Dian Wibowo SH
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar acara sidang Perkara Nomor 644/Pid.B/2021/PN.JKT.Pusat Perkara Pasal 378 dan 372 KUHPidana, dugaan Penipuan dan Penggelapan masuk Bintara
Polisi Republik Indonesia (Polri) dengan nama terdakwa Abah Muda atau Abah Anom, di ruang Soebekti 1, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Selasa siang (16/11/2021).
Kuasa hukum terdakwa Abah Muda atau Abah Anom, Dian Wibowo SH dari Kantor Law Firm Badan Advokat Indonesia (BAI) mengatakan, sidang hari ini membela kepentingan kliennya yang duduga melakukan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan. “Notabennenya klien saya diduga sudah menerima sejumlah uang dan uang itu digunakan untuk memasukan sejumlah Akademi Polisi (Akpol) Bintara,” ujar Dian Wibowo SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, ketika pemeriksaan saksi di persidangan tidak pernah terlihat uangnya seperti di dalam dugaan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan pada perkara ini. “Tidak ada saksi mata dalam pemberian uang itu. Total uangnya yang diduga diterima oleh klien saya sebesar Rp400 juta untuk memasukan 2 (dua) orang calon Bintara Polri,” katanya.
“Kebenaran materi diuji di pengadilan ini, apakah benar ini merupakan sebuah kesalahan. Karena dalam pemeriksaan saksi di dalam persidangan ini, saksi tidak ada yang melihat uangnya tersebut. Kalau untuk uang transport yang diberikan kepada klien saya, mungkin ada. Tapi dalam perkara ini, saksi yang diperiksa tidak mengetahui adanya uang Rp400 juta,” tegasnya.
Dijelaskannya, terdakwa Abah Anom yang menjadi kliennya juga sudah dipanggil secara offline (datang ke persidangan) dan secara online (virtual atau zoom meeting). “Pada sidang pekan lalu, dari keterangan saksi mengaku tidak pernah ada yang melihat sejumlah uang itu. Kwitansi penandatanganan penerimaan uang Rp400 juta itu pun juga tidak pernah ada yang ditandatangani oleh terdakwa. Terdakwa itu sendiri telah mengaku tidak pernah menerima sejumlah uang tersebut,” paparnya.
“Diduga dua orang yang mau menjadi Bintara Polri ini memberikan uang secara cash (tunai) kepada terdakwa di rumah terdakwa,” urainya.
Dikatakannya, sebenarnya kalau mau masuk Bintara Polri tidak selalu terindikasi dengan iming-iming uang. “Kalau anak kita ditest sehat jasmaninya secara tryout (test uji coba) dan mengikuti test itu dengan lancar, maka bisa masuk menjadi Bintara Polri. Jadi kita harus yakin kepada Allah SWT pasti kita bisa masuk jadi Bintara Polri,” ungkapnya.
“Pelapor ini mengaku sebagai teman dekat terdakwa. Terdakwa ini dianggap sebagai tokoh masyarakat karena banyak masyarakat yang datang kepada klien saya ini untuk diminta bantuannya. Klien saya ini profesinya sebagai penasehat spiritual. Banyak orang datang kepadanya untuk diminta bantuannya,” ungkapnya.
Ia memertanyakan, kalau memang pihak korban calon Bintara Polri ini ketika mengetahui dirinya tidak masuk ke Bintara Polri, kenapa tidak mencoba lagi untuk mendaftar menjadi Bintara Polri pada tahun 2022? “Karena Polri harus memberikan kesempatan kepada calon Bintara Polri, sekali test tidak masuk atau tidak lulus test (ujian) harus diberi kesempatan untuk ke-2 (dua) hingga ke-3 (tiga) kalinya. Calon Bintara Polri itu oleh Polri harus disupport (didukung) untuk latihan fisik lebih keras lagi dan kita bisa karena belajar dan latihan fisik yang keras. Insya Allah, calon Bintara Polri itu yakin bisa masuk menjadi Bintara Polri karena latihan fisik yang keras dan belajar,” ujar Dian Wibowo SH yang juga sebagai Pengawas Internal Polri di Markas Besar Polri (Mabes Polri) dan Markas Polda Metro Jaya (Mapolda) ini.
“Jadi kalau mau menjadi Bintara Polri itu harus mendapat nilai test yang bagus dan cerdas. Saksi hari ini menghadirkan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU),” terangnya.
Sebentar lagi, sambungnya, masuk pada sidang tuntutan JPU. “Setelah pada sidang berikutnya, pihak saya menghadirkan saksi Ad-Charge (saksi meringankan) bagi terdakwa,” tandasnya. (Murgap)