kejadian, sebenarnya pihak penyidik Polres Jakpus dan Kejari Jakpus harus bisa menjelaskannya bagaimana pelaku ini bisa melakukan pencairan cek di perusahaan, kapan dan di mana serta bagaimana caranya? Seharusnya bisa diuraikan secara terang benderang,” katanya.
Menurutnya, JPU menjelaskan pencairan uang lewat cek di KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, hanya dengan memerlihatkan bukti petunjuk dari rekaman CCTV. “Pihak KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, juga tidak ada bukti mendokumentasikan ataupun pengarsipan data atau identitas si pelaku pencurian uang lewat pencairan cek dan hanya secara lisan,” sesalnya.
“Dari pihak perusahaan tempat kliennya bekerja, kliennya bekerja selama 3 bulan saja di PT Singa Langit dan mulai bekerja sekitar Mei 2018 hingga Agustus 2018. Sementara, pencairan cek tersebut dibuat pada 9 April 2018 untuk pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) 21 di bulan Maret 2018,” urainya.
Pihaknya melihat ada kejanggalan, setelah perusahaan tersebut tidak melakukan audit keuangan tiap akhir bulannya, seharusnya perusahaan itu mengecek dan mengevaluasi tiap bulannya ke luar masuknya keuangan perusahaan, bahkan cek tersebut jelas, bahwa uang tersebut untuk pembayaran PPh 21 pada Maret 2018. “Sedangkan klien kami ini, masuk kerja di perusahaan tersebut pada Mei 2018 hingga Agustus 2018,” tuturnya.
Sedangkan dicairkannya cek itu, sambungnya, pada 12 Oktober 2018. “Saat itu pula klien kami sudah tidak bekerja lagi di perusahaan tersebut,” katanya.
“Terbukti, bahwa perusahaan tersebut tidak ada audit keuangan bulanan. Seharusnya, perusahaan melakukan audit keuangan per bulannya. Melakukan evaluasi keuangan seharusnya dilakukan oleh perusahaan tersebut,” katanya.
Harusnya, sambungnya, perusahaan tersebut mengetahui, bahwa belum membayar PPh 21 pada actionnya atau aksinya perusahaan. “Kalau ada uangnya yang hilang melalui pencairan cek, tentu perusahaan juga akan melakukan pemblokiran atau lapor kepada pihak kepolisian, bahwa ada uangnya yang hilang,” jelasnya.
Namun, imbuhnya, perusahaan santai-santai saja. “Tidak ada laporan keuangan yang hilang dan seakan-akan tidak terjadi apa-apa pada perusahaan PT Singa Langit,” pungkasnya.
“Lalu kenapa pada 12 Oktober 2018 baru menyadari adanya pencurian uang lewat pencairan cek senilai Rp178 juta?” tanyanya.
Agenda sidang selanjutnya, imbuhnya, pada Kamis (06/01/2022) dengan menghadirkan saksi dari kuasa hukum terdakwa Setyo Priono. “Saksi yang akan hadir Kamis depan adalah saksi Ad-charge (Saksi meringankan) untuk klien kami,” tuturnya.
“Harapan saya, majelis hakim PN Jakpus dalam memutuskan perkara ini, benar-benar melihat dari fakta dan bukti di persidangan. Majelis hakim PN Jakpus bisa memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya,” harapnya.
Diki Herdiana SH menambahkan, hari ini di persidangan, JPU hanya membacakan berkas BAP terdakwa karena saksi yang harusnya dihadirkan yakni dari pihak perusahaan sebagai pihak pelapor (PT Singa Langit Jaya) ternyata sudah meninggal dunia dan tidak bisa dihadirkan di persidangan hari ini. “Namun, JPU hanya menyampaikan dan membacakan dakwaan terdakwa. Berikutnya, JPU membacakan keterangan BAP atas nama Ari Fadilah selaku Kepala Pelayanan dari pihak KCP BCA Roxy Mas, Jakpus,” katanya.
“Akhirnya, JPU berhenti tidak menghadirkan saksi lagi. Kami keberatan karena ketidakhadiran saksi pelapor yakni Pencang Yuan dari pihak pelapor yakni PT Singa Langit Jaya,” paparnya.
Pasalmya, sambungnya, Pencang Yuan adalah pihak pertama kali mengetahui adanya jumlah rekening bank perusahaan melalui M-Banking, sehingga ia pergi ke pihak KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, untuk menanyakan siapa yang melakukan pengambilan cek. “Tapi Pencang Yuan ini sudah terbang ke Negara China. Ia sudah pulang ke Negara China. Sementara, dalam berkas BAP, saksi yang dihadirkan oleh pihak perusahaan (PT Singa Langit Jaya) itu mengarah kepada keterangan dari Pencang Yuan. Jadi semua saksi itu mengarah ke Pencang Yuan,” ungkapnya.
Dikatakannya, kalau dari kacamata hukum, ketika saksi sedang berada di luar negeri ataupun sudah meninggal dunia, maka harus dilakukan upaya fakta hukum. “Secara logika, ada satu orang yakni terdakwa Setyo Priono berada di 2 (dua) tempat yang berbeda di Jakpus dan di RS Anna Medika, Bekasi Utara, Jabar, mungkinkah hal itu bisa terjadi?” tanyanya heran.
“Menurut keterangan klien kami, dirinya pada tanggal 12 Oktober 2018 pukul 14.30 WIB sedang berada di RS Anna Medika, Bekasi Utara, Jabar, karena praktek dokternya pada pukul 15.00 WIB. Sementara, pencairan cek pada pukul 15.00 WIB di locus atau lokasi yang berada di KCP BCA Roxy Mas, Jakpus. Jadi dalam rentang waktu tersebut tidak mungkin klien saya datang ke KCP BCA Roxy Mas, Jakpus, pada pukul 15.00 WIB karena sedang berada di RS Anna Medika, Bekasi Utara, Jabar,” terangnya.
Kliennya datang ke Dokter Fahmi Rizal SpKK, sambungnya, tentu sudah janjian sebelum jam prakteknya pada tanggal 12 Oktober 2018. “Hal itu diperkuat dengan bukti pembayaran jasa dokter kesehatan untuk perawatan kulit sekitar pukul 15.00 WIB di RS Anna Medika, Bekasi Utara, Jabar, pada tanggal 12 Oktober 2018,” tandasnya. (Murgap)