Kuasa Hukum Kantor BC Batam Yuliana S SH MKn (pertama dari kanan) foto bersama anggota tim kuasa hukumnya Doni Martin SH di luar ruang Kusuma Atmadja 3, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at siang (05/03/2021). (Foto : Murgap Harahap)
Jakarta, Madina Line.Com – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang lanjutan ke-10 (sepuluh) Tindak Pidana Kepabeanan antara Kantor Bea Cukai (BC) Batam dan importir bahan pakaian dan benang diduga menggunakan dokumen palsu yakni PT Flemings dengan Direktur Utama (Dirut)-nya bernama Irianto di ruang Kusuma Atmadja 3, PN Jakpus, Jalan Bungur, Kemayoran, Jum’at siang (05/03/2021).
Pada pengadilan kali ini dihadirkan Ahli Hukum Tata Negara Dr Harsanto dan Ahli Hukum Pidana Dr Chaerul Huda untuk memberikan keterangan apakah kasus masuknya 27 (dua puluh tujuh) kontainer yang berisikan bahan pakaian berupa benang dan kain impor dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan India dengan spesifikasi berbeda dengan isi dokumen impor yang dilakukan oleh importir PT Flemings dari Pelabuhan Batam ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (Jakut), masuk ke ranah Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau Tindak Pidana Kepabeanan di hadapan ketua majelis hakim PN Jakpus. Kuasa Hukum Kantor Pelayanan Umum (KPU) BC Batam Yuliana S SH MKn mengatakan, menurut pengakuan Ahli Hukum Pidana Dr Chaerul Huda melihat perkara kasus ini ada Undang-Undang (UU) yang lebih khusus lagi diatur, makanya ia memakai lex spesialis derogat legi lex sistematis.
“Jadi adanya 2 (dua) perkara ini, UU Tindak Pidana Kepabeanan dan UU Tipikor, yang dipakai adalah UU Kepabeanan karena delik-deliknya jelas menggunakan azaz lex spesialis derogat legi lex sistematis,” ujar Yuliana S SH MKn didampingi anggota tim kuasa hukumnya Doni Martin SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui usai acara sidang ini.
Dikatakannya, pada hari Senin depan, pihaknya akan menghadirkan 2 (dua) ahli lagi, yakni Ahli Perekonomian Negara Prof Paula dan satu ahli lagi yakni Ahli Hukum Pidana Prof Rommy Kartasasmita. “Kesaksian ahli jelas menguntungkan kita karena ahli ini kita yang menghadirkan,” terangnya.
Dijelaskannya, putusan final ketua majelis hakim PN Jakpus akan dilaksanakam pada awal April 2021. “Harapannya dari fakta persidangan ini dilihat dan memang sudah terlihat jelas tidak adanya Tipikor dan hanya Tindak Pidana Kepabeanan,” ungkapnya.
“Kami harapkan keputusan hakim seadil-adilnya sesuai fakta di persidangan. Kami menunggu keputusan final hakim PN Jakpus ini dulu. Keputusannya seperti apa? Kalau memang tidak ada Tipikornya berarti kita beralih ke UU Tindak Pidana Kepabeanan,” terangnya.
Doni Martin SH menambahkan, intinya dari keterangan Ahli Hukum Pidana Dr Chaerul Huda, bahwa deliknya adalah delik Tindak Pidana Kepabeanan dan bukan Tipikor. “Dulu permah dibicarakan oleh ahli dari daerah Purwokerto, Jawa Tengah (Jateng), bahwa ada yang namanya lex spesialis derogat lex consumte (jadi dia bisa memakan satu dengan lainnya) dan itu tidak bisa berlaku dalam perkara ini. Pasalnya, ini sama-sama lex spesialis atau sama-sama khusus,” kata Doni Martin SH kepada wartawan Madina Line.Com ketika ditemui di sela-sela acara ini.
“Kalau sama-sama khusus, bukan kita malah sama-sama memakan tapi kita sama-sama melihat tindak pidananya, mana yang lebih dominan, itu yang pertama,” katanya.
Kedua, sambungnya, perkara ini bisa berubah dari Tindak Pidana Kepabeanan tiba-tiba menjadi Tipikor karena ada celetukan importir mengatakan, bahwa telah memberikan sejumlah uang kepada orang itu. “Tapi memberikan uang itu diartikan untuk korupsi kah? Makanya jelas, namanya korupsi itu, perbuatan itu, ada di pasal 2 dan pasal 3 tentang Kewenangan, seperti yang tadi disebutkan oleh Dr Chaerul Huda,” paparnya.
“Soal adanya dugaan pemalsuan dokumen itu yang dilakukan oleh pihak importir dalam hal ini Dirutnya bernama Irianto. Jadi PT Flemings ini memalsukan dokumen, sehingga ada kurang bayar kepada kepabeanan terhadap Kantor BC. Kalau pemalsuan dokumen impor, itu kena ke UU Tindak Pidana Kepabeanan bukan Tipikor,” jelasnya.
Menurutnya, adanya dugaan Tipikor karena adanya importir ngomong memberikan sejumlah uang. “Itu yang menjadi persoalannya. Tapi yang menjadi intinya, perkara ini adalah Tindak Pidana Kepabeanan,” tandasnya. (Murgap)