Kuasa Hukum terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo, Soesilo Aribowo SH (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim Kuasa Hukumnya FX Suminto Pudji Rahardjo SH di luar ruang Kusuma Atmaja, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at siang (10/07/2021). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menggelar sidang lanjutan terkait perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) impor Budidaya Benih Lobster (BBL) yang melibatkan terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Edhy Prabowo di ruang Kusuma Atmadja, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at siang (10/07/2021).
Agenda sidang kali ini adalah pembacaan Nota Pembelaan (Pledoi) terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo dan tim Kuasa Hukumnya. Kuasa Hukum terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo, Soesilo Aribowo SH mengatakan, dari Nota Pembelaan terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo adalah permintaan maaf.
“Terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo meminta maaf kepada Presiden Republik Indonesia (RI) Ir H Joko Widodo atau Jokowi. Kemudian, mantan MKP terdakwa Edhy Prabowo juga meminta maaf kepada Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (Ketum DPP) Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra Prabowo Subianto dan terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo mengaku sangat menyesal dengan adanya kejadian ini terkait jabatan sebagai MKP yang diberikan,” ujar Soesilo Aribowo SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, sebenarnya kasus ini gampang untuk menilai terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo. “Pertama, terkait impor BBL ini terkait dengan perizinan. Baik budidaya lobster maupun impor. Tapi perlu diingat, pasal yang dituduhkan itu yang pertama adalah yang bersangkutan harus memiliki kewenangan jabatan dan harus memiliki kekuasaan,” katanya.
“Terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo tidak memiliki keterkaitan hal itu. Kemudian, ada tuduhan suap, hubungannya di mana? Untuk apa? Kalau yang bersangkutan tidak ada hubungannya dengan penyuapan, lalu penyuapan itu untuk apa?” tanyanya.
Kemudian, sambungnya, ada intervensi. “Kalau kita ikuti persidangan ini dari awal sampai akhir, siapa yang mengintervensi? Tidak ada pihak yang mengintervensi dan terjadi. Oleh katena itu, perkara ini terlihat lebih kepada dipaksakan,” terangnya.
“Karena hal-hal pembuktian yang sangat urgensi atau esensial tidak ada, maka mantan MKP Edhy Prabowo tidak terkait dengan perkara ini,” paparnya.
Dijelaskannya, mengenai hak politik terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo, hak politik kliennya di dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait pasal 654 terkait Pemilihan Eksekutif, yakni Pemilihan Gubernur (Pilgub) dan Pemilihan Wakil Gubernur (Pilwagub), Pemiiihan Bupati (Pilbup) dan Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup), jabatan publik yang lain tidak ada putusan terkait terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo, sehingga kalau diminta untuk hak dipilih, hak dipilih yang mana dan sebagai apa? “Putusan MK mengatakan, bahwa sepanjang tidak terkait dengan calon dipilih seperti Calon Gubernur (Cagub) maupun Calon Wakil Gubernur (Cawagub) dan sebagainya, tidak masuk dan tidak bisa dijadikan hak untuk menuntut hak dipilih,” terangnya.
“Terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo mengatakan, bahwa pihaknya tidak pernah memerintah anak buahnya atau siapa pun itu. Tetapi sebagai MKP, terdakwa Edhy Prabowo hanya melaksanakan fungsi kontrol dan pengawasan dengan bertanya, misalnya, itu kan tidak ada masalah. Itu bagian dari atasan kepada bawahannya,” urainya.
Untuk sidang selanjutnya, imbuhnya, putusan final majelis hakim PN Jakpus yang akan digelar pada Kamis (15/07/2021) terhadap terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo. “Kita harapkan majelis hakim PN Jakpus memerima Nota Pembelaan terdakwa mantan MKP Edhy Prabowo dan Nota Pembelaan tim Kuasa Hukum,” tandasnya. (Murgap)